Selasa, 10 Februari 2015

Hubungan antara Turki dan Israel Studi Kasus: Penyerangan Kapal Perdamaian Mavi Marmara oleh Angkatan Laut Israel

Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai hubungan antara Turki dan Israel sebelum dan setelah kasus penyerangan Kapal Mavi Marmara yang membawa bantuan untuk penduduk Gaza yang mengalami blockade oleh Israel. Tulisan ini akan menganalisa tentang aktor, peran aktor, tujuan yang ingin dicapai aktor, cakupan interaksi, struktur interaksi dan kondisi interaksi. Analisis ini akan menggambarkan secara utuh mengenai penyebab dan akibat yang dihasilkan oleh interaksi antaraktor.

Pada awalnya Turki dan Israel memiliki hubungan yang baik dalam berbagai bidang khususnya bidang militer. Pada tahun 1996, kedua negara menyepakati sebuah perjanjian yaitu Military Training Cooperation Agreement (MTCA). Sebuah program kerja sama dalam bidang militer (Handayani, 2012). Kerjasama ini mencakup protocol mengenai pertukaran perwira, kunjungan delegasi militer, pertukaran informasi, pelatihan militer tiga matra, serta pemberantasan teorisme dan penjagaan perbatasan (Eisenstadt, 1997). Implementasi dari MTCA yaitu: pertama, latihan militer yang disebut Reliant Mermaid. Latihan ini bertujuan untuk melatih pasukan dalam misi penyelamatan darurat dengan prosedur Search and Rescue. Pertama kali diadakan pada tahun 1998 dan sejak tahun 2000 dijadikan sebagai agenda tahunan. Terakhir kali latihan ini diadakan pada tahun 2009 (Cirik, 2003). 

Paska perjanjian tersebut, kedua negara kembali membentuk perjanjian dalam bidang industry militer yang dikenal dengan Defense Industry Cooperation Agreement (DICA). Dalam perjanjian ini, kedua negara sepakat untuk saling menukar tekhnologi militer dan persenjataan. Pada tahun 1996, Israel mendapatkan proyek untuk mempebaharui pesawat F-4 Phantom Turki dengan nilai 650 juta dollar AS; pengadaan Unnamed Combat Air Vehicles (UCAV) untuk Turki senilai 76 Juta dollar AS; pembaharuan pesawat F-5 Turki dengan nilai kontrak 75 juta dollar AS; pembaharuan Tank M60 Turki dengan nilai kotrak 600 juta dollar AS (Kogan, 2006). Dua kerjasama ini saling menguntungkan dari sisi Turki dan dari sisi Israel. Turki mendapatkan kemudahan akses terhadap tekhnologi Israel dalam bidang industri pertahanan, sedangkan Israel mendapatkan akses wilayah Turki untuk melakukan latihan perang. Bahkan, Israel mendapatkan akses ke pangkalan udara militer Turki yang salah satunya adalah Konya Air Base. Konya Air Base merupakan pangkalan udara terbesar di wilayah Eropa dengan luas 38.183 km dan panjang landasan pacu utama 10.900 kaki (Konya Air Base, Turkey, 2013).

 Pada tahun 2009 ketika Israel melancarkan serangan langsung terhadap wilayah Gaza, Turki menyatakan berbeda pandangan terhadap kebijakan tersebut. Bahkan Perdana Menteri Turki, Erdogan mengeluarkan pernyataan simpati terhadap rakyat Palestina setelah terjadi demonstrasi oleh publik secara besar-besaran di wilayah Turki untuk bersimpati terhadap serangan Israel ke Gaza. Pada 31 Mei 2010, ketika sebuah kapal berbendera Turki yang membawa bantuan logistic untuk rakyat Gaza di Palestina mengalami penghadangan oleh Pasukan Angkatan Laut Israel di wilayah laut Gaza. Bahkan, penghadangan yang lebih tepat disebut sebagai penyerangan militer terhadap sipil menyebabkan sembilan orang meninggal termasuk sembilan warga Turki (Jones, 2010). Kejadian ini menggemparkan dunia karena Turki salah satu partner pertahanan militer bagi Israel. Kapal Mavi Marmara berlayar dari Siprus bersama dengan lima kapal lain yang membawa serombongan relawan Free Gaza Movement dan Turkish Foundation for Human Rights yang bertujuan untuk memberikan bantuan logistik bagi rakyat Gaza. Mereka bersimpati terhadap kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh rakyat Gaza karena blockade ekonomi yang dilakukan oleh Israel untuk merespon kemenangan Hamas di wilayah Gaza. Karena, bagi Israel, Hamas merupakan musuh utama dan dikategorikan sebagai teroris yang mengancam Israel. Hubungan harmonis kedua negara yang telah dibangun sejak lama seketika mulai retak ketika Turki membatalkan keikutsertaan Israel dalam latihan perang Anatolian Eagle pada tahun 2009 di Konya. Kemudian pada tahun 2011, dengan resmi Turki membatalkan semua perjanjian kerjasam militer dengan Israel.

Analisa Dalam memandang fenomena ini, kita bisa berasumsi sederhana bahwa terjadi perubahan yang signifikan atas interaksi Turki dan Israel. Hubungan harmonis yang dibangun sejak tahun 1990an dalam berbagai bidang khususnya bidang militer hancur karena perbedaan sikap. Namun, ada hal ironi yang dapat dilihat dari hubungan antara Turki dan Israel. Seharusnya, kerjasama yang dijalin bertahun-tahun akan mempererat kepercayaan antar negara, namun yang terjadi malah sebaliknya. Turki dengan mudahnya memutus segala kerjasama militernya dengan Israel karena beberapa faktor. Faktor pertama yaitu, penyerangan Israel terhadap Gaza yang dikuasai oleh Hamas. Turki yang mayoritas penduduknya beragama Islam dengan tegas menolak dan mengutuk penyerangan tersebut, bahkan secara resmi, Perdama Menteri Erdogan menolak keras tindakan Israel tersebut. Faktor kedua yaitu, Penyerangan Kapal Mavi Marmara berbendera Turki oleh Angkatan Laut Israel. Inilah yang menjadi faktor utama mengapa Turki berani memutuskan hubungan kejasama dengan Israel. Dalam masalah ini, beberapa aktor yang terlibat yaitu Turki, Publik Turki, Israel, Tim Investigasi PBB dan relawan Palestina.

Turki merupakan aktor yang pada awalnya memiliki hubungan harmonis dalam bidang militer dengan aktor Israel, sedangkan relawan Palestina merupakan komunitas internasional terdiri dari individu yang berasal dari berbagai negara termasuk warga Turki. Relawan Palestina yang menumpang di Kapal Mavi Marmara memiliki tujuan untuk mengantarkan bantuan logistic ke rakyat Gaza. Akan tetapi, Israel menilai hal itu bertentangan dengan kepentingannya yang ingin menjaga wilayah lautnya. Namun, hal itu tidak bisa menjadi justifikasi bagi Israel dapat menyerang kapal terlebih sebuah kapal tak bersenjata yang mengangkut masyarakat sipil. PBB merespon peristiwa tersebut dengan membentuk tim investigasi yang dipimpin oleh Perdana Menteri Selandia Baru Geoffrey Palmer, Presiden Kolumbia Alvaro Uribe, Perwakilan Israel Joseph Ciechanover Ithzar dan perwakilan Turki Suleyman Ozdem Sanberk. Hasil akhir investigasi menyebutkan bahwa Israel tidak bersalah dan berhak untuk melakukan tindakan tersebut untuk melindungi kepentingannya. Dalam Struktur Internasional yang anarki, menyebabkan Israel merasa memiliki pembenaran dalam penyerangan ke kapal tersebut. Mereka merasa kapal tersebut memasuki wilayah laut Israel dan berpotensi membahayakan. Namun, dari sisi kemanusiaan dan hukum internasional, dengan jelas bahwa Israel telah melanggar mengenai hukum penjanjian UNCLOS 1982 yang menyatakan bahwa sebagai negara pantai, seharusnya Israel menjaga perdamaian (Adi, 2012).

 Turki merasa terganggu atas tindakan Israel yang menyebabkan sembilan warga Turki meninggal dalam penyerangan tersebut. Turki merasa Israel telah mengancam keamanan warganya. Oleh karena itu, faktor peristiwa penyerangan Kapal Mavi Marmara dapat dijadikan alasan kuat bagi Turki untuk mengambil kebijakan pemutusan hubungan kerjasama dengan Israel. Pada awalnya Turki memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah ini dengan menawarkan tiga tuntutan yaitu, meminta maaf, mengganti rugi terhadap keluarga korban dan membuka blockade Gaza (Report, 2012). Namun, tuntutan itu ditolak oleh Israel. Publik Turki juga memiliki peran untuk menekan pemerintah agar lebih keras dalam menghadapi manuver yang dilakukan oleh Israel. Kesimpulan dari tulisan ini, bahwa permasalahan penyerangan Kapal Mavi Marmara Turki yang dilakukan oleh Angkatan Laut Israel merupakan masalah regional. Alasan Israel menyerang kapal tersebut ingin melindungi kepentingan nasionalnya. Sedangkan Turki merasa terancam atas serangan tersebut sehingga mengakibatkan sembilan orang warga Turki meninggal. Namun, yang perlu diperhatikan bahwa bantuan kemanusiaan merupakan kelompok yang harus dilindungi dalam situasi perang. 

Bibliography

Adi, G. (2012). Tanggung Jawab Negara Terhadap Penyerangan Kapal Laut di Lepas Pantai Menurut Hukum Internasional (Studi Kasus Penyerangan Kapal Mavi Marmara). Jurnal Fakultas Hukum Universitas Padjajaran ,

 Cirik, H. K. (2003). The Turkey, US, Israel Traingle: 1991-2001. Ankara: Bilkent University.

Eisenstadt, M. (1997). Tuskish- Israeli Military Cooperation: An Assesment . Policy Watch 262 , 1.

Handayani, A. P. (2012). Kebijakan Turki Memutuskan Kerjasama Militer Dengan Israel Pada Tahun 2010. Jurnal Transnasional , 1-2.

Jones, D. (2010, July 23). VOA News. Retrieved September 20, 2014, from voanews: www.voanews.com

Kogan, E. (2006). Cooperation in the Turkish-Israel Defense Industry. Conflict Studies Research Centre , 3.

Konya Air Base, Turkey. (2013). Retrieved September 20, 2014, from Global Security:

www.globalsecurity.org Report, S. P. (2012). Turkey in 2011. Washington DC: Seta Policy Report.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar