Selasa, 10 Februari 2015

Aktor dalam Hubungan Internasional

Dalam tradisi ilmu hubungan internasional terdapat beberapa paradigma yang menjadi dasar bagaimana menjelaskan fenomena-fenomena hubungan internasional. Salah satu aspek penting yang perlu dianalisa ialah siapa aktor dalam hubungan internasional. Menurut kaum Realisme, aktor hubungan internasional adalah state atau negara (Wilkinson, 2007). Kaum Realis menjelaskan bahwa negara sebagai aktor yang rasional mengikuti prinsip mengejar, melindungi, dan mempertahankan kepentingan nasional yang didefinisikan sebagai kekuasaan sesuai dengan kemampuan dan keterbatasannya di dunia internasional (Hara, 2010).
Negara
Negara memiliki peran penting dalam setiap kebijakannya dan tak perlu menganalisa unsure-unsur yang ada di dalam negara, karena negara merupakan sebuah kesatuan yang tak terpisahkan atau negara diasuksikan seperti black box (Hara, 2010). Contoh kasus, ketika Perang Dunia I, apabila dianalisa menggunakan asumsi bahwa negara merupakan aktor utama, maka yang dapat kita lihat bahwa faktor yang terjadi mengapa Perang Dunia I pecah di Eropa karena terdapat perselihan antar negara seperti Jerman, Amerika Serikat, Italia, Inggris dan Uni Soviet. Perilaku negara-negara yang terlibat dalam peperangan itu hanya dapat dilihat dari keseluruhan faktor negara bahwa negara merupakan entitas yang satu. Negara-negara tersebut berperang untuk memperebutkan power, karena salah satu asumsi dasar Realisme ialah power merupakan tujuan utama dalam kompetisi (Wilkinson, 2007).
Berdasarkan pada penjelasan klasik bahwa objek utama kajian studi Hubungan Internasional adalah interaksi antar negara (perilaku negara). Dengan demikian aktor utama dalam dunia internasional adalah negara. Meskipun telah ada peningkatan peran dari non-state actors (nostac), namun tetap saja peran dominan masih dimiliki oleh negara. Inilah yang menajdi salah satu alasan mengapa tingkat analisa level negara ini sangat penting untuk diperhatikan. Alasan selanjutnya adalah konsep nasionalisme yang terkonsepsi sebagai identitas dan spirit bagi setiap individu dalam berinteraksi dengan individu lainnya. Alasan ketiga adalah negara merupakan unit analisis fundamental dalam dunia politik internasional. Dan alasan terakhir adalah perbedaan dan kesamaan politik luar negeri (sikap maupun respon) masing-masing negara terhadap isu internasional. Seingga kita harus melihat bagaomana keputusan ersebut diambil, bagaimana proses pengambilannya, dan alasannya.
Negara adalah sesuatu yang direpresentasikan oleh bebepa orang untuk mewakili sejumlah individu yang terikat secara hukum dimana tindakan mereka menjadi tindakan semua individu tersebut dan konesekuensi menjadi tanggungjawab bersama. Dengan demikian negara adalah unit legal formal yang tidak mempunyai eksistensi konkrit. Dalam hubungan internasional, eksistensi negara adalah kedaulatan yang didapat melalui pengakuan dari negara-negara lainnya. Suatu entitas dalam dunia internasional terdiri dari tiga bentuk yaitu, negara yang mewakili suatu wilayah dan penduduk, pemerintah yang merupakan badan pembuat dan penerap kebijakan atas nama negara, dan bangsa yang merujuk pada sekelompok orang yang diikat oleh kesamaan identitas, etnik atau kultural.
Asumsi dasar negara
Menurut Dunne dan Schimdt, Realisme adalah teori dominan dalam Hubungan Internasional karena mampu menjelaskan fenomena perang antarnegara pada masa lampau (Baylis dan Smith, 2001:141). Karena Realisme memandang bahwa negara harus memenuhi kepentingan nasional dengan cara bekerjasama dan berkonflik. Bagi kaum Realisme, negara harus memiliki power yang diasosiasikan kekuatan militer. Negara yang kuat secara militer mampu menyerang negara yang lemah secara militer.
Realisme merupakan teori yang menyatakan bahwa negara adalah satu-satunya aktor dalam Hubungan Internasional. Setiap aktivitas interaksi aktor Hubungan Internasional harus dikaitkan dengan aktor negara. Realis memiliki akar budaya yang sangat panjang sejak zaman yunani kuno, tradisi itu dimulai dari Thucydides (400BC), Machiavelli (1513), Hobbes (1651), Hume (1741), Clausewitz (1832), Morghentau (1948), Organski (1958), Waltz (1979), Giplin (1981) (Schimdt, 2002).
Terdapat tiga asumsi utama Realisme yaitu Statism, Survival, Self helps (Dunne dan Schimdt, 2001:155 dalam Eby Hara, 2011:35). Aktor negara harus memaksimalkan segala sumber daya untuk memperkuat pertahanan dalam menyerang atau bertahan apabila berkonflik dengan negara lain. Karena, asumsi mereka sistem internasional itu anarki atau tidak ada kekuasaan diatas negara. Oleh karena itu, setiap negara harus memperkuat militer untuk menghadapi sistem internasional yang keras.
Hobbes dan Machiavelli merupakan dua tokoh Realisme yang memandangan bahwa pada dasarnya sifat alamiah manusia itu harus mampu memenuhi kepentingan dirinya sendiri dengan menaklukan orang lain atau homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi manusia lainnya) (wilkinson, 2007:17). Dalam level negara, hanya negara yang mempu membantu dirinya sendiri, oleh karena itu negara harus bersaing dengan negara lainnya dan siap berkonflik untuk memenuhi kepentingan nasional masing-masing.
Realisme memandang aktor lain selain negara tidak memiliki peran dalam Hubungan Internasional. Karena, negara merupakan komunitas yang memiliki kedaulatan terhadap suatu wilayah (Eby Hara, 2011:35). Dalam pandangan Realisme, sistem internasional ialah tempat negara untuk mencari power. Karena dengan power yang besar dan kuat, negara mampu menguasai negara lain. Power tersebut dapat berupa hard power seperti kekuatan militer ataupun soft power berupa kekuatan ekonomi.
Terdapat beberapa konsep yang dikenal dalam perspektif Realisme seperti, sistem anarki, balance of power, kapabilitas, kepentingan nasional, power, dan kedaulatan. Sistem Anarki merupakan ketiadaan otoritas di atas negara dalam sistem internasional. Maksudnya negara dapat melakukan apa saja demi kepentingan nasional tanpa perlu takut dihukum oleh otoritas tertinggi, karena tidak ada otoritas tertinggi diatas negara. Hal ini berikatan erat dengan konsep power yang harus dimiliki oleh negara agar mampu berkompetisi dengan negara lain. Power juga berkaitan dengan kapabilitas yaitu kemampuan negara dalam hal ekonomi, militer, sosial, wilayah, rakyat dan politik. Akan tetapi, peningkatan kapabilitas tiap negara akan direspon oleh negara lain sebagai ancaman, maka negara lain juga akan meningkatkan kapabilitasnya demi mencapai balance of power.
Negara sebagai aktor utama menjadi konsep dominan dalam hubungan internasional. Hal ini terjadi karena Realisme merupakan paradigma paling kuat dan berpengaruh dalam ilmu Hubungan Internasional. Realisme memandang bahwa negara itu memiliki tiga sifat dasar yaitu, statism, survival, self helps ( (Hara, 2010). Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa negara merupakan entitas yang satu dan tidak bisa dipecah-pecah untuk melihat siapa aktor dibelakang negara. Oleh karena itu, aktor negara bersifat statism maksudnya, sifat dasar sebuah negara tidak akan berubah demi mencapai kepentingan nasionalnya. Contoh kasus ketika Uni Soviet runtuh, Rusia mengklaim bahwa mereka adalah reinkarnasi dari Uni Soviet. Terbukti hingga sekarang, walaupun Uni Soviet sudah bubah akan tetapi sifat dasarnya tetap hadir di dalam Rusia. Rusia tetap menyebarkan pengaruh di kawasan untuk melawan pengaruh Amerika Serikat. Ketika Amerika Serikat melancarkan manuver di Dewan Keamanan PBB, disitu juga Rusia siap menghadang manuver Amerika Serikat. Hal ini membuktikan bahwa sifat atau dasar sebuah negara akan sulit berubah terlepas dari kepentingan nasionalnya.
Asumsi kedua yaitu survival, negara menggunakan power untuk mempertahankan kepentingan nasional. Hal itu bertujuan untuk memperkuat kapabilitas negara untuk menghadapi kompetisi dengan negara lain. Contoh kasus, ketika zaman penjajahan Jepang di Indonesia pada tahun 1942 bertujuan untuk mencari power dalam menghadapi perang dunia II di kawasan Asia. Jepang merekrut tentara-tentara dari rakyat Indonesia untuk ikut berperang bersama Jepang. Hal itu menunjukan bahwa Jepang menggunakan berbagai cara untuk meningkatkan power berupa kekuatan militer untuk menghadapi Perang Dunia II agar tetap survive atau mempertahankan kekuasaannya.
Asumsi ketiga yaitu self helps, yaitu negara tidak bisa mengandalkan negara lain untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Negara harus bersikap egois, keras dan bahkan siap berkompetisi dengan negara lain untuk kepentingan nasional. Contoh kasus, ketika terjadi tragedy 9/11 di Amerika Serikat, dengan tegasnya Amerika Serikat memproklamirkan perang melawan terorisme dan menuduh Al-Qaeda menjadi dalang dalam penyerangan tersebut. Dengan sifat uniteralisme, Amerika Serikat mengerahkan pasukan ke Afghanistan tanpa harus menunggu persetujuan dari PBB. Artinya, demi kepentingan nasional, sebuah negara akan berperilaku keras, egois, bahkan jahat.
Bagi kaum realisme, aktor-aktor selain negara dinilai kurang penting dan tidak memiliki peran dalam percaturan di dunia internasional. Dalam setiap kebijakannya, seperti kebijakan politik, ekonomi, militer dan lain-lain itu merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh negara karena negara merupakan satu komunitas politik yang independen mempunya kedaulatan terhadap satu wilayah.
Nation State atau negara bangsa
Terminologi nation-state atau negara bangsa terlihat serupa, akan tetapi berbeda (O'Callaghan, 2002). State atau negara merupakan satu entitas yang memiliki kewenangan untuk mengatur rakyat, hukum, pajak, keamanan, pertahanan, ekonomi dan lain-lain. Sedangkan nation atau bangsa merupakan sekumpulan orang yang mengklaim memiliki kesamaan bahasa, budaya, dan kesamaan sejarah. Contoh negara ialah negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Amerika Serikat dan lain-lain, sedangkan contoh bangsa ialah bangsa Perancis, bangsa Belanda, bangsa Mesir dan lain-lain.
Indonesia merupakan negara yang berdiri sejak tahun 1945 ketika rakyat Indonesia diwakili oleh Sukarno dan M. Hatta memproklamirkan kemerdekaan negara Indonesia. Sedangkan jika dilihat dari konsep bangsa, bangsa Indonesia telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Terdapat beberapa kerajaan di wilayah nusantara yang memiliki kesamaan bahasa, agama, dan sejarah seperti kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Mataram, Demak, Banten dan lain-lain. Konsep negara bangsa diperkenalkan sejak abad pertengahan di Eropa ketika dibentuk perjanjian Westphalia pada tahun 1648. Ketika itu dunia dibagi menjadi dua bagian yaitu timur dan barat. Pembagian itu didasarkan atas pencarian sumber daya alam oleh beberapa negara eropa.
Konsep Sovereignty atau Kedaulatan
Konsep kedaulatan hadir bersamaan dengan konsep negara bangsa ketika dibentuk perjanjian Westphalia tahun 1648. Definisi ringan dari kedaulatan ialah kebebasan untuk menentukan nasib diri sendiri. Konsep kedaulatan negara ialah kebebasan negara dalam mengatur segenap entitas yang berada dalam wilayah teritorinya. Menurut Stephen Krasner (Griffiths, 1999):
Sovereignty is a political order based on territorial control
Maksudnya, kedaulatan merupakan hak sebuah negara untuk mengelola atau mengkontrol wilayahnya sendiri. Contoh kasus yang pernah dialami oleh bangsa Indonesia pasca kemerdekaan 1945. Secara de facto Indonesia telah memerdekakan diri dari jajahan Belanda, sedangkan secara de jure Indonesia belum memiliki kedaulatan penuh terhadap wilayah Indonesia. Sehingga pertama kali yang dilakukan oleh Presiden Sukarno waktu itu ialah, bagaimana caranya mendapatkan dukungan dari dunia internasional agar mengakui kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
Non Governmental Organization (NGO)
Dalam Hubungan Internasional, aktor negara dinilai memiliki peran besar dalam berinteraksi dalam sistem internasional. Negara dianggap memiliki kedaulatan untuk berinteraksi dengan negara lain dalam bentuk kerjasama, konflik, aliansi, integrasi, kompetisi. Akan tetapi, tradisi Realisme tersebut mulai tergeser dengan munculnya aktor-aktor baru dalam internasional. Aktor tersebut bisa berupa individu, kelompok seperti International Governmental Organizations (IGO), International Non Governmental Organizations (INGO), Multi National Corporations (MNC) bahkan kelompok penjahat internasional atau Transnational Organized Crime (TOC) (Wilkinson, 2007:90).
Aktor non negara tersebut memiliki peran dalam berinteraksi melewati batas negara. contohnya, ketika Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Green Peace membuka cabang di berbagai negara, ketika WWF bekerja sama dengan WALHI. Hal itu menunjukan bahwa aktor negara memiliki peran dalam Hubungan Internasional dalam bidang non politik.
Organisasi internasional merupakan salah satu aktor dari hubungan internasional. Oleh karena itu, pembahasan mengenai organisasi internasional menjadi penting karena memiliki peran dan fungsi sebagai aktor yang mempertahankan peraturan-peraturan agar dapat berjalan tertib dalam rangka mencapai tujuan bersama. Selain itu juga, organisasi internasional dijadikan sebagai suatu wadah untuk hubungan antar negara agar kepentingan masing-masing negara dapat tercapai (Le Roy Bennet, 1997:2-4).
Menurut Clive Archer dalam bukunya yang berjudul International Organization mendefinisikan organisasi internasional adalah sebuah struktur formal yang berkelanjutan yang dibentuk atas dasar kesepatakan antar anggota (negara dan non negara) yang berdaulat dengan bertujuan untuk mengejar kepentingan bersama para anggota (Clive Archer, 1983:35). Pembentukan organisasi internasional dibentuk atas dasar saling membutuhkan karena setiap negara tidak mungkin dapat mempejuangkan kepentingan negaranya sendiri.
Terdapat dua kategori organisasi internasional, yaitu:
1.                  Organisasi antar pemerintah (inter-governmental organizations/IGO), anggota berasal dari perwakilan negara seperti : PBB, WTO, NATO.
2                    Organisasi non pemerintah (Non-governmental onganizations/NGO), anggotanya berasal dari kelompok non negara seperti kelompok bidang keilmuan, budaya, ekonomi, HAM. Contohnya Palang Merah, greenpeace (Le Roy Bennet, 1997:2).
Menurut Coulombis dan Wolfe, organisasi internasional dapat diklasifikasikan menurut keanggotaan dan tujuan menjadi empat klasifikasi, yaitu:
1.                  Global membership and general purpose, yaitu suatu organisasi internasional antar negara dengan keanggotaan global serta maksud dan tujuan umum, contohnya PBB.
2.                  Global membership and limited purpose, yaitu organisasi internasional antar negara dengan keanggotaan global namun memiliki tujuan yang khusus, contohnya UNHCR, IOM.
3.                  Regional membership and general purpose, yaitu organisasi internasional antar negara dengan keanggotan yang regional atau berdasarkan kawasan dengan tujuan yang umum, contohnya ASEAN, UE.
4.                  Regional membership and limited purpose, yaitu organisasi internasional antar negara dengan keanggotaan yang regional atau berdasarkan kawasan dengan tujuan yang khusus, contohnya NATO, ASEAN Regional Forum.
Organisasi memiliki peranan penting untuk memecahkan masalah internasional ketika negara tidak mampu menangani masalah yang berdimensi nasional ataupun internasional. Organisasi internasional muncul menjadi pihak ketiga yang mampu memberikan solusi bagi permasalahan tersebut. Terdapat tiga kategorisasi peran organisasi internasional, yaitu:
1.                  Sebagai instrument/alat diplomasi. Organisasi internasional digunakan oleh negara sebagai kesempatan untuk mencapai kepentingan nasional masing-masing negara.
2.                  Sebagai arena atau forum. Organisasi internasional dijadikan ajang untuk melakukan pertemuan, negosiasi, diskusi, berdebat, bekerjasama antar negara.
3.                  Sebagai aktor independen. Organisasi internasional memiliki posisi netral dalam menangani suatu masalah. Walaupun pada dasarnya organisasi internasional dibentuk oleh kesepakatan negara-negara, namun organisasi internasional dapat bertindak tanpa dipengaruhi oleh kepentingan satu kelompok atau negara (Clive Archer, 1983:130-147).
Menurut Le Roy Bennet, organisasi internasional memiliki fungsi mendasar, yaitu:
“To provide the means of cooperation among states in areas which cooperation provides advantages for allor a large number of nations”
“to provide multiple channels of communication among governments so that areas of accommodation may be explored and easy acces will be available when problems arise”
Maksud dari penjelasan Le Roy ialah organisasi internasional memiliki hal-hal yang dibutuhkan oleh negara dalam bekerjasama dengan negara lain agar tercapai keuntungan semaksimal mungkin bagi seluruh anggota organisasi. Dan organisasi internasional menyediakan wahana komunikasi bagi negara-negara anggota untuk menyalurkan ide-ide mereka menjadi sebuah jalan keluar bersama ketika muncul sebuah masalah (Le Roy Bennet, 1997:40).
Multi National Corporation (MNC)
MNC merupakan perusahaan yang memiliki wilayah operasi lebih di satu negara, akan tetapi memiliki kantor pusat di satu negara (Carey, 2008). MNC menjadi aktor non negara yang sangat penting dalam ekonomi politik internasional karena MNC mampu mendongkrak GDP sebuah negara dari hasil pajak. Kehadiran MNC di beberapa negara bertujuan untuk mendekati saasaran pasar, kemudahan mendapatkan pegawai, kemudahan mendapatkan bahan baku, mengetatkan biaya pajak dan produksi. Contoh MNC yang beroperasi di Indonesia yaitu, Mc Donald, KFC, Nokia, Samsung, Honda, Toyota dan lain-lain.
MNC mampu mendikte kebijakan sebuah negara yang berkaitan langsung dengan kepentingan MNC. Hal ini menunjukan bahwa MNC memiliki power dalam bidang ekonomi yang menyebabkan negara mengeluarkan kebijakan untuk menyesuaikan kebutuhan MNC. Negara mau tidak mau harus memberikan pelayanan terbaik terhadap MNC dalam masalah regulasi karena negara tidak ingin MNC hengkang dari wilayahnya.
Terorist Groups
            Teroris merupakan aktor non negara yang memberikan rasa ketakutan terhadap orang lain. Teroris dianggap menjadi aktor non negara yang memiliki peran dalam mengancam keutuhan sebuah negara. Kelompok Teroris bertujuan untuk melawan aktor negara yang mereka anggap tidak sejalan atau tidak adil. Pada dasarnya pertentangan antara kelompok teroris dan negara merupakan pertentangan antara si lemah dan si kuat (Carey, 2008). Kelompok teroris memiliki sumber daya terbatas sedangkan negara memiliki power militer yang kuat dan mampu menumpas teroris. Akan tetapi menjadi masalah ketika kelompok teroris beroperasi secara sembunyi-sembunyi. Negara akan sulit membedakan antara rakyat biasa dan kelompok terroris.
            Contoh kasus yang menggemparkan dunia adalah ketika peristiwa 9/11 terjadi di Amerika Serikat. Al-Qaeda yang dipimpin Osama bin Laden dianggap sebagai kelompok yang bertanggung jawab dalam tragedy itu. Amerika sejak tahun 2001 melancarkan perang terhadap terorisme dan menginvasi Afghanistan atas nama menumpas terorisme. Saat ini, isu yang hangat adalah kehadiran Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yaitu sebuah kelompok yang ingin mendirikan sebuah negara atas nama islam di wilayah Iraq dan Syiria. Namun, yang sangat disayangkan seringkali kelompok teroris mencari pembenaran dalam setiap aksinya dengan membawa nama islam. Padahal, antara kekerasan yang dilakukan oleh kelompok teroris dan ajaran agama islam terdapat perbedaan mendasar. Kelompok teroris membabi buta menyerang negara dengan melakukan pengeboman bunuh diri seperti yang dilakukan di Bali pada tahun 2003. Sedangkan agama Islam sendiri mengajarkan kasih sayang terhadap sesame manusia.
Level of Analysis atau Level analisis
Terdapat beragam versi mengenai berapa jumlah tingkat analisa dalam Hubungan Internasional. Ada yang mengatakan bahwa level analisa berjumlah tiga, lima, dan bahkan enam. Kennetz Walt mengatakan ada tiga peringkat analisis yaitu level individu yang fokus pada personalitas, persepsi, pilihan dan aktivitas individual pembuat keputusan. Kedua, level negara yang fokus pada karakteristik negara, tipe sistem ekonomi, dan kepentingan nasional. Dan yang terakhir adalah level sistem internasional yang fokus pada karakter anarki dari sistem internasional maupun regional serta kekuatan dan kelemahan mereka.. Pendapat Waltz ini didukung oleh ilmuwan lainnya seperti Joh Spanier yang membagi tingkat analisa menjadi tingkat sistemik, tingkat negara-bangsa, dan tingkat pembuat keputusan atau individu (Mas’oed, 1990:40).
Selanjutnya, dalam proses menentukan tingkat analisa, menurut Mas’oed (1990:35-39) kita harus menetapkan unit analisa dan unit eksplanasi. Unit analisa adalah unit yang akan kita deskripsikan, jelaskan, dan ramalkan (vaiabel dependen). Memilih fenomena tingkat manakah yang akan kita jelaskan? Sedangkan unit eksplanasi adalah hal yang berdampak terhadap unit analisa yang akan kita amati (variabel dependen).
Contoh konkret dari level analisis adalah ketika akan menganalisa perilaku sebuah negara yang mengeluarkan sebuah kebijakan. Contoh kasus pemutusan kerjasama antara Turki dan Israel dalam bidang militer dan pertahanan. Apabila dianalisa melalui level analisa negara, maka yang akan terlihat adalah faktor-faktor mengapa Turki memutuskan untuk tidak bekerjasama lagi dengan Israel. Hal itu dilakukan oleh Turki karena ada faktor penyerangan Israel terhadap Gaza yang dikuasai oleh Hamas. Turki yang mayoritas penduduknya beragama Islam dengan tegas menolak dan mengutuk penyerangan tersebut, bahkan secara resmi, Perdama Menteri Erdogan menolak keras tindakan Israel tersebut. Faktor kedua yaitu, Penyerangan Kapal Mavi Marmara berbendera Turki oleh Angkatan Laut Israel. Inilah yang menjadi faktor utama mengapa Turki berani memutuskan hubungan kejasama dengan Israel.
Apabila dianalisa melalui level analisis individu, maka yang terlihat adalah faktor pemimpin Turki yaitu Recep Tayip Erdogan, seorang Perdana Menteri berasal dari Justice and Development Party (AKP). AKP merupakan partai yang muncul sejak tahun 2002 dan dikenal lebih berorientasi kepada Turki sebagai negara muslim. Erdogan dikenal sebagai pemimpin yang vocal atas perilaku Israel terhadap Palestina (Kogan, 2006).

DAFTAR PUSTAKA
Archer, Clive. 1983. Organization International. London:Allen&Unwin Ltd.
Bennet, Le Roy. 1997. International organization: principles and issues. New jersey: Prentice hall inc.
Carey, R. 2008. Power. In T. C. Imber, Issues in International Relations . New York: Routlegde.
Griffiths, M. 1999. Fifty Key Thinker in International Relation. New York: Routlegde.
Hara, A. B. 2010. Pengantar Analisis Politik Luar Negeri Dari Realisme sampai Konstruktivisme. Bandung : Nuansa.
Kogan, E. 2006. Cooperation in the Turkish-Israel Defense Industry. Conflict Studies Research Centre , 3.
Mas’oed, Mochtar. 1989. Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan Teoritis. Yogyakarta: Pusat antar-universitas studi sosial Universitas Gajah Madja.
O'Callaghan, M. G. 2002. International Relations: The Key Concept. London: Routlegde.
Wilkinson, P. 2007. International Relation A ery Short Introduction. New York: Oxford University Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar