BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertentangan antara Blok Timur dan Blok Barak
pada Perang Dingin sebenarnya sudah berakhir dengan ditandai runtuhnya Uni
Soviet dan Amerika sebagai last man
standing. Akan tetapi, benih-benih dendam masih terlihat ketika Rusia
sebagai pewaris utama Uni Soviet tetap muncul sebagai anti-tesis Amerika
Serikat.
Kompetisi
Rusia dan Amerika Serikat melebar dalam perebutan power di kawasan Eropa. Negera Eropa Barat yang tergabung dalam
North Atlantic Treaty Organization (NATO) hadir sebagai sekutu Amerika Serikat
di wilayah Eropa. Sedangkan Rusia berusaha membangun kerjasama dengan
negara-negara pecahan Uni Soviet. Masalah muncul ketika negara pecahan Uni
Soviet lebih memilih untuk bergabung dengan NATO ketimbang dengan Rusia.
Kasus
yang paling menunjukan kompetisi antara Amerika Serikat dengan Rusia saat ini
adalah kasus Crimea. Crimea merupakan Republik Otonom Ukraina yang melakukan
referendum pemisahan diri dari Ukraina. Ukraina yang telah tergabung dalam NATO
dan lebih dekat dengan Eropa Barat dan Amerika Serikat membuat Rusia melakukan counter dengan mendukung kemerdekaan
Crimea dari Ukraina (Tempo 2014).
Dalam
memperjelas masalah ini, maka akan dibagi beberapa sub yang memperlihatkan
siapa aktor yang terlibat, apa kepentingan dan perannya dan bagaimana negosiasi
dan resolusi konflik yang dilakukan oleh antar aktor.
Aktor dan Kepentingan
Terdapat
beberapa aktor yang terlibat dalam masalah ini, diantaranya Amerika Serikat,
Rusia, NATO, Ukraina, dan Crimea.
Dalam
masalah ini, Amerika Serikat merupakan salah satu anggota NATO. Keterlibatan
Amerika Serikat dalam masalah ini untuk mendukung Ukraina mempertahankan
Crimea. Selain itu juga, Amerika Serikat hadir sebagai balance of power terhadap Rusia yang mulai mengembangkan pakta
Euresia Union dengan menggandeng negara-negara pecahan Uni Soviet.
Rusia
merupakan aktor negara yang menjadi competitor abadi Amerika Serikat. Kehadiran
Rusia dalam masalah ini untuk mendukung kemerdekaan Crimea. Selain itu juga,
Rusia mulai mengembangkan sayap Euresia Union ke negara-negara pecahan Uni
Soviet.
NATO
merupakan sebuah kerjasama collective
security yang dibangun oleh Amerika Serikat paska Perang Dunia II. NATO
awalnya dibangun dengan tujuan mengcounter
Pakta Warsawa buatan Uni Soviet kala itu. Namun, sejak Uni Soviet runtuh,
NATO mulai melebarkan sayap dengan menggandeng negara-negara pecahan Uni Soviet
seperti Ukraina.
Ukraina
awalnya bagian dari Uni Soviet. Kemudian paska runtuhnya Uni Soviet, Ukraina
mendeklarasikan diri sebagai negara berdaulat. Berjalannya waktu, Ukraina bergabung
dengan Uni Eropa dan NATO. Akan tetapi, masih terdapat beberapa wilayah di
Ukraina yang lebih memilih dekat dengan Rusia seperti Crimea.
Crimea
merupakah salah satu dari wilayah Ukraina yang lebih memilih bergabung dengan
Rusia. Penduduk Crimea 60% beretnis Rusia, sehingga tidak aneh mereka lebih
memilih dekat dengan Rusia ketimbang Barat.
Kondisi Interaksi
Masalah
Crimea saat ini bagaikan ladang pertempuran bagi kelompok yang pro-barat dan
pro-Rusia. Ukraina terpecah menjadi dua, ketika Presiden Ukraina Viktor
Yanukovych lebih condong ke Rusia. Sehingga terjadi penolakan
besar-besar yang melengserkan Presiden Viktor. Situasi perebuatan kekuasaan di
Ukraina sangatlah rumit, Amerika Serikat, NATO, Rusia, Uni Eropa bahkan tragedi
jatuhnya Pesawat Malaysia Airlines menambah runyam siapa aktor yang bertanggung
jawab dalam kecelakaan itu.
Dibawah ini akan digambarkan sebuah skema
yang menunjukan hubungan antar aktor yang terlibat dalam konflik di Semenanjung
Crimea tersebut.
KONDISI INTERAKSI ANTAR AKTOR
Kerjasama
Kompetisi
Rumitnya interaksi antar aktor
diatas menunjukan bahwa masalah Crimea mampu menjadi pemicu konfrontasi lama
antara Amerika Serikat dan Rusia sebagai pewaris utama Uni Soviet. Bahkan bukan
tidak mungkin, peperangan secara terbuka antara negara akan terjadi. Namun,
tren saat ini, setiap negara menghindari hal itu, mereka menggunakan forum negosiasi
di PBB atau Uni Eropa untuk saling menekan dan berargumentasi untuk menjatuhkan
lawannya.
Terjadinya ketegangan di Crimea antara
kepentingan Rusia dan pelanggaran kedaulatan Ukraina sampai kini masih
dibicarakan. Meskipun sudah ada resolusi yang tidak mengikat dari PBB tentang
masalah Crimea, namun Rusia tetap kokoh dalam pendiriannya ingin mendorong
Crimea untuk merdeka dan nantinya dapat bekerjasama dengan Rusia. Ketegangan di
Crimea tidaklah lepas dari beberapa faktor. Faktor utama yakni sejarah, Crimea
pernah menjadi republik pada tahun 1917 setelah Revolusi Rusia, namun menjadi
propinsi ketika perang dunia kedua berakhir. Dan pada tahun 1954, perdana
menteri Uni Sovyet saat itu yaitu Nikita Kruschev menyerahkan Crimea menjadi
bagian dari Ukraina yang pada saat itu masih menjadi bagian dari Uni Sovyet.
Pada tahun 1991, Crimea menjadi wilayah otonom seiring dengan berdirinya
Republik Ukraina.
Ukraina merupakan negara yang cukup
besar dan terletak bersebelahan dengan Uni Eropa, sehingga menyebabkan
ketertarikan Ukraina untuk bergabung dengan organisasi tersebut. Sebagai negara
bekas Uni Sovyet, Ukraina pernah menjadi tempat penyimpanan hulu ledak nuklir,
juga memiliki jumlah pasukan terbesar kedua setelah Rusia. Dengan kepemilikan
senjata nuklir ini, maka pada tahun 1994, sesuai dengan perjanjian antara
Rusia, Amerika Serikat dan Inggris, maka kedaulatan dan pengakuan diberikan
secara penuh dengan imbal balik agar Ukraina menyerahkan senjata nuklir
miliknya. Setelah hulu ledak senjata nuklirnya dilucuti dan diserahkan semua,
Ukraina merasa khawatir akan keamanannya sendiri. Sesuai dengan teori Realis
bahwa negara mempertimbangkan keamanannya sendiri (Rose, 1998, hal. 149) ,
maka Ukraina meminta NATO untuk dapat memberikan bantuan jika ada invasi ke
Crimea. Kesepakatan antara NATO dan Ukraina terjadi pada tahun 1997 yang
menjamin bantuan akan diberikan jika Ukraina terancam.
Dengan kedaulatan yang dimiliki Ukraina,
maka Ukraina bebas menentukan sikap dan kebijakan luar negerinya. Salah satu
kebijakan Ukraina untuk mendekati NATO dan Uni Eropa, membuat Rusia merasa
tidak aman. Sesuai dengan sejarah dan perang dingin, pihak barat merupakan
musuh bebuyutan dari Rusia (Sovyet pada masa itu). Kekhawatiran itu juga
memuncak akibat adanya pembagian kekuasaan operasional dengan Ukraina di Laut
Hitam, yang berbatasan langsung dengan Crimea. Apabila NATO dapat masuk ke Laut
Hitam lewat daerah Ukraina, maka kekayaan alam didalamnya akan tersedot dan
dieksploitasi oleh pihak barat. Hal tersebut didukung pula oleh konflik politik
Ukraina pada saat Parlemen Ukraina memecat Presiden Victor Yanukovych yang anti
bergabung dengan Uni Eropa. Maka pada tanggal 26 Februari 2014, pasukan pro
Rusia menduduki wilayah Crimea untuk mensukseskan pemisahan Crimea dari
Ukraina, sehingga dapat tetap berada dalam pengaruh Rusia.
Rumusan Masalah
Tulisan ini fokus pada analisis mengenai
isu perebutan kekuasaan di kawasan Crimea. Terdapat beberapa aktor yang ikut
terlibat dalam isu ini seperti AS, NATO, Rusia, Ukraina. Posisi Crimea yang
strategis bagi Rusia, menyebabkan Rusia bersikeras mendukung kemerdekaan Crimea
dari Ukraina. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas sejauh mana arti
penting Crimea bagi kubu AS, NATO, serta Ukraina dan bagi kubu Rusia.
BAB
II
KERANGKA
TEORI
Realisme Klasik
Bagi
kaum Realis Klasik, negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional yang
memiliki sistem internasional yang anarki. Oleh karena itu, Realisme mengkaji
fenomena-fenomena yang berkaitan langsung dengan negara sebagai aktor utamanya. Dalam politik
internasional, negara harus bersaing dan berjuang untuk mendapatkan kepentingan
nasionalnya berupa power. Power dalam arti konkret bisa berupa
ekonomi, militer, dan dalam arti abstrak adalah kemampuan negara untuk
mendominasi negara lainnya (Trevor C. Salmon, 2008) .
Dengan
menggunakan power maka negara bisa memenuhi seluruh kepentingan nasionalnya
yang tak bisa diakomodasi oleh domestiknya. Bagi Macchiavelli, dengan adanya power
maka sebuah negara dapat menjaga keamanan nasionalnya bahkan dengan menyerang
negara lain bisa dijadikan justifikasi sebagai usaha survive dalam dunia
internasional (Griffiths, 2007) . Bapak Realisme
Klasik, Hans Morghentau menyatakan bahwa negara mengejar kepentingan nasional
yang berupa power karena didasarkan atas human nature. Bagi
kalangan realis, human nature ini digambarkan dimana keadaan sebelum
terbentuknya negara, yaitu masih berbentuk individu yang berlomba-lomba untuk
saling mengalahkan sehingga terjadi konflik antar kelompok (Griffiths,
2007) .
Global
Governance
Global
governance merupakan konsep yang baru dalam kajian hubungan internasional pada
awal tahun 1990an (Sugiono, 2004) . Pertama kali terminologi global
governance diperkenalkan oleh Rosenau dan Czempiel dalam tulisannya berjudul Governance without Government (1992).
Konsep global governance menjadi kabur dan semakin luas. Para ahli hubungan
internasional seringkali berbeda pendapat mengenai arti dari konsep itu
sendiri.
Global
governance merupakan tatanan politik yang berkembang sebagai respon terhadap
globalisasi, atau lebih khusus lagi merupakan mekanisme atau sarana
institusional bagi kerjasama sebagai aktor negara ataupun bukan negara sebagai
konsekuensi munculnya globalisasi (Messner dalam Sugiono, 2004).
Stimulus
Respon
Teori
Stimulus Respon merupakan sebuah skema yang dilakukan oleh individu atau non
individu untuk merespon tindakan yang muncul dari luar. Menurut Fogus (1966)
persepsi adalah pelibatan seluruh indra seseorang dalam mencari sebuah
informasi. Bower (1989) juga mengatakan bahwa persepsi berkaitan dengan seluruh
proses yang berkenaan dengan rangsangan eksternal terhadap perilaku organism.
TEORI
STIMULUS RESPON
Melalui Teori Stimulus Respon, kita bisa
melihat tindakan yang dilakukan oleh Rusia dengan membantu dan mendukung Crimea
sebagai negara berdaulat merupakan respon atas kebijakan Ukraina yang cenderung
akan beraliansi dengan NATO. Oleh karena itu, Rusia beranggapan bahwa dengan
bergabungnya Ukraina ke NATO, akan berdampak buruk bagi kepentingan Rusia
terhadap jalur lalu lintas di Laut Hitam. Karena berdasarkan Geopolitik, Crimea
merupakan wilayah penting yang harus dipertahankan dominasinya oleh Rusia
sebagai jalur lalu lintas armada perang Laut Hitam milik Rusia.
Security Studies
Security atau dalam bahasa berarti
keamanan merupakan salah satu kajian utama dalam kajian Hubungan Internasional.
Security dalam artian sederhana ialah aman dari rasa sakit atau ancaman orang
lain. Jika dikaitkan dalam hubungan antar negara, security adalah keadaan atau
kondisi aktor yang merasa aman dari ancaman aktor lain (Griffiths, 2008:293).
Kaum Realis beranggapan bahwa aktor
utama dalam hubungan internasional adalah aktor negara. Negara yang memiliki
sifat rasional akan melindungi setiap kepentingan termasuk kedaulatan negara. Oleh
karena itu, negara akan selalu memaksimalkan atau mencari power
sebesar-besarnya untuk memperkuat kapabilitasnya.
Dalam konteks makalah ini, isu keamanan
bagi negara sangat kental terlihat. Tabrakan kepentingan antara dua kubu yaitu
kubu AS dan NATO melawan kepentingan Rusia di kawasan Laut Hitam. Perebutan
pengaruh atas Ukraina terkait letak strategis Ukraina dan Crimea yang menjadi
pintu bagi Armada laut Hitam Rusia.
BAB
III
PEMBAHASAN
Permasalahan
Crimea bukanlah masalah sederhana yang terjadi hanya dalam beberapa tahun
terakhir. Namun permasalahannya sesuai dengan faktor sejarah yang terjadi sejak
mulai Revolusi Rusia pada tahun 1917 dengan digulingkannya sistem pemerintahan
Tsar, dan berdirinya sistem republik liberal (Wood, 2003) . Selanjutnya beralih
setelah perang dunia ke-2, dimana Rusia (Sovyet kala itu) berebut pengaruh di
bagian Eropa Timur dengan pihak sekutu yang memiliki pengaruh di Eropa Barat. Hal
ini memicu terjadinya perang dingin, dengan motornya adalah Amerika Serikat
dibantu anggota NATO melawan Uni Sovyet. Pecahnya Uni Sovyet pada tahun 1991,
tidaklah menghentikan perang dingin secara keseluruhan. Meskipun di permukaan
tampak bahwa Rusia dan Amerika Serikat sudah berbaikan, namun dengan adanya
kepentingan Nasional masing-masing, maka konflik kepentingan terus berlanjut.
Laut Hitam yang dulunya merupakan bagian
dari kekuasaan Uni Sovyet, memiliki banyak kandungan gas bumi yang menjadi
andalan Ukraina. Meskipun berada di wilayah Uni Sovyet, eksplorasi minyak bumi
juga diadakan oleh perusahaan asing seperti Exxon Mobil, Royal Dutch Shell, ENI
dan OMV (Gloystein, 2014) . Dengan adanya pengembangan bagi
perusahaan asing lainnya, maka perusahaan gas Rusia seperti Gazprom tidak dapat
mengeksplorasi wilayah Laut Hitam. Faktor kepentingan inilah merupakan salah
satu penyebab munculnya kepentingan Rusia untuk mengamankan jalur suplai dan
produksi gas bumi.
Dengan potensi kekayaan dan ekonominya,
negara-negara disekitar Laut Hitam membentuk suatu badan kerjasama ekonomi pada
Juni 1992 yang dinamakan The Black Sea Economic Cooperation (BSEC) dan
dilegalkan pada 1 Mei 1999, dimana anggotanya terdiri dari 6 negara yang
berbatasan langsung dengan Laut Hitam (Bulgaria, Georgia, Romania, Russia,
Turki dan Ukraina), dengan 5 negara tetangga (Albania, armenia, Azerbaijan,
Yunani dan Moldova) serta negara lainnya seperti Makedonia, Serbia, Montenegro,
Austria, Perancis, Jerman, Israel, Italia, Polandia, Slovakia, dan Tunisia (Mustafa, 2004) . BSEC mempromosikan
kerjasama perdagangan dan mempromosikan keamanan serta perdamaian bersama di
Laut Hitam. Meskipun Rusia tergabung dalam organisasi ini, namun masih memiliki
konflik dengan Ukraina tentang nasib dari Armada Laut Hitam eks-Uni Sovyet.
Dengan
melihat penjelasan diatas maka beberapa aktor utama dalam krisis Crimea dapat
disebutkan seperti Rusia dan Ukraina. Selanjutnya ada aktor lain yang
berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan keamanan wilayah Eropa dan juga
Ukraina yaitu adanya NATO yang didukung oleh Amerika Serikat. Juga adanya
organisasi Uni Eropa yang berkepentingan dengan kelangsungan suplai sumber daya
energi. Dan kerangka ekonomi lainnya yang terkena dampaknya adalah negara
tetangga yang tergabung dalam BSEC. Melihat betapa rumitnya permasalahan ini,
organisasi internasional yaitu PBB juga turut serta dalam menentukan arah
kebijakan dan negosiasi antar pihak.
Kepentingan Rusia di
Ukraina Berdasarkan Teori Stimulus Respon
Ukraina merupakan negara di Eropa bagian
timur, yang berdekatan dan berbatasan langsung dengan Rusia. Dengan geopolitik
seperti ini, maka kebijakan luar negeri Rusia mengadopsi beberapa pertimbangan (Golani, 2011) . Pertama, Ukraina
merupakan sabuk pengaman yang strategis bagi Rusia. Dengan geografinya, Ukraina
berada di tengah-tengah antara pihak barat dan Rusia. Dengan pertimbangan ini
maka Rusia harus memastikan kesetiaan Ukraina, terutama dengan munculnya
rencana pengembangan NATO dan Uni Eropa ke bagian Eropa timur. Selanjutnya juga
rute perdagangan ke arah pegunungan Balkan, Mediteranian dan wilayah
Trans-Dniester juga melalui Ukraina. Hal yang strategis lainnya yaitu sebagai
tempat armada Laut Hitam Rusia, yang bertempat di Sevastopol di wilayah Crimea.
Kedua, posisi Ukraina secara geopolitis menguntungkan Rusia dalam bidang
ekonomi. Ukraina memiliki lebih dari 50 juta penduduk yang merupakan pasar yang
besar. Selanjutnya fakta yang ada yaitu distribusi energi berupa migas ke Eropa
melalui pipa yang dibangun di wilayah Ukraina. Juga sebagian hasil minyaknya
dikirimkan melalui terminal minyak di pelabuhan–pelabuhan Ukraina seperti di
Odessa, Yuzhnyi dan Feodosiia. Sehingga kepenitngan Rusia untuk mengontrol
infrastruktur dam rute transportasi di Ukraina menjadi salah satu tujuan
kebijakan luar negeri Rusia. Lagipula, industri logam, pertanian, milter
Ukraina serta kelistrikan bergantung sepenuhnya kepada Rusia. Ketiga, banyaknya
populasi masyarakat Rusia dengan sentimen pro-Rusia menjadi salah satu pemicu
keinginan Rusia untuk menyatukan kembali Ukraina.
Sebagai negara berdaulat, Ukraina
menginginkan kebebasan bertindak dari apa yang diinginkan oleh Rusia. Setelah
adanya perjanjian Budapest, maka Rusia dan Amerika menghormati integritas dan
kedaulatan Ukraina sebagai negara yang merdeka. Sejak 1994, Ukraina mulai
mencanangkan penggabungan ke Uni Eropa dan NATO. Hal ini tidak dianggap sebagai
sebuah ancaman, sebab Rusia juga menyatakan aspirasinya untuk bergabung dalam
Uni Eropa yang tersirat pada pidato Putin kepada Federal Assembly di tahun
2003. Namun sejak 2005, dengan adanya dialog yang intensif dengan Ukraina, maka
Rusia menganggap hal ini merupakan ancaman yang serius. Maka Putin memberikan
ancamannya pada pertemuan NATO tahun 2008, yaitu jika Ukraina bergabung dengan
NATO, maka negara ini akan berhenti untuk hidup (Golani,
2011:45).
Pada saat Ukraina merdeka, armada laut
hitam dinyatakan sebagai bagian dari tentara Ukraina, dan mengklaim seluruh properti milik eks Uni
Sovyet dan nuklirnya menjadi milik mereka. Dengan langkah seperti ini, maka
Ukraina dihambat dan ditekan oleh Rusia dengan menggunakan ekonomi dan politik
dengan mengeksploitasi ketergantungan akan suplai energi serta banyaknya komunitas
Rusia di Ukraina. Dengan banyaknya hutang biaya atas pembelian gas, Rusia
menawarkan pertukaran program. Setelah menjalani banyak hambatan dan tantangan
dari dalam negeri, maka pada bulan Mei 1997, Rusia menyetujui penghapusan
hutang Ukraina dengan pertukaran persetujuan Ukraina untuk mengkontrakan
Sevastopol selama 20 tahun sebagai perjanjian kedua negara tentang armada Laut
Hitam. Pada April 2010, Rusia melonggarkan kembali hutang Ukraina dengan
perjanjian kontrak Sevastopol sampai tahun 2042 (Medetsky, 2010) . Setelah adanya krisis Crimea, maka
Rusia mengakhiri perjanjian tersebut pada 31 Maret 2014 (TASS, 2014) .
BAB
IV
KESIMPULAN
Wilayah
Crimea merupakan wilayah strategis bagi NATO dan Rusia.Di sisi lain, laut hitam
merupakan wilayah penting karena merupakan jalur utama menuju timur tengah dan
negara-negara kawasan mediterania. Bagi Rusia, Krimea penting untuk memperkuat
pengaruhnya ke negara pada wilayah-wilayah tersebut. Rusia juga telah memiliki
pangkalan angkatan laut utama di kota Crimea bernama Sevastopol dimana Rusia
menaruh Armada Laut Hitamnya, namun karena selama ini lokasi tersebut dimiliki
oleh pemerintah Ukraina, pergerakan militer Rusia terbatas karena masih
berstatus menyewa dan tentunya segala aktifitas militer Rusia harus dengan
sepengetahuan pemilik wilayah tersebut, yaitu pemerintah Ukraina. Hal inilah
yang kemudian menjadi salah satu motif mengapa Rusia ingin memiliki wilayah
tersebut.
Secara
garis besar, Ukraina juga memiliki keinginan yang sama dengan Rusia untuk
mempertahankan wilayah Krimea. Ukraina sebagai negara berdaualat ingin
melepaskan pengaruh dari Rusia yang sudah sejak lama bercokol di wilayah
tersebut. Disisi lain strategisnya wilayah Krimea dan Laut Hitam tentunya
dibutuhkan Ukraina untuk mempertahankan kepentingannya. Secara hukum, Crimea
adalah bagian dari Ukraina. Hal tersebut tertuang dalam sebuah memorandum yang
menyatakan bahwa Crimea adalah sebuah republik otonom di Ukraina(Abadi, 2014) . Memorandum tersebut ditanda tangani juga oleh AS, Inggris dan Perancis pada
tahun 1994. Inilah yang menjadi dasar klaim bagi Ukraina.
Bagi
Amerika Serika membendung pengaruh Russia merupakan salah satu motif mengapa
Crimea tidak boleh jatuh menjadi wilayah Rusia kembali. Selain karena merupakan
musuh lama pada masa perang dingin, secara strategik wilayah Crimea perlu
dipertahankan untuk melemahkan pengaruh Rusia masuk ke wilayah timur tengah,
Asia, dan Afrika. Jika dilihat secara geopolitk, Rusia berbatasan dengan
negara-negara seperti Polandia, Belaruss, dan Ukraina. Dimana Polandia lebih
cenderung condong ke pengaruh AS dan Bellarus condong ke pengaruh Rusia. Dengan
demikian, Ukraina menjadi negara kunci untuk melemahkan pengaruh Rusia ke
wilayah timur tengah. Selain itu AS bersama NATO ingin memasang sistem
persenjataan balistik untk mengamankan kepentingan NATO di Ukraina dan Polandia,
namun hal ini ditentang Rusia karena menganggap hal tersebut merupakan tindakan
AS untuk memperkuat pengaruhnya. Di sisi lain Uni Eropa juga tidak ingin Rusia
kembali menjadi negara yang kuat seperti halnya Uni Soviet. Bagi Uni Eropa,
bayangan masa lalu pada saat terjadinya perang dunia ke 2 tentunya menjadi
pertimbangan kuat untuk meredam pengaruh Rusia. Namun Uni Eropa tidak bisa
begitu saja berkonfrontasi dengan Rusia, karena Uni Eropa sendiri masih
memiliki ketergantungan Gas dari Rusia. Selain itu, kekuatan militer Rusia yang
kuat dapat menjadi ancaman bagi negara-negara Uni Eropa.
Bibliography
Gloystein, H. (2014, Maret 7). Ukraine's Black
Sea gas ambitions seen at risk over Crimea. Retrieved November 15, 2014,
from Reuters:
http://www.reuters.com/article/2014/03/07/ukraine-crisis-gas-crimea-idUSL6N0M41R320140307
Golani, H. Y. (2011).
Policy in the Commonwealth of Independent States: The Cases of Belarus and
Ukraine. Jerusalem, Israel.
Griffiths, M. (2007).
Internation Relation Theory for the Twenty First Century An Introduction.
New York : Routlegde.
Medetsky, A. (2010,
April 22). Deal Struck on Gas, Black Sea Fleet. Retrieved November 25,
2014, from The Moscow Times: http://www.themoscowtimes.com/business/article/deal-struck-on-gas-black-sea-fleet/404501.html
Mustafa, A. (2004). Europe's
next shore: the Black Sea region after EU enlargement. Paris:
L'Alenconnaise d'Impressions.
Rose, G. (1998).
Review:Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy. World Politics
, 51 (1), 144-172.
Sugiono, M. (2004).
Global Governance Sebagai Agenda Penelitian Dalam Studi Hubungan
Internasional. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , 197.
TASS. (2014, Maret
31). State Duma approves denunciation of Russian-Ukrainian agreements on
Black Sea Fleet. Retrieved November 25, 2014, from Tass-Russian News
Agency: http://en.itar-tass.com/russia/725964
Trevor C. Salmon, M.
F. (2008). Issues in Internatonal Relation 2nd. New York: Routlegde.
Wood, A. (2003). The
Origins of the Russian Revolution, 1861-1917 (3rd Edition ed.). London:
Routledge.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar