Selasa, 10 Februari 2015

SECURITY ON GLOBAL GOVERNANCE CRIMEA KOMPETISI ANTAR AKTOR UNTUK MENGUASAI WILAYAH LAUT HITAM

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertentangan antara Blok Timur dan Blok Barak pada Perang Dingin sebenarnya sudah berakhir dengan ditandai runtuhnya Uni Soviet dan Amerika sebagai last man standing. Akan tetapi, benih-benih dendam masih terlihat ketika Rusia sebagai pewaris utama Uni Soviet tetap muncul sebagai anti-tesis Amerika Serikat.
Kompetisi Rusia dan Amerika Serikat melebar dalam perebutan power di kawasan Eropa. Negera Eropa Barat yang tergabung dalam North Atlantic Treaty Organization (NATO) hadir sebagai sekutu Amerika Serikat di wilayah Eropa. Sedangkan Rusia berusaha membangun kerjasama dengan negara-negara pecahan Uni Soviet. Masalah muncul ketika negara pecahan Uni Soviet lebih memilih untuk bergabung dengan NATO ketimbang dengan Rusia.
Kasus yang paling menunjukan kompetisi antara Amerika Serikat dengan Rusia saat ini adalah kasus Crimea. Crimea merupakan Republik Otonom Ukraina yang melakukan referendum pemisahan diri dari Ukraina. Ukraina yang telah tergabung dalam NATO dan lebih dekat dengan Eropa Barat dan Amerika Serikat membuat Rusia melakukan counter dengan mendukung kemerdekaan Crimea dari Ukraina (Tempo 2014).
Dalam memperjelas masalah ini, maka akan dibagi beberapa sub yang memperlihatkan siapa aktor yang terlibat, apa kepentingan dan perannya dan bagaimana negosiasi dan resolusi konflik yang dilakukan oleh antar aktor.
Aktor dan Kepentingan
Terdapat beberapa aktor yang terlibat dalam masalah ini, diantaranya Amerika Serikat, Rusia, NATO, Ukraina, dan Crimea.
Dalam masalah ini, Amerika Serikat merupakan salah satu anggota NATO. Keterlibatan Amerika Serikat dalam masalah ini untuk mendukung Ukraina mempertahankan Crimea. Selain itu juga, Amerika Serikat hadir sebagai balance of power terhadap Rusia yang mulai mengembangkan pakta Euresia Union dengan menggandeng negara-negara pecahan Uni Soviet.
Rusia merupakan aktor negara yang menjadi competitor abadi Amerika Serikat. Kehadiran Rusia dalam masalah ini untuk mendukung kemerdekaan Crimea. Selain itu juga, Rusia mulai mengembangkan sayap Euresia Union ke negara-negara pecahan Uni Soviet.
NATO merupakan sebuah kerjasama collective security yang dibangun oleh Amerika Serikat paska Perang Dunia II. NATO awalnya dibangun dengan tujuan mengcounter Pakta Warsawa buatan Uni Soviet kala itu. Namun, sejak Uni Soviet runtuh, NATO mulai melebarkan sayap dengan menggandeng negara-negara pecahan Uni Soviet seperti Ukraina.
Ukraina awalnya bagian dari Uni Soviet. Kemudian paska runtuhnya Uni Soviet, Ukraina mendeklarasikan diri sebagai negara berdaulat. Berjalannya waktu, Ukraina bergabung dengan Uni Eropa dan NATO. Akan tetapi, masih terdapat beberapa wilayah di Ukraina yang lebih memilih dekat dengan Rusia seperti Crimea.
Crimea merupakah salah satu dari wilayah Ukraina yang lebih memilih bergabung dengan Rusia. Penduduk Crimea 60% beretnis Rusia, sehingga tidak aneh mereka lebih memilih dekat dengan Rusia ketimbang Barat.
Kondisi Interaksi
Masalah Crimea saat ini bagaikan ladang pertempuran bagi kelompok yang pro-barat dan pro-Rusia. Ukraina terpecah menjadi dua, ketika Presiden Ukraina Viktor Yanukovych lebih condong ke Rusia. Sehingga terjadi penolakan besar-besar yang melengserkan Presiden Viktor. Situasi perebuatan kekuasaan di Ukraina sangatlah rumit, Amerika Serikat, NATO, Rusia, Uni Eropa bahkan tragedi jatuhnya Pesawat Malaysia Airlines menambah runyam siapa aktor yang bertanggung jawab dalam kecelakaan itu.
Dibawah ini akan digambarkan sebuah skema yang menunjukan hubungan antar aktor yang terlibat dalam konflik di Semenanjung Crimea tersebut.



KONDISI INTERAKSI ANTAR AKTOR
 









                                       Kerjasama
                                       Kompetisi
           Rumitnya interaksi antar aktor diatas menunjukan bahwa masalah Crimea mampu menjadi pemicu konfrontasi lama antara Amerika Serikat dan Rusia sebagai pewaris utama Uni Soviet. Bahkan bukan tidak mungkin, peperangan secara terbuka antara negara akan terjadi. Namun, tren saat ini, setiap negara menghindari hal itu, mereka menggunakan forum negosiasi di PBB atau Uni Eropa untuk saling menekan dan berargumentasi untuk menjatuhkan lawannya.
Terjadinya ketegangan di Crimea antara kepentingan Rusia dan pelanggaran kedaulatan Ukraina sampai kini masih dibicarakan. Meskipun sudah ada resolusi yang tidak mengikat dari PBB tentang masalah Crimea, namun Rusia tetap kokoh dalam pendiriannya ingin mendorong Crimea untuk merdeka dan nantinya dapat bekerjasama dengan Rusia. Ketegangan di Crimea tidaklah lepas dari beberapa faktor. Faktor utama yakni sejarah, Crimea pernah menjadi republik pada tahun 1917 setelah Revolusi Rusia, namun menjadi propinsi ketika perang dunia kedua berakhir. Dan pada tahun 1954, perdana menteri Uni Sovyet saat itu yaitu Nikita Kruschev menyerahkan Crimea menjadi bagian dari Ukraina yang pada saat itu masih menjadi bagian dari Uni Sovyet. Pada tahun 1991, Crimea menjadi wilayah otonom seiring dengan berdirinya Republik Ukraina.
Ukraina merupakan negara yang cukup besar dan terletak bersebelahan dengan Uni Eropa, sehingga menyebabkan ketertarikan Ukraina untuk bergabung dengan organisasi tersebut. Sebagai negara bekas Uni Sovyet, Ukraina pernah menjadi tempat penyimpanan hulu ledak nuklir, juga memiliki jumlah pasukan terbesar kedua setelah Rusia. Dengan kepemilikan senjata nuklir ini, maka pada tahun 1994, sesuai dengan perjanjian antara Rusia, Amerika Serikat dan Inggris, maka kedaulatan dan pengakuan diberikan secara penuh dengan imbal balik agar Ukraina menyerahkan senjata nuklir miliknya. Setelah hulu ledak senjata nuklirnya dilucuti dan diserahkan semua, Ukraina merasa khawatir akan keamanannya sendiri. Sesuai dengan teori Realis bahwa negara mempertimbangkan keamanannya sendiri (Rose, 1998, hal. 149), maka Ukraina meminta NATO untuk dapat memberikan bantuan jika ada invasi ke Crimea. Kesepakatan antara NATO dan Ukraina terjadi pada tahun 1997 yang menjamin bantuan akan diberikan jika Ukraina terancam.
Dengan kedaulatan yang dimiliki Ukraina, maka Ukraina bebas menentukan sikap dan kebijakan luar negerinya. Salah satu kebijakan Ukraina untuk mendekati NATO dan Uni Eropa, membuat Rusia merasa tidak aman. Sesuai dengan sejarah dan perang dingin, pihak barat merupakan musuh bebuyutan dari Rusia (Sovyet pada masa itu). Kekhawatiran itu juga memuncak akibat adanya pembagian kekuasaan operasional dengan Ukraina di Laut Hitam, yang berbatasan langsung dengan Crimea. Apabila NATO dapat masuk ke Laut Hitam lewat daerah Ukraina, maka kekayaan alam didalamnya akan tersedot dan dieksploitasi oleh pihak barat. Hal tersebut didukung pula oleh konflik politik Ukraina pada saat Parlemen Ukraina memecat Presiden Victor Yanukovych yang anti bergabung dengan Uni Eropa. Maka pada tanggal 26 Februari 2014, pasukan pro Rusia menduduki wilayah Crimea untuk mensukseskan pemisahan Crimea dari Ukraina, sehingga dapat tetap berada dalam pengaruh Rusia.
Rumusan Masalah
Tulisan ini fokus pada analisis mengenai isu perebutan kekuasaan di kawasan Crimea. Terdapat beberapa aktor yang ikut terlibat dalam isu ini seperti AS, NATO, Rusia, Ukraina. Posisi Crimea yang strategis bagi Rusia, menyebabkan Rusia bersikeras mendukung kemerdekaan Crimea dari Ukraina. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas sejauh mana arti penting Crimea bagi kubu AS, NATO, serta Ukraina dan bagi kubu Rusia.



BAB II
KERANGKA TEORI
Realisme Klasik
Bagi kaum Realis Klasik, negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional yang memiliki sistem internasional yang anarki. Oleh karena itu, Realisme mengkaji fenomena-fenomena yang berkaitan langsung dengan negara  sebagai aktor utamanya. Dalam politik internasional, negara harus bersaing dan berjuang untuk mendapatkan kepentingan nasionalnya berupa power. Power dalam arti konkret bisa berupa ekonomi, militer, dan dalam arti abstrak adalah kemampuan negara untuk mendominasi negara lainnya (Trevor C. Salmon, 2008)
Dengan menggunakan power maka negara bisa memenuhi seluruh kepentingan nasionalnya yang tak bisa diakomodasi oleh domestiknya. Bagi Macchiavelli, dengan adanya power maka sebuah negara dapat menjaga keamanan nasionalnya bahkan dengan menyerang negara lain bisa dijadikan justifikasi sebagai usaha survive dalam dunia internasional (Griffiths, 2007). Bapak Realisme Klasik, Hans Morghentau menyatakan bahwa negara mengejar kepentingan nasional yang berupa power karena didasarkan atas human nature. Bagi kalangan realis, human nature ini digambarkan dimana keadaan sebelum terbentuknya negara, yaitu masih berbentuk individu yang berlomba-lomba untuk saling mengalahkan sehingga terjadi konflik antar kelompok (Griffiths, 2007).
Global Governance
Global governance merupakan konsep yang baru dalam kajian hubungan internasional pada awal tahun 1990an (Sugiono, 2004). Pertama kali terminologi global governance diperkenalkan oleh Rosenau dan Czempiel dalam tulisannya berjudul Governance without Government (1992). Konsep global governance menjadi kabur dan semakin luas. Para ahli hubungan internasional seringkali berbeda pendapat mengenai arti dari konsep itu sendiri.
Global governance merupakan tatanan politik yang berkembang sebagai respon terhadap globalisasi, atau lebih khusus lagi merupakan mekanisme atau sarana institusional bagi kerjasama sebagai aktor negara ataupun bukan negara sebagai konsekuensi munculnya globalisasi (Messner dalam Sugiono, 2004).

Stimulus Respon
Teori Stimulus Respon merupakan sebuah skema yang dilakukan oleh individu atau non individu untuk merespon tindakan yang muncul dari luar. Menurut Fogus (1966) persepsi adalah pelibatan seluruh indra seseorang dalam mencari sebuah informasi. Bower (1989) juga mengatakan bahwa persepsi berkaitan dengan seluruh proses yang berkenaan dengan rangsangan eksternal terhadap perilaku organism.

TEORI STIMULUS RESPON
Melalui Teori Stimulus Respon, kita bisa melihat tindakan yang dilakukan oleh Rusia dengan membantu dan mendukung Crimea sebagai negara berdaulat merupakan respon atas kebijakan Ukraina yang cenderung akan beraliansi dengan NATO. Oleh karena itu, Rusia beranggapan bahwa dengan bergabungnya Ukraina ke NATO, akan berdampak buruk bagi kepentingan Rusia terhadap jalur lalu lintas di Laut Hitam. Karena berdasarkan Geopolitik, Crimea merupakan wilayah penting yang harus dipertahankan dominasinya oleh Rusia sebagai jalur lalu lintas armada perang Laut Hitam milik Rusia.
Security Studies
Security atau dalam bahasa berarti keamanan merupakan salah satu kajian utama dalam kajian Hubungan Internasional. Security dalam artian sederhana ialah aman dari rasa sakit atau ancaman orang lain. Jika dikaitkan dalam hubungan antar negara, security adalah keadaan atau kondisi aktor yang merasa aman dari ancaman aktor lain (Griffiths, 2008:293).
Kaum Realis beranggapan bahwa aktor utama dalam hubungan internasional adalah aktor negara. Negara yang memiliki sifat rasional akan melindungi setiap kepentingan termasuk kedaulatan negara. Oleh karena itu, negara akan selalu memaksimalkan atau mencari power sebesar-besarnya untuk memperkuat kapabilitasnya.
Dalam konteks makalah ini, isu keamanan bagi negara sangat kental terlihat. Tabrakan kepentingan antara dua kubu yaitu kubu AS dan NATO melawan kepentingan Rusia di kawasan Laut Hitam. Perebutan pengaruh atas Ukraina terkait letak strategis Ukraina dan Crimea yang menjadi pintu bagi Armada laut Hitam Rusia.
  
BAB III
PEMBAHASAN
Permasalahan Crimea bukanlah masalah sederhana yang terjadi hanya dalam beberapa tahun terakhir. Namun permasalahannya sesuai dengan faktor sejarah yang terjadi sejak mulai Revolusi Rusia pada tahun 1917 dengan digulingkannya sistem pemerintahan Tsar, dan berdirinya sistem republik liberal (Wood, 2003). Selanjutnya beralih setelah perang dunia ke-2, dimana Rusia (Sovyet kala itu) berebut pengaruh di bagian Eropa Timur dengan pihak sekutu yang memiliki pengaruh di Eropa Barat. Hal ini memicu terjadinya perang dingin, dengan motornya adalah Amerika Serikat dibantu anggota NATO melawan Uni Sovyet. Pecahnya Uni Sovyet pada tahun 1991, tidaklah menghentikan perang dingin secara keseluruhan. Meskipun di permukaan tampak bahwa Rusia dan Amerika Serikat sudah berbaikan, namun dengan adanya kepentingan Nasional masing-masing, maka konflik kepentingan terus berlanjut.
Laut Hitam yang dulunya merupakan bagian dari kekuasaan Uni Sovyet, memiliki banyak kandungan gas bumi yang menjadi andalan Ukraina. Meskipun berada di wilayah Uni Sovyet, eksplorasi minyak bumi juga diadakan oleh perusahaan asing seperti Exxon Mobil, Royal Dutch Shell, ENI dan OMV (Gloystein, 2014). Dengan adanya pengembangan bagi perusahaan asing lainnya, maka perusahaan gas Rusia seperti Gazprom tidak dapat mengeksplorasi wilayah Laut Hitam. Faktor kepentingan inilah merupakan salah satu penyebab munculnya kepentingan Rusia untuk mengamankan jalur suplai dan produksi gas bumi.
Dengan potensi kekayaan dan ekonominya, negara-negara disekitar Laut Hitam membentuk suatu badan kerjasama ekonomi pada Juni 1992 yang dinamakan The Black Sea Economic Cooperation (BSEC) dan dilegalkan pada 1 Mei 1999, dimana anggotanya terdiri dari 6 negara yang berbatasan langsung dengan Laut Hitam (Bulgaria, Georgia, Romania, Russia, Turki dan Ukraina), dengan 5 negara tetangga (Albania, armenia, Azerbaijan, Yunani dan Moldova) serta negara lainnya seperti Makedonia, Serbia, Montenegro, Austria, Perancis, Jerman, Israel, Italia, Polandia, Slovakia, dan Tunisia (Mustafa, 2004). BSEC mempromosikan kerjasama perdagangan dan mempromosikan keamanan serta perdamaian bersama di Laut Hitam. Meskipun Rusia tergabung dalam organisasi ini, namun masih memiliki konflik dengan Ukraina tentang nasib dari Armada Laut Hitam eks-Uni Sovyet.
Dengan melihat penjelasan diatas maka beberapa aktor utama dalam krisis Crimea dapat disebutkan seperti Rusia dan Ukraina. Selanjutnya ada aktor lain yang berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan keamanan wilayah Eropa dan juga Ukraina yaitu adanya NATO yang didukung oleh Amerika Serikat. Juga adanya organisasi Uni Eropa yang berkepentingan dengan kelangsungan suplai sumber daya energi. Dan kerangka ekonomi lainnya yang terkena dampaknya adalah negara tetangga yang tergabung dalam BSEC. Melihat betapa rumitnya permasalahan ini, organisasi internasional yaitu PBB juga turut serta dalam menentukan arah kebijakan dan negosiasi antar pihak.
Kepentingan Rusia di Ukraina Berdasarkan Teori Stimulus Respon
Ukraina merupakan negara di Eropa bagian timur, yang berdekatan dan berbatasan langsung dengan Rusia. Dengan geopolitik seperti ini, maka kebijakan luar negeri Rusia mengadopsi beberapa pertimbangan (Golani, 2011). Pertama, Ukraina merupakan sabuk pengaman yang strategis bagi Rusia. Dengan geografinya, Ukraina berada di tengah-tengah antara pihak barat dan Rusia. Dengan pertimbangan ini maka Rusia harus memastikan kesetiaan Ukraina, terutama dengan munculnya rencana pengembangan NATO dan Uni Eropa ke bagian Eropa timur. Selanjutnya juga rute perdagangan ke arah pegunungan Balkan, Mediteranian dan wilayah Trans-Dniester juga melalui Ukraina. Hal yang strategis lainnya yaitu sebagai tempat armada Laut Hitam Rusia, yang bertempat di Sevastopol di wilayah Crimea. Kedua, posisi Ukraina secara geopolitis menguntungkan Rusia dalam bidang ekonomi. Ukraina memiliki lebih dari 50 juta penduduk yang merupakan pasar yang besar. Selanjutnya fakta yang ada yaitu distribusi energi berupa migas ke Eropa melalui pipa yang dibangun di wilayah Ukraina. Juga sebagian hasil minyaknya dikirimkan melalui terminal minyak di pelabuhan–pelabuhan Ukraina seperti di Odessa, Yuzhnyi dan Feodosiia. Sehingga kepenitngan Rusia untuk mengontrol infrastruktur dam rute transportasi di Ukraina menjadi salah satu tujuan kebijakan luar negeri Rusia. Lagipula, industri logam, pertanian, milter Ukraina serta kelistrikan bergantung sepenuhnya kepada Rusia. Ketiga, banyaknya populasi masyarakat Rusia dengan sentimen pro-Rusia menjadi salah satu pemicu keinginan Rusia untuk menyatukan kembali Ukraina.
Sebagai negara berdaulat, Ukraina menginginkan kebebasan bertindak dari apa yang diinginkan oleh Rusia. Setelah adanya perjanjian Budapest, maka Rusia dan Amerika menghormati integritas dan kedaulatan Ukraina sebagai negara yang merdeka. Sejak 1994, Ukraina mulai mencanangkan penggabungan ke Uni Eropa dan NATO. Hal ini tidak dianggap sebagai sebuah ancaman, sebab Rusia juga menyatakan aspirasinya untuk bergabung dalam Uni Eropa yang tersirat pada pidato Putin kepada Federal Assembly di tahun 2003. Namun sejak 2005, dengan adanya dialog yang intensif dengan Ukraina, maka Rusia menganggap hal ini merupakan ancaman yang serius. Maka Putin memberikan ancamannya pada pertemuan NATO tahun 2008, yaitu jika Ukraina bergabung dengan NATO, maka negara ini akan berhenti untuk hidup (Golani, 2011:45).
Pada saat Ukraina merdeka, armada laut hitam dinyatakan sebagai bagian dari tentara Ukraina, dan  mengklaim seluruh properti milik eks Uni Sovyet dan nuklirnya menjadi milik mereka. Dengan langkah seperti ini, maka Ukraina dihambat dan ditekan oleh Rusia dengan menggunakan ekonomi dan politik dengan mengeksploitasi ketergantungan akan suplai energi serta banyaknya komunitas Rusia di Ukraina. Dengan banyaknya hutang biaya atas pembelian gas, Rusia menawarkan pertukaran program. Setelah menjalani banyak hambatan dan tantangan dari dalam negeri, maka pada bulan Mei 1997, Rusia menyetujui penghapusan hutang Ukraina dengan pertukaran persetujuan Ukraina untuk mengkontrakan Sevastopol selama 20 tahun sebagai perjanjian kedua negara tentang armada Laut Hitam. Pada April 2010, Rusia melonggarkan kembali hutang Ukraina dengan perjanjian kontrak Sevastopol sampai tahun 2042 (Medetsky, 2010). Setelah adanya krisis Crimea, maka Rusia mengakhiri perjanjian tersebut pada 31 Maret 2014 (TASS, 2014).


BAB IV
KESIMPULAN
Wilayah Crimea merupakan wilayah strategis bagi NATO dan Rusia.Di sisi lain, laut hitam merupakan wilayah penting karena merupakan jalur utama menuju timur tengah dan negara-negara kawasan mediterania. Bagi Rusia, Krimea penting untuk memperkuat pengaruhnya ke negara pada wilayah-wilayah tersebut. Rusia juga telah memiliki pangkalan angkatan laut utama di kota Crimea bernama Sevastopol dimana Rusia menaruh Armada Laut Hitamnya, namun karena selama ini lokasi tersebut dimiliki oleh pemerintah Ukraina, pergerakan militer Rusia terbatas karena masih berstatus menyewa dan tentunya segala aktifitas militer Rusia harus dengan sepengetahuan pemilik wilayah tersebut, yaitu pemerintah Ukraina. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu motif mengapa Rusia ingin memiliki wilayah tersebut.
Secara garis besar, Ukraina juga memiliki keinginan yang sama dengan Rusia untuk mempertahankan wilayah Krimea. Ukraina sebagai negara berdaualat ingin melepaskan pengaruh dari Rusia yang sudah sejak lama bercokol di wilayah tersebut. Disisi lain strategisnya wilayah Krimea dan Laut Hitam tentunya dibutuhkan Ukraina untuk mempertahankan kepentingannya. Secara hukum, Crimea adalah bagian dari Ukraina. Hal tersebut tertuang dalam sebuah memorandum yang menyatakan bahwa Crimea adalah sebuah republik otonom di Ukraina(Abadi, 2014). Memorandum tersebut ditanda tangani juga oleh AS, Inggris dan Perancis pada tahun 1994. Inilah yang menjadi dasar klaim bagi Ukraina.
Bagi Amerika Serika membendung pengaruh Russia merupakan salah satu motif mengapa Crimea tidak boleh jatuh menjadi wilayah Rusia kembali. Selain karena merupakan musuh lama pada masa perang dingin, secara strategik wilayah Crimea perlu dipertahankan untuk melemahkan pengaruh Rusia masuk ke wilayah timur tengah, Asia, dan Afrika. Jika dilihat secara geopolitk, Rusia berbatasan dengan negara-negara seperti Polandia, Belaruss, dan Ukraina. Dimana Polandia lebih cenderung condong ke pengaruh AS dan Bellarus condong ke pengaruh Rusia. Dengan demikian, Ukraina menjadi negara kunci untuk melemahkan pengaruh Rusia ke wilayah timur tengah. Selain itu AS bersama NATO ingin memasang sistem persenjataan balistik untk mengamankan kepentingan NATO di Ukraina dan Polandia, namun hal ini ditentang Rusia karena menganggap hal tersebut merupakan tindakan AS untuk memperkuat pengaruhnya. Di sisi lain Uni Eropa juga tidak ingin Rusia kembali menjadi negara yang kuat seperti halnya Uni Soviet. Bagi Uni Eropa, bayangan masa lalu pada saat terjadinya perang dunia ke 2 tentunya menjadi pertimbangan kuat untuk meredam pengaruh Rusia. Namun Uni Eropa tidak bisa begitu saja berkonfrontasi dengan Rusia, karena Uni Eropa sendiri masih memiliki ketergantungan Gas dari Rusia. Selain itu, kekuatan militer Rusia yang kuat dapat menjadi ancaman bagi negara-negara Uni Eropa.


Bibliography


Gloystein, H. (2014, Maret 7). Ukraine's Black Sea gas ambitions seen at risk over Crimea. Retrieved November 15, 2014, from Reuters: http://www.reuters.com/article/2014/03/07/ukraine-crisis-gas-crimea-idUSL6N0M41R320140307
Golani, H. Y. (2011). Policy in the Commonwealth of Independent States: The Cases of Belarus and Ukraine. Jerusalem, Israel.
Griffiths, M. (2007). Internation Relation Theory for the Twenty First Century An Introduction. New York : Routlegde.
Medetsky, A. (2010, April 22). Deal Struck on Gas, Black Sea Fleet. Retrieved November 25, 2014, from The Moscow Times: http://www.themoscowtimes.com/business/article/deal-struck-on-gas-black-sea-fleet/404501.html
Mustafa, A. (2004). Europe's next shore: the Black Sea region after EU enlargement. Paris: L'Alenconnaise d'Impressions.
Rose, G. (1998). Review:Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy. World Politics , 51 (1), 144-172.
Sugiono, M. (2004). Global Governance Sebagai Agenda Penelitian Dalam Studi Hubungan Internasional. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , 197.
TASS. (2014, Maret 31). State Duma approves denunciation of Russian-Ukrainian agreements on Black Sea Fleet. Retrieved November 25, 2014, from Tass-Russian News Agency: http://en.itar-tass.com/russia/725964
Trevor C. Salmon, M. F. (2008). Issues in Internatonal Relation 2nd. New York: Routlegde.
Wood, A. (2003). The Origins of the Russian Revolution, 1861-1917 (3rd Edition ed.). London: Routledge.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar