Pertentangan antara Blok Timur dan Blok Barak
pada Perang Dingin sebenarnya sudah berakhir dengan ditandai runtuhnya Uni
Soviet dan Amerika sebagai last man
standing. Akan tetapi, benih-benih dendam masih terlihat ketika Rusia
sebagai pewari Uni Soviet tetap muncul sebagai anti-tesis Amerika Serikat.
Kompetisi Rusia dan Amerika Serikat melebar
dalam perebutan power di kawasan
Eropa. Negera Eropa Barat yang tergabung dalam North Atlantic Treaty
Organization (NATO) hadir sebagai sekutu Amerika Serikat di wilayah Eropa.
Sedangkan Rusia berusaha membangun kerjasama dengan negara-negara pecahan Uni
Soviet. Masalah muncul ketika negara pecahan Uni Soviet lebih memilih untuk
bergabung dengan NATO ketimbang dengan Rusia.
Kasus yang paling menunjukan kompetisi antara
Amerika Serikat dengan Rusia saat ini adalah kasus Crimea. Crimea merupakan
Republik Otonom Ukraina yang melakukan referendum pemisahan diri dari Ukraina.
Ukraina yang telah tergabung dalam NATO dan lebih dekat dengan Eropa Barat dan
Amerika Serikat membuat Rusia melakukan counter
dengan mendukung kemerdekaan Crimea dari Ukraina (Tempo 2014).
Dalam memperjelas masalah ini, maka akan
dibagi beberapa sub yang memperlihatkan siapa aktor yang terlibat, apa
kepentingan dan perannya dan bagaimana negosiasi dan resolusi konflik yang
dilakukan oleh antar aktor.
Aktor
Terdapat beberapa aktor yang terlibat dalam
masalah ini, diantaranya Amerika Serikat, Rusia, NATO, Ukraina, dan Crimea.
Dalam masalah ini, Amerika Serikat merupakan
salah satu anggota NATO. Keterlibatan Amerika Serikat dalam masalah ini untuk
mendukung Ukraina mempertahankan Crimea. Selain itu juga, Amerika Serikat hadir
sebagai balance of power terhadap
Rusia yang mulai mengembangkan pakta Euresia Union dengan menggandeng
negara-negara pecahan Uni Soviet.
Rusia merupakan aktor negara yang menjadi
competitor abadi Amerika Serikat. Kehadiran Rusia dalam masalah ini untuk
mendukung kemerdekaan Crimea. Selain itu juga, Rusia mulai mengembangkan sayap
Euresia Union ke negara-negara pecahan Uni Soviet.
NATO merupakan sebuah kerjasama collective security yang dibangun oleh
Amerika Serikat paska Perang Dunia II. NATO awalnya dibangun dengan tujuan mengcounter Pakta Warsawa buatan Uni Soviet
kala itu. Namun, sejak Uni Soviet runtuh, NATO mulai melebarkan sayap dengan
menggandeng negara-negara pecahan Uni Soviet seperti Ukraina.
Ukraina awalnya bagian dari Uni Soviet.
Kemudian paska runtuhnya Uni Soviet, Ukraina mendeklarasikan diri sebagai
negara berdaulat. Berjalannya waktu, Ukraina bergabung dengan Uni Eropa dan
NATO. Akan tetapi, masih terdapat beberapa wilayah di Ukraina yang lebih
memilih dekat dengan Rusia seperti Crimea.
Crimea merupakah salah satu dari wilayah
Ukraina yang lebih memilih bergabung dengan Rusia. Penduduk Crimea 60% beretnis
Rusia, sehingga tidak aneh mereka lebih memilih dekat dengan Rusia ketimbang
Barat.
Kondisi
Interaksi
Masalah Crimea saat ini bagaikan ladang
pertempuran bagi kelompok yang pro-barat dan pro-Rusia. Ukraina terpecah
menjadi dua, ketika Presiden Ukraina Viktor Yanukovych lebih
condong ke Rusia. Sehingga terjadi penolakan besar-besar yang melengserkan
Presiden Viktor. Situasi perebuatan kekuasaan di Ukraina sangatlah rumit,
Amerika Serikat, NATO, Rusia, Uni Eropa bahkan tragedi jatuhnya Pesawat
Malaysia Airlines menambah runyam siapa aktor yang bertanggung jawab dalam
kecelakaan itu.
Dibawah
ini akan digambarkan sebuah skema yang menunjukan hubungan antar aktor yang
terlibat dalam konflik di Semenanjung Crimea tersebut.
Kerjasama
Kompetisi
Rumitnya interaksi antar aktor diatas
menunjukan bahwa masalah Crimea mampu menjadi pemicu konfrontasi lama antara
Amerika Serikat dan Rusia sebagai pewaris utama Uni Soviet. Bahkan bukan tidak
mungkin, peperangan secara terbuka antara negara akan terjadi. Namun, tren saat
ini, setiap negara menghindari hal itu, mereka menggunakan forum negosiasi di
PBB atau Uni Eropa untuk saling menekan dan berargumentasi untuk menjatuhkan
lawannya.
Negosiasi
Penyelesaian Kasus
Dalam usaha penyelesaian kasus ini, jalur
diplomasi dan negosiasi memang harus dikedepankan oleh semua pihak. Karena isu
ini mulai melebar menjadi isu pada Perang Dingin masa lampau, antara Blok Barat
dan Blok Timur. Paska dilengserkannya Presiden Ukraina Viktor yang pro-Rusia,
Perdana Menteri Ukraina, Arseny menyatakan bahwa Ukraina siap bernegosiasi
dengan Rusia dalam penyelesaian kasus ini (Republika 2014).
Pada bulan Agustus 2014, Presiden Ukraina
Petro Poroshenko bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Minsk,
Belarusia (News Okezone 2014). Dalam pertemuan tersebut, Poroshenko berharap
kasus Crimea ini dapat diselesaikan dengan damai.
Dalam pandangan penulis, masalah Crimea
memang harus dipecahkan secara bilateral antara Ukraina dengan Rusia. Karena
Rusia mengklaim bahwa mayoritas etnis Rusia di Crimea mengalami ancaman
sehingga Rusia memiliki kewajiban untuk melindungi warga Crimea. Situasi makin
memburuk ketika Amerika Serikat dan Uni Eropa ikut campur. Namun, keterlibatan
Amerika Serikat, Uni Eropa dan NATO dapat dibenarkan karena Ukraina salah satu
anggota Uni Eropa dan NATO.
Daftar
Pustaka
Republika. 2014. Ukraina Siap Dialog Dengan
Rusia Soal Crimea. Diakses pada 28/1/2015.http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/14/03/13/n2d7we-ukraina-siap-dialog-dengan-rusia-soal-crimea
Okezone. 2014. Negosiasi Akhiri Krisis Di
Ukraina Berakhir Gagal. Diakses pada 28/1/2015.http://news.okezone.com/read/2014/03/06/414/950753/negosiasi-akhiri-krisis-di-ukraina-berakhir-gagal
Tempo. 2014. Internasional-Ukraina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar