Dalam ilmu
Hubungan Internasional, salah satunya membahas mengenai interaksi-interaksi
antar negara dalam mencapai kepentingan nasionalnya. Agar mencapai kepentingan
nasional, negara akan melakukan apa saja termasuk berkompetisi, bekerjasama,
berintegrasi dan berkonflik. Negara akan melakukan kebijakan luar negeri
terhadap negara lain melalui alat kebijakan luar negeri yaitu diplomasi.
Dalam buku
Pengantar Ilmu Hubungan Internasional yang disusun oleh Perwita dan Yanyan,
dijelaskan bahwa secara umum kebijakan luar negeri atau politik luar negeri
merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap, arah serta sasaran untuk
mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional di dalam
percaturan dunia internasional. Maka, kebijakan luar negeri adalah sebuah
instrument yang harus disusun oleh negara terhadap negara lain untuk melakukan
interaksi demi mencapai kepentingan nasional.
Menurut Rosenau,
kebijakan luar negeri atau politik luar negeri merupakan upaya suatu negara
melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya yang mengatasi dan memperoleh
keuntungan dari lingkungan eksternalnya (Perwita & Yani, 2006) . Kebijakan luar
negeri menurut Rosenau digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup sebuah
negara. Sedangkan menurut Holsti, kebijakan luar negeri merupakan sebuah
kebijakan yang diambil oleh pemerintahan sebuah negara atau komunitas politik
lainnya dalam hubungan dengan negara dan aktor bukan negara dalam dunia
internasional (Hara, 2011) . Kebijakan luar
negeri berguna sebagai jembatan batas wilayah dalam negeri dan lingkungan
internasional. Kebijakan luar negeri dapat berupa hubungan diplomatic,
mengeluarkan doktrin, membuat aliansi dan mencanangkan tujuan jangka pendek dan
jangka panjang. Lalu definisi klasik diberikan oleh Carlsnaes bahwa kebijakan
luar negeri merupakan tindakan-tindakan yang diarahkan ke tujuan, kondisi dan
aktor (negara atau non negara) yang berada di luar wilayah territorial mereka
dan yang ingin mereka pengaruhi. Tindakan-tindakan itu diekspresikan dalam
bentuk tujuan-tujuan, komitmen dan/atau arah yang dinyatakan secara eksplisit
dan yang dilakukan oleh wakil-wakil pemerintah yang bertindak atas nama
negara/komunitas yang berdaulat (Carlsnaes, 2002:335 dalam Hara, 2011).
Mempelajari
kebijakan luar negeri sebuah negara, maka dalam Ilmu Hubungan Internasional
dikenal dengan sub-disiplin bernama Analisis Kebijakan Luar Negeri atau
Analisis Politik Luar Negeri. Menurut Hudson dalam Eby Hara, Analisis politik
luar negeri adalah sub-disiplin Hubungan Internasional yang mencoba menjelaskan
politik luar negeri atau perilaku politik luar negeri sebuah negara berdasarkan
landasan teoritis para pembuat keputusan yang bertindak sendirian maupun
berkelompok.
Analisa Politik Luar Negeri (Anapol) merupakan cabang dari ilmu
politik yang terkait dengan perkembangan teori dan studi empiris mengenai
proses dan outcome dari politik luar negeri. Anapol melibatkan studi tentang
bagaimana sebuah Negara membuat kebijakan luar negerinya. Anapol akan menganalisa
proses pembuatan keputusan oleh karena itu akan mempelajari politik
internasional maupun politik dalam negeri. Anapol juga berasal dari studi
tentang diplomasi, perangm organisasi antar pemerintah serta sanksi ekonomi
yang masing-masing merupakan sarana bagi negara untuk mengimplementasikan
kebijakan luar negerinya.
Anapol juga dianggap
sebagai sub-field dari studi hubungan internasional yang bertujuan untuk memahami
proses-proses di luar pembuatan keputusan kebijakan luar negeri. Tokoh
terkemuka di bidang studi ini adalah Snyder, Rosenau, and Allison. Menurut
foreignpolicyanalysis.org, “Sebagai sebuah bidang ilmu, anapol dicirikan dengan
fokusnya pada spesifik actor. Sederhanya, dalam mempelajari proses, efek, sebab,
ataupun output dari pembuatan keputusan kebijakan luar negeri baik secara
perbandingan ataupun spesifik kasus.
Argument mendasar dan seringkali implisit menyatakan bahwa manusia bertindak
sebagai sebuah kelompok maupun dalam sebuah kelimpok, membuat dan menyebabkan
perubahan dalam politik internasional.”
Tahap-Tahap dalam Pembuatan Keputusan
Pembuatan kebijakan luar negeri
melibatkan beberapa tahapan:
- Assessment of the international and
domestic political environment – (Penilaian terhadap lingkungan politik
internasional dan pollitik dalam negeri):
Kebijakan luar negeri dibuat dan dijalankan dalam konteks politik
internasional dan dalam negeri, yang harus dipahami oleh sebuah Negara untuk
menentukan pilihan kebijakan luar negeri yang terbaik. Contohnya, sebuah Negara
perlu merespon sebuah krisis internasional.
- Goal setting (Penetuan Tujuan)- Sebuah
Negara memiliki berbagai macam tujuan kebijakan luar negeri. Negara harus
menentukan tujuan mana yang dipengaruhi oleh lingkungan politik
international dan nasional pada saat tertentu. Selain itu tujuan-tujuan
kebijakan luar negeri bisa bertentangan sehingga membutuhkan Negara untuk
menyusun prioritas.
- Determination of policy options
(Menentukan pilihan-pilihan kebijakan)- Sebuah Negara harus menentukan
pilihan-pilihan kebijakan apa yang tersedia untuk memenuhi tujuan atau
rangkaian tujuan dalam lingkungan politik. Hal ini melibatkan sebuah
penilaian atas kapasitas Negara untuk menerapkan pilihan-pilihan kebijakan
serta sebuah penilaian atas konsekuensi-konsekuensi atas tipa pilihan
kebijakan.
- Formal decision making action (Tindakan
pembuatan keputusan formal)- Sebuah keputusan kebijakan luar negeri formal
akan diambil pada sebuah tingkatan di dalam pemerintahan. Keputusan
kebijakan luar negeri biasanya dibuat oleh cabang ekesekutif dari
pemerintah. Aktor-aktor atau institusi-institusi pemerintah yang umumnya
membuat keputusan kebijakan luar negeri mencakup: kepala Negara (seperti
presiden) atau kepala pemerintahan (seperti perdana menteri), cabinet atau
pun menteri.
- Implementation of chosen policy option
(Implementasi dari pilihan kebijakan yang dipilih)- Ketika sebuah pilihan
kebijakan luar negeri telah dipilih, dan sebuah keputusan formal telah
dibuat, maka kebijakan tersebut harus diimplementasikan. Kebijakan luar
negeri umumnya dilaksanakan oleh badan-badan birokrasi Negara yang khusus
menangani kebijakan luar negeri seperti Kemenlu atau Kemenhan. Kementerian
lain juga berperan dalam menerapkan kebijakan luar negeri , seperti
kementerian perdagangan, pertahanan ataupun bantuan luar negeri.
Pendekatan Utama
Model Rational actor (actor
rasional)
Model rational actor berdasarkan pada teori rational choice. Model ini
menganggap Negara sebagai unit analisa primer dan hubungan antar negara (atau
HI) sebagai konteks untuk menganalisis ( (Sorensen, 2013) . Negara dilihat
sebagai actor kesatuan yang monolitik, mampu membuat keputusan-keputusan
rasional berdasarkan peringkat dan maksimalissi nilai yang cenderung lebih
disukai.
Dalam model aktor rasional, negara diibaratkan seperti aktor
individual yang mementingkan kepentingan sendiri dan diasumsikan memiliki
pengetahuan terhadap situasi serta mencoba untuk memaksimal apa saja nilai dan
tujuan yang berdasarkan situasi yang ada (Hara, 2011) . Negara akan mencari
dan mempertahankan kepentingan nasionalnya dengan menggunakan segala cara.
Dalam model ini, pemerintah dianggap sebagai entitas utama yang memiliki
seperangkat tujuan-tujuan, mengevaluasinya berdasarkan keuntungan, dan kemudian
memilih salah satu kebijakan yang memberikan keuntungan lebih atau paling
tinggi.
Contoh kasus dalam model aktor rasional adalah kasus Misil Kuba pada
tahun 1961. Graham T Allison membeberkan penjelasan model aktor rasional dalam
mengkaji kasus ini yaitu sebagai berikut. Presiden AS saat itu, John F. Kennedy
pada tahun 1961 mengungkapkan bahwa Uni Soviet memiliki jumlah ICBM yang lebih
sedikit daripada yang mereka katakan. Merespon pernyataan Presiden AS, Presiden
Uni Soviet kala itu, Nikita Kurschev memerintahkan instalasi misil nuklir jarak
dekat di Kuba. Jadi, Uni Soviet ingin membuktikan bahwa mereka memiliki misil
ICBM lebih banyak dari apa yang diperkirakan AS. Uni Soviet mengisi kekurangan
misil yang disebut AS itu untuk memperkuat posisi dalam perang dingin. Mereka
berani melakukan ini karena dulu Kennedy tidak berhasil mendukung invasi Teluk
Babi di Kuba. Berdasarkan pengalaman ini, mereka percaya bahwa AS tidak akan
memberikan respon yang keras.
Kennedy dan penasihatnya di Dewan Eksekutif (ExCom) mengevaluasi
sejumlah pilihan mulai dari tidak melakukan apa-apa sampai invasi penuh ke
Kuba. Akhirnya, AS memutuskan untuk melakukan blockade ke Kuba karena tidak
akan meningkat kepada perang dank arena keputusan ini juga memaksa Uni Soviet
untuk melakukan langkah berikutnya. Karena kekhawatiran akan penghancuran
nuklir bersama, Soviet tidak memiliki pilihan lain kecuali tunduk pada tuntutan
AS untuk memindahkan senjata-senjata mereka.
Menurut model rational actor, sebuah proses pembuatan keputusan yang
rasional digunakan oleh negara yang prosesnya mencakup:
- Goal setting and ranking (penentuan tujuan dan peringkat).
- Consideration of options (pertimbangan pilihan-pilihan).
- Assessment of consequences (penilaian konsekuensi).
- Profit-maximization (maksimalisasi keuntungan).
Model rational actor mendapat kritik karena cenderung mengabaikan
serangkaian variable politik yang menurut Michael Clarke mencakup: “keputusan
politis, keputusan non politis, prosedur birokratis, keberlanjutan kebijakan
sebelumnya dan kecelakaan ringan.”
Model-model lain:
- Inter-branch
politics model (model antar cabang politik)
- Bureaucratic
politics model (model politik birokratis) - Pada model ini pembuatan
keputusan dibagi di antara lebih dari satu kelompok. Badan-badan
pemerintahan yang berbeda membuat kebijakan secara kompetitif.
- Organizational process model (model proses organisasi)
- Self-aggrandizement model (model
berlebihan sendiri) - pada model ini seorang pemimpin bertindak atas nama
kepentingannya sendiri.
- Political process model (model proses
politik) - Pada model ini badan pembuat keputusan dipengaruhi oleh banyak
actor-aktor non pemerintah seperti LSM ataupun media.
Dalam analisis
politik luar negeri atau kebijakan luar negeri terdapat tiga level analisis
yang dipisahkan untuk menunjukan siapa yang terlibat dan memiliki peran dalam
terciptanya sebuah kebijakan (Sorensen, 2013) , yaitu sebagai
berikut
1. Level
sistem
Dalam level
sistem, perlu mempertimbangkan beberapa faktor seperti distribusi power setiap
negara, ketergantungan politik dan ekonomi, ideology, dan lain-lain.
2. Level
negara
Dalam level
negara, perlu mempertimbangkan beberapa aspek yaitu, tipe pemerintahan,
demokrasi atau otokrasi, hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya,
birokrasi.
3. Level
individu
Dalam level
individu, perlu mempertimbangkan beberapa hal yaitu, ideology, jalan pemikiran,
kepercayaan, kualitas personal seorang pemimpin.
Level sistem
menjelaskan kebijakan luar negeri sebuah negara tergantung kondisi yang sedang
terjadi dalam lingkungan internasional sehingga negara terpaksa harus merespon
kondisi tersebut dengan mengeluarkan kebijakan luar negeri. Contoh kasus,
ketika ada Arab Spring, Indonesia mau
tidak mau harus merespon keadaan tersebut, entah dengan mengeluarkan kebijakan
untuk memperingatkan rakyat Indonesia yang sedang berada di negara yang
mengalami pergolakan politik di Timut Tengah harus berhati-hati.
Dalam level
analisis negara, kebijakan luar negeri merupakan kebijakan yang diformulasikan
oleh entitas yang ada dalam negara seperti pemerintah, komunitas, public, dan
lain-lain. Pemerintah merupakan entitas utama yang menentukan sebuah kebijakan
luar negeri suatu negara. Contoh kasus, kebijakan luar negeri Indonesia dalam
kegiatan ekspor-impor bahan bakar minyak. Yang menentukan kebijakan tersebut
adalah pemerintah yang didalamnya ada presiden, kementerian BUMN, Pertamina dan
lain-lain.
Dalam level
analisis individu, seorang pemimpin negara adalah penentu kebijakan sebuah
negara. Dia yang menentukan ke arah mana kebijakan negara akan ditujukan. Maka,
seorang pemimpin negara tersebut harus memiliki kapasitas dan kualitas yang
mumpuni untuk memimpin sebuah negara. kapasitas tersebut dapat berupa
pengalaman, pendidikan, dan kepercayaan. Contoh kasus, Republik Iran merupakan
salah satu negara yang memiliki pemimpin kuat dalam menentukan arah kebijakan
luar negerinya yaitu dengan keberadaan Ayatullah Khomeini. Dia merupakan
pemimpin spiritual tertinggi dan penentu setiap kebijakan luar negeri yang akan
diambil oleh pemerintah Iran sendiri.
Security studies (Kajian Keamanan)
Security atau
keamanan merupakan sebuah konsep yang terkait dengan Ilmu Hubungan
Internasional. Definisi umum dan seringkali dipakai oleh para penstudi HI
adalah definisi yang dikeluarkan oleh Barry Buzan dalam bukunya people, state and fear (Buzan, 1991) bahwa keamanan adalah:
“security, in any objective sense, measures
the absence of threat to acquired values, in a subjective sense, the absence of
fear that such values will be attacked”.
Dalam tulisan ini, penulis hanya akan membahas satu konsep dalam security studies yaitu Konsep Human Secuirty. Konsep Human Security tercipta dari pendekatan
tradisional. Konsep ini terlahir karena dikarenakan sejak dahulu telah ada
ketidak setaraan diantara manusia khususnya pihak perempuan yang selalu terkena
efek dari militer, Patriarki, kemiskinan, pelecehan hak asasi sehingga
perempuan menjadi termarjinalkan. Perempuan selalu diasumsikan tak bisa
melakukan sesuatu yang bisa dilakukan oleh laki-laki. Konsep keamanan
menekankan pada semua aspek HAM dan hal-hal yang dibutuhkan dalam keamanan
seperti militer, pertahanan dll. Dan Human
Security berusaha menjadi pelengkap bagi keamanan sebuah Negara. Human Security berusaha memperluas
cakupan dengan memasukan aspek keamanan non tradisional.
Secara tradisional, Negara memonopoli semua aspek keamanan seperti
pertahanan wilayah, kedaulatan, dan kepentingan Negara. kebanyakan konflik yang
terjadi khususnya di asia dan afrika disebabkan oleh konflik sipil dan pihak
yang menjadi korban yang dirugikan adalah rakyat itu sendiri. Pendekatan yang
berpusat pada rakyat adalah penyimpangan radikal dari konsep keamanan
tradisional.
Diskursus yang paling utama didalam aspek Keamanan Nasional dan
Hubungan Internasional adalah isu Gender. Hal ini disebabkan karena lingkungan
dasar dari teori Hubungan Internasional yaitu teori kaum Realis yang menyatakan
bahwa sistem internasional saat ini adalah sistem Anarki. Dengan demikian, nilai-nilai menjadi
kebutuhan bagi militer sebagai mata uang bagi kekuatan. Pendekatan Human Security menenkankan implikasi
atas persamaan gender dan serius dalam menghadapi diskriminasi yang dialami
oleh wanita. Kaum Feminis menyatakan bahwa pentingnya keamanan bagi wanita
khususnya ketika dalam situasi perang.
Pada dasarnya keamanan wanita tidak dijamin dalam keadaan perang
atau damai sekalipun, oleh karena itu perasaan tidak aman bagi wanita datang
dari mana saja seperti dari lingkungan, Negara, konflik masyarakat bahkan
keluarga itu sendiri. Lebih lanjut, ketidakamanan bagi wanita tidak bisa diukur
dari aspek ketiadaan kekerasan kepada mereka. Ini berhubungan dengan keadaan
sekeliling mereka, identitas mereka, peran dan status.
Diskriminasi terstruktur menambah panjang ketidakamanan bagi wanita
semisal dalam bidang ekonomi, politik maupun social. Sistem patriarki yang
membatasi peran dan ruang bagi wanita untuk menunjukan apa yang wanita bisa
lakukan. Dalam keadaan perang, wanita selalu saja menjadi pihak yang paling
dirugikan karena menjadi sasaran empuk oleh musuh dan menjadi pelampias
prostitusi para anggota militer.
Dilihat dari konsep Keamanan Tradisional, ancaman yang paling
berbahaya adalah ancaman Militer dan Terorisme. Kebanyakan konflik di Asia dan
Afrika disebabkan oleh faktor internal semisal, konflik antar Agama, Etnis,
kesenjangan Ekonomi, dan dominasi kelompok tertentu. Hal ini haruslah
diselesaikan dengan baik dan cepat. Ancaman internal ini pecah ketika
komunitas-komunitas masyarakat yang memiliki jiwa nasionalisme merasa tertekan
atas penderitaan yang diciptakan oleh pemerintahan yang otoriter ataupun ketika
dua kekuatan minoritas dan mayoritas berbenturan sehingga menyebabkan Revolusi
di Negara-negara absolute (Chenoy) .
Ancaman dari aspek Militer, sistem Patriarki, kemiskinan,
pelanggaran HAM dapat mempengaruhi keadaan wanita yaitu terciptanya kesenjangan
status, peran dengan laki-laki. Setelah perang berakhir, laki-laki kembali
bekerja seperti biasa akan tetapi wanita tersiksa karena keluarga mereka hancur
setelah suami mereka mati dalam perang. Ini banyak terjadi di Negara konflik
seperti Iraq, Kongo, Afghanistan.
Menurut kaum tradisional, diplomasi dilaksanakan antar Negara
karena setiap Negara memiliki kepentingan nasional yang harus dipenuhi.
Keamanan nasional adalah agenda yang khsusus bagi setiap Negara, maka Negara
memakai kekauatan militer untuk menjaga keamanan daerah teritorialnya atau
kedaulatanya. Oleh karena itu, Militer adalah salah satu cara untuk
mempertahankan keamanan sekaligus mempertahankan kepentingan nasional dari
kepentingan nasional Negara lain (Stone) .
Tujuan keamanan bagi kaum tradisional adalah menjaga kepentingan
nasional, daerah territorial, kedaulatan dan menjamin kekuasaan sebuah Negara.
walaupun utamanya Negara memakai kekuatan militer akan tetapi ada saatnya
Negara memakai jalan negosiasi untuk menjaga keamanan. Pendekatan Human Security mengemukakan bahwa
keamanan berhubungan dengan hak asasi manusia dan perkembangannya.
Dibanyak Negara konsep HAM telah banyak diterapkan, akan tetapi hak
bagi wanita belum berkembang dan dihargai seperti hak asasi dan demokrasi.
Contohnya di India, wanita tak memiliki kesamaan derajat dimata hukum dengan
laki-laki dan di Amerika, gaji wanita lebih rendah dari pada laki-laki. Ini
menunjukan masih ada diskriminasi pada wanita.
Dalam praktek Tradisional, Negara akan menjaga kepentingan
nasionalnya tetapi tidak selamanya mereka dapat bertahan dan bekerja sendirian,
oleh karena itu banyak Negara kerjasama dengan Negara lain dengan membentuk
organisasi keamanan regional atau global seperti NATO. Antara Negara berlatih
perang bersama, saling bertukar tekhnologi untuk menjaga daerah regional mereka
khususnya dari serangan terorisme.
Globalisasi telah meningkatkan hubungan antara Negara-negara di
dunia seperti terbentuknya PBB dan organisasi-organisasi serupa yang tujuan utamanya menjaga perdamaian
dunia. Dan sekali lagi, wanita selalu tak menjadi bagian dari kemajuan dan
perkembangan dunia saat ini. Mereka tetap saja mendapatkan diskriminasi dan
ketidakseimbangan kesempatan dengan pria.
Paradigma keamanan kaum tradisional dan nasional adalah dasar bagi
kaum Realis dan Neo Realis yang ditulis oleh Philosop seperti Machiavelli dan
Thomas Hobbes dan dikembangkan lagi oleh Clausewitz. Paradigma tersebut
kemudian diolah lagi oleh para cendekiawan seperti Morghentau dan Waltz. Semua
ahli mengemukakan bahwa sistem internasional pada dasarnya anarkis[1].
Dan apabila Negara ingin mendapatkan semua kepentingan nasional maka haruslah
meningkatkan kekuatan dan dominasi khususnya di bidang militer (Buzan, New
Patterns of Global Security in the Twenty First Century , 1991) .
Negara-negara barat telah melewati proses panjang demi menjadi
Negara yang demokrasi dan tetap menggunakan pendekatan persamaan untuk
memecahkan semua masalah konflik internal. Setelah perang dingin berakhir, para
praktisi dan cendekiawan mengemukakan bahwa persepsi tentang Human Security telah berubah. Bukan
hanya masalah peperangan, kekerasan tetapi sudah membahas mengenai masalah HAM,
sistem pemerintahan yang baik, akses
pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dll.
Human Security seperti persamaan Gender adalah salah satu cabang dari teori
Demokrasi. Wanita telah berjuang sekuat tenaga untuk medapatkan posisi yang
adil tetapi perjuangan tersebut akan mendapatkan hasil apabila melalui jalan
demokrasi. Demokrasi berhubungan dengan masyarkat sipil yang kuat, kedua hal
tersebut saling melengkapi. Pada dasarnya wanita memiliki potensi untuk menjadi
pemimpin dan menjadi aktivis apabila deberi kesempatan.
Kaum Feminis mendukung konsep Human
Security tetapi ingin posisi antara wanita dan laki-laki sama, karena,
dilihat dari pengalaman yang lalu konsep masyarakat mengecualikan wanita.
Pergerakan pembela wanita ingin merubah budaya patriarki yang membatasi peran
dan posisi wanita.
Konsep Human Security
diperkenalkan oleh masyarakat yang memiliki posisi penting sebagai kebutuhan
dan sebagai jaminan untuk menjaga keamanan, hak-hak manusia dan keadilan
social. Organisasi internasional seperti PBB, Forum Sosial Dunia, para pemimpin
Negara dan Organisasi regional menerima konsep ini.
Keamanan bagi wanita adalah perhatian utama bagi organisasi
internasional. Dan hal ini juga telah diatur dalam resolusi PBB 1325. Sejarah
menunjukan bahwa Human Security harus
dibangun karena keamanan bagi wanita tidak termasuk dalam bagian keamanan
masyarakat. Keamanan wanita haruslah dibangun dan dijaga hak-haknya karena pada
zaman sekarang peran wanita tak bisa dilihat sebelah mata. Dalam zaman
globalisasi seperti sekarang ini, bukan masalah perbedaan gender yang
menentukan status, peran dan kekuasaan. Akan tetapi siapa yang memiliki
kualitas dan prefesional, individu tersebut lah yang akan menempati
posisi-posisi penting dalam sebuah Negara, organisasi, atau perusahaan.
Bibliography
Buzan, B. (1991). New Patterns of Global Security
in the Twenty First Century .
Buzan, B. (1991). People,
State, and Fear: An Agenda Fof International Security Studies in the Post-Cold
War Era.
Chenoy, A. M. A
Plea for Engendering Human Security.
Hara, A. B. (2011). Pengantar
Analisis Politik Luar Negeri dari Realisme sampai Konstruktivisme.
Bandung: Nuansa.
Perwita, A. A., &
Yani, d. Y. (2006). Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Sorensen, R. J.
(2013). Introduction to Internasional Relations Theories and Approaches.
London: Oxfor University Press.
Stone, M. Security
According to Buzan: A Comprehensive Security Analisys.
[1]
Anarki: tidak ada kekauatan diatas Negara, semua Negara memiliki posisi dan
derajat yang sama di mata dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar