Dalam tradisi ilmu
hubungan internasional terdapat beberapa paradigma yang menjadi dasar bagaimana
menjelaskan fenomena-fenomena hubungan internasional. Salah satu aspek penting
yang perlu dianalisa ialah siapa aktor dalam hubungan internasional. Menurut kaum
Realisme, aktor hubungan internasional adalah state atau negara (Wilkinson, 2007) . Kaum Realis
menjelaskan bahwa negara sebagai aktor yang rasional mengikuti prinsip
mengejar, melindungi, dan mempertahankan kepentingan nasional yang
didefinisikan sebagai kekuasaan sesuai dengan kemampuan dan keterbatasannya di
dunia internasional (Hara, 2010) .
Negara
Negara memiliki peran
penting dalam setiap kebijakannya dan tak perlu menganalisa unsure-unsur yang
ada di dalam negara, karena negara merupakan sebuah kesatuan yang tak
terpisahkan atau negara diasuksikan seperti black
box (Hara, 2010) .
Contoh kasus, ketika Perang Dunia I, apabila dianalisa menggunakan asumsi bahwa
negara merupakan aktor utama, maka yang dapat kita lihat bahwa faktor yang
terjadi mengapa Perang Dunia I pecah di Eropa karena terdapat perselihan antar
negara seperti Jerman, Amerika Serikat, Italia, Inggris dan Uni Soviet.
Perilaku negara-negara yang terlibat dalam peperangan itu hanya dapat dilihat
dari keseluruhan faktor negara bahwa negara merupakan entitas yang satu.
Negara-negara tersebut berperang untuk memperebutkan power, karena salah satu asumsi dasar Realisme ialah power
merupakan tujuan utama dalam kompetisi (Wilkinson, 2007) .
Berdasarkan pada penjelasan klasik bahwa objek
utama kajian studi Hubungan Internasional adalah interaksi antar negara
(perilaku negara). Dengan demikian aktor utama dalam dunia internasional adalah
negara. Meskipun telah ada peningkatan peran dari non-state actors (nostac),
namun tetap saja peran dominan masih dimiliki oleh negara. Inilah yang menajdi
salah satu alasan mengapa tingkat analisa level negara ini sangat penting untuk
diperhatikan. Alasan selanjutnya adalah konsep nasionalisme yang terkonsepsi
sebagai identitas dan spirit bagi setiap individu dalam berinteraksi dengan
individu lainnya. Alasan ketiga adalah negara merupakan unit analisis
fundamental dalam dunia politik internasional. Dan alasan terakhir adalah
perbedaan dan kesamaan politik luar negeri (sikap maupun respon) masing-masing
negara terhadap isu internasional. Seingga kita harus melihat bagaomana
keputusan ersebut diambil, bagaimana proses pengambilannya, dan alasannya.
Negara adalah sesuatu yang direpresentasikan oleh
bebepa orang untuk mewakili sejumlah individu yang terikat secara hukum dimana
tindakan mereka menjadi tindakan semua individu tersebut dan konesekuensi
menjadi tanggungjawab bersama. Dengan demikian negara adalah unit legal formal
yang tidak mempunyai eksistensi konkrit. Dalam hubungan internasional,
eksistensi negara adalah kedaulatan yang didapat melalui pengakuan dari negara-negara
lainnya. Suatu entitas dalam dunia internasional terdiri dari tiga bentuk
yaitu, negara yang mewakili suatu wilayah dan penduduk, pemerintah yang
merupakan badan pembuat dan penerap kebijakan atas nama negara, dan bangsa yang
merujuk pada sekelompok orang yang diikat oleh kesamaan identitas, etnik atau
kultural.
Asumsi
dasar negara
Menurut Dunne dan
Schimdt, Realisme adalah teori dominan dalam Hubungan Internasional karena
mampu menjelaskan fenomena perang antarnegara pada masa lampau (Baylis dan Smith,
2001:141). Karena Realisme memandang bahwa negara harus memenuhi kepentingan
nasional dengan cara bekerjasama dan berkonflik. Bagi kaum Realisme, negara
harus memiliki power yang diasosiasikan kekuatan militer. Negara yang kuat
secara militer mampu menyerang negara yang lemah secara militer.
Realisme merupakan
teori yang menyatakan bahwa negara adalah satu-satunya aktor dalam Hubungan
Internasional. Setiap aktivitas interaksi aktor Hubungan Internasional harus
dikaitkan dengan aktor negara. Realis memiliki akar budaya yang sangat panjang
sejak zaman yunani kuno, tradisi itu dimulai dari Thucydides (400BC),
Machiavelli (1513), Hobbes (1651), Hume (1741), Clausewitz (1832), Morghentau
(1948), Organski (1958), Waltz (1979), Giplin (1981) (Schimdt, 2002).
Terdapat tiga asumsi
utama Realisme yaitu Statism, Survival,
Self helps (Dunne dan Schimdt, 2001:155 dalam Eby Hara, 2011:35). Aktor
negara harus memaksimalkan segala sumber daya untuk memperkuat pertahanan dalam
menyerang atau bertahan apabila berkonflik dengan negara lain. Karena, asumsi
mereka sistem internasional itu anarki atau tidak ada kekuasaan diatas negara.
Oleh karena itu, setiap negara harus memperkuat militer untuk menghadapi sistem
internasional yang keras.
Hobbes dan Machiavelli
merupakan dua tokoh Realisme yang memandangan bahwa pada dasarnya sifat alamiah
manusia itu harus mampu memenuhi kepentingan dirinya sendiri dengan menaklukan
orang lain atau homo homini lupus
(manusia adalah serigala bagi manusia lainnya) (wilkinson, 2007:17). Dalam
level negara, hanya negara yang mempu membantu dirinya sendiri, oleh karena itu
negara harus bersaing dengan negara lainnya dan siap berkonflik untuk memenuhi
kepentingan nasional masing-masing.
Realisme memandang
aktor lain selain negara tidak memiliki peran dalam Hubungan Internasional.
Karena, negara merupakan komunitas yang memiliki kedaulatan terhadap suatu
wilayah (Eby Hara, 2011:35). Dalam pandangan Realisme, sistem internasional
ialah tempat negara untuk mencari power. Karena dengan power yang besar dan
kuat, negara mampu menguasai negara lain. Power tersebut dapat berupa hard
power seperti kekuatan militer ataupun soft power berupa kekuatan ekonomi.
Terdapat beberapa
konsep yang dikenal dalam perspektif Realisme seperti, sistem anarki, balance of power, kapabilitas,
kepentingan nasional, power, dan kedaulatan. Sistem Anarki merupakan ketiadaan
otoritas di atas negara dalam sistem internasional. Maksudnya negara dapat
melakukan apa saja demi kepentingan nasional tanpa perlu takut dihukum oleh
otoritas tertinggi, karena tidak ada otoritas tertinggi diatas negara. Hal ini
berikatan erat dengan konsep power yang harus dimiliki oleh negara agar mampu
berkompetisi dengan negara lain. Power juga berkaitan dengan kapabilitas yaitu
kemampuan negara dalam hal ekonomi, militer, sosial, wilayah, rakyat dan
politik. Akan tetapi, peningkatan kapabilitas tiap negara akan direspon oleh
negara lain sebagai ancaman, maka negara lain juga akan meningkatkan
kapabilitasnya demi mencapai balance of
power.
Negara sebagai aktor
utama menjadi konsep dominan dalam hubungan internasional. Hal ini terjadi
karena Realisme merupakan paradigma paling kuat dan berpengaruh dalam ilmu
Hubungan Internasional. Realisme memandang bahwa negara itu memiliki tiga sifat
dasar yaitu, statism, survival, self
helps ( (Hara, 2010) . Seperti yang telah
dijelaskan diatas bahwa negara merupakan entitas yang satu dan tidak bisa
dipecah-pecah untuk melihat siapa aktor dibelakang negara. Oleh karena itu,
aktor negara bersifat statism maksudnya,
sifat dasar sebuah negara tidak akan berubah demi mencapai kepentingan
nasionalnya. Contoh kasus ketika Uni Soviet runtuh, Rusia mengklaim bahwa
mereka adalah reinkarnasi dari Uni Soviet. Terbukti hingga sekarang, walaupun
Uni Soviet sudah bubah akan tetapi sifat dasarnya tetap hadir di dalam Rusia.
Rusia tetap menyebarkan pengaruh di kawasan untuk melawan pengaruh Amerika
Serikat. Ketika Amerika Serikat melancarkan manuver di Dewan Keamanan PBB,
disitu juga Rusia siap menghadang manuver Amerika Serikat. Hal ini membuktikan
bahwa sifat atau dasar sebuah negara akan sulit berubah terlepas dari
kepentingan nasionalnya.
Asumsi kedua yaitu survival, negara menggunakan power untuk
mempertahankan kepentingan nasional. Hal itu bertujuan untuk memperkuat
kapabilitas negara untuk menghadapi kompetisi dengan negara lain. Contoh kasus,
ketika zaman penjajahan Jepang di Indonesia pada tahun 1942 bertujuan untuk
mencari power dalam menghadapi perang dunia II di kawasan Asia. Jepang merekrut
tentara-tentara dari rakyat Indonesia untuk ikut berperang bersama Jepang. Hal
itu menunjukan bahwa Jepang menggunakan berbagai cara untuk meningkatkan power
berupa kekuatan militer untuk menghadapi Perang Dunia II agar tetap survive atau mempertahankan
kekuasaannya.
Asumsi ketiga yaitu self helps, yaitu negara tidak bisa
mengandalkan negara lain untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Negara harus
bersikap egois, keras dan bahkan siap berkompetisi dengan negara lain untuk
kepentingan nasional. Contoh kasus, ketika terjadi tragedy 9/11 di Amerika
Serikat, dengan tegasnya Amerika Serikat memproklamirkan perang melawan
terorisme dan menuduh Al-Qaeda menjadi dalang dalam penyerangan tersebut.
Dengan sifat uniteralisme, Amerika Serikat mengerahkan pasukan ke Afghanistan
tanpa harus menunggu persetujuan dari PBB. Artinya, demi kepentingan nasional,
sebuah negara akan berperilaku keras, egois, bahkan jahat.
Bagi kaum realisme,
aktor-aktor selain negara dinilai kurang penting dan tidak memiliki peran dalam
percaturan di dunia internasional. Dalam setiap kebijakannya, seperti kebijakan
politik, ekonomi, militer dan lain-lain itu merupakan kebijakan yang
dikeluarkan oleh negara karena negara merupakan satu komunitas politik yang
independen mempunya kedaulatan terhadap satu wilayah.
Nation State atau negara bangsa
Terminologi nation-state atau negara bangsa terlihat
serupa, akan tetapi berbeda (O'Callaghan, 2002) . State atau negara merupakan satu entitas
yang memiliki kewenangan untuk mengatur rakyat, hukum, pajak, keamanan,
pertahanan, ekonomi dan lain-lain. Sedangkan nation atau bangsa merupakan sekumpulan orang yang mengklaim
memiliki kesamaan bahasa, budaya, dan kesamaan sejarah. Contoh negara ialah
negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Amerika Serikat dan lain-lain, sedangkan
contoh bangsa ialah bangsa Perancis, bangsa Belanda, bangsa Mesir dan
lain-lain.
Indonesia merupakan
negara yang berdiri sejak tahun 1945 ketika rakyat Indonesia diwakili oleh
Sukarno dan M. Hatta memproklamirkan kemerdekaan negara Indonesia. Sedangkan
jika dilihat dari konsep bangsa, bangsa Indonesia telah ada sejak ratusan tahun
yang lalu. Terdapat beberapa kerajaan di wilayah nusantara yang memiliki
kesamaan bahasa, agama, dan sejarah seperti kerajaan Sriwijaya, Majapahit,
Mataram, Demak, Banten dan lain-lain. Konsep negara bangsa diperkenalkan sejak
abad pertengahan di Eropa ketika dibentuk perjanjian Westphalia pada tahun
1648. Ketika itu dunia dibagi menjadi dua bagian yaitu timur dan barat. Pembagian
itu didasarkan atas pencarian sumber daya alam oleh beberapa negara eropa.
Konsep
Sovereignty atau Kedaulatan
Konsep kedaulatan hadir
bersamaan dengan konsep negara bangsa ketika dibentuk perjanjian Westphalia
tahun 1648. Definisi ringan dari kedaulatan ialah kebebasan untuk menentukan
nasib diri sendiri. Konsep kedaulatan negara ialah kebebasan negara dalam
mengatur segenap entitas yang berada dalam wilayah teritorinya. Menurut Stephen
Krasner (Griffiths, 1999) :
Sovereignty is a political order
based on territorial control
Maksudnya, kedaulatan merupakan hak sebuah negara
untuk mengelola atau mengkontrol wilayahnya sendiri. Contoh kasus yang pernah
dialami oleh bangsa Indonesia pasca kemerdekaan 1945. Secara de facto Indonesia telah memerdekakan
diri dari jajahan Belanda, sedangkan secara de
jure Indonesia belum memiliki kedaulatan penuh terhadap wilayah Indonesia.
Sehingga pertama kali yang dilakukan oleh Presiden Sukarno waktu itu ialah,
bagaimana caranya mendapatkan dukungan dari dunia internasional agar mengakui
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Non
Governmental Organization (NGO)
Dalam Hubungan
Internasional, aktor negara dinilai memiliki peran besar dalam berinteraksi
dalam sistem internasional. Negara dianggap memiliki kedaulatan untuk
berinteraksi dengan negara lain dalam bentuk kerjasama, konflik, aliansi,
integrasi, kompetisi. Akan tetapi, tradisi Realisme tersebut mulai tergeser
dengan munculnya aktor-aktor baru dalam internasional. Aktor tersebut bisa
berupa individu, kelompok seperti International Governmental Organizations
(IGO), International Non Governmental Organizations (INGO), Multi National
Corporations (MNC) bahkan kelompok penjahat internasional atau Transnational
Organized Crime (TOC) (Wilkinson, 2007:90).
Aktor non negara
tersebut memiliki peran dalam berinteraksi melewati batas negara. contohnya,
ketika Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Green Peace membuka cabang di
berbagai negara, ketika WWF bekerja sama dengan WALHI. Hal itu menunjukan bahwa
aktor negara memiliki peran dalam Hubungan Internasional dalam bidang non
politik.
Organisasi
internasional merupakan salah satu aktor dari hubungan internasional. Oleh
karena itu, pembahasan mengenai organisasi internasional menjadi penting karena
memiliki peran dan fungsi sebagai aktor yang mempertahankan peraturan-peraturan
agar dapat berjalan tertib dalam rangka mencapai tujuan bersama. Selain itu
juga, organisasi internasional dijadikan sebagai suatu wadah untuk hubungan
antar negara agar kepentingan masing-masing negara dapat tercapai (Le Roy Bennet,
1997:2-4).
Menurut Clive Archer
dalam bukunya yang berjudul International
Organization mendefinisikan organisasi internasional adalah sebuah struktur
formal yang berkelanjutan yang dibentuk atas dasar kesepatakan antar anggota
(negara dan non negara) yang berdaulat dengan bertujuan untuk mengejar
kepentingan bersama para anggota (Clive Archer, 1983:35). Pembentukan
organisasi internasional dibentuk atas dasar saling membutuhkan karena setiap
negara tidak mungkin dapat mempejuangkan kepentingan negaranya sendiri.
Terdapat dua kategori
organisasi internasional, yaitu:
1.
Organisasi antar pemerintah (inter-governmental organizations/IGO),
anggota berasal dari perwakilan negara seperti : PBB, WTO, NATO.
2
Organisasi non pemerintah (Non-governmental onganizations/NGO),
anggotanya berasal dari kelompok non negara seperti kelompok bidang keilmuan,
budaya, ekonomi, HAM. Contohnya Palang Merah,
greenpeace (Le Roy Bennet, 1997:2).
Menurut Coulombis dan
Wolfe, organisasi internasional dapat diklasifikasikan menurut keanggotaan dan
tujuan menjadi empat klasifikasi, yaitu:
1.
Global
membership and general purpose, yaitu suatu
organisasi internasional antar negara dengan keanggotaan global serta maksud
dan tujuan umum, contohnya PBB.
2.
Global
membership and limited purpose, yaitu organisasi
internasional antar negara dengan keanggotaan global namun memiliki tujuan yang
khusus, contohnya UNHCR, IOM.
3.
Regional
membership and general purpose, yaitu organisasi
internasional antar negara dengan keanggotan yang regional atau berdasarkan
kawasan dengan tujuan yang umum, contohnya ASEAN, UE.
4.
Regional
membership and limited purpose, yaitu organisasi
internasional antar negara dengan keanggotaan yang regional atau berdasarkan
kawasan dengan tujuan yang khusus, contohnya NATO, ASEAN Regional Forum.
Organisasi memiliki
peranan penting untuk memecahkan masalah internasional ketika negara tidak
mampu menangani masalah yang berdimensi nasional ataupun internasional.
Organisasi internasional muncul menjadi pihak ketiga yang mampu memberikan
solusi bagi permasalahan tersebut. Terdapat tiga kategorisasi peran organisasi
internasional, yaitu:
1.
Sebagai instrument/alat diplomasi.
Organisasi internasional digunakan oleh negara sebagai kesempatan untuk
mencapai kepentingan nasional masing-masing negara.
2.
Sebagai arena atau forum. Organisasi
internasional dijadikan ajang untuk melakukan pertemuan, negosiasi, diskusi,
berdebat, bekerjasama antar negara.
3.
Sebagai aktor independen. Organisasi
internasional memiliki posisi netral dalam menangani suatu masalah. Walaupun
pada dasarnya organisasi internasional dibentuk oleh kesepakatan negara-negara,
namun organisasi internasional dapat bertindak tanpa dipengaruhi oleh
kepentingan satu kelompok atau negara (Clive Archer, 1983:130-147).
Menurut Le Roy Bennet,
organisasi internasional memiliki fungsi mendasar, yaitu:
“To provide the
means of cooperation among states in areas which cooperation provides
advantages for allor a large number of nations”
“to provide
multiple channels of communication among governments so that areas of
accommodation may be explored and easy acces will be available when problems
arise”
Maksud dari penjelasan
Le Roy ialah organisasi internasional memiliki hal-hal yang dibutuhkan oleh
negara dalam bekerjasama dengan negara lain agar tercapai keuntungan semaksimal
mungkin bagi seluruh anggota organisasi. Dan organisasi internasional
menyediakan wahana komunikasi bagi negara-negara anggota untuk menyalurkan
ide-ide mereka menjadi sebuah jalan keluar bersama ketika muncul sebuah masalah
(Le Roy Bennet, 1997:40).
Multi National Corporation (MNC)
MNC merupakan
perusahaan yang memiliki wilayah operasi lebih di satu negara, akan tetapi
memiliki kantor pusat di satu negara (Carey, 2008) .
MNC menjadi aktor non negara yang sangat penting dalam ekonomi politik
internasional karena MNC mampu mendongkrak GDP sebuah negara dari hasil pajak.
Kehadiran MNC di beberapa negara bertujuan untuk mendekati saasaran pasar,
kemudahan mendapatkan pegawai, kemudahan mendapatkan bahan baku, mengetatkan
biaya pajak dan produksi. Contoh MNC yang beroperasi di Indonesia yaitu, Mc
Donald, KFC, Nokia, Samsung, Honda, Toyota dan lain-lain.
MNC mampu mendikte
kebijakan sebuah negara yang berkaitan langsung dengan kepentingan MNC. Hal ini
menunjukan bahwa MNC memiliki power dalam bidang ekonomi yang menyebabkan
negara mengeluarkan kebijakan untuk menyesuaikan kebutuhan MNC. Negara mau
tidak mau harus memberikan pelayanan terbaik terhadap MNC dalam masalah
regulasi karena negara tidak ingin MNC hengkang dari wilayahnya.
Terorist Groups
Teroris
merupakan aktor non negara yang memberikan rasa ketakutan terhadap orang lain.
Teroris dianggap menjadi aktor non negara yang memiliki peran dalam mengancam
keutuhan sebuah negara. Kelompok Teroris bertujuan untuk melawan aktor negara
yang mereka anggap tidak sejalan atau tidak adil. Pada dasarnya pertentangan
antara kelompok teroris dan negara merupakan pertentangan antara si lemah dan
si kuat (Carey, 2008) .
Kelompok teroris memiliki sumber daya terbatas sedangkan negara memiliki power
militer yang kuat dan mampu menumpas teroris. Akan tetapi menjadi masalah
ketika kelompok teroris beroperasi secara sembunyi-sembunyi. Negara akan sulit
membedakan antara rakyat biasa dan kelompok terroris.
Contoh
kasus yang menggemparkan dunia adalah ketika peristiwa 9/11 terjadi di Amerika
Serikat. Al-Qaeda yang dipimpin Osama bin Laden dianggap sebagai kelompok yang
bertanggung jawab dalam tragedy itu. Amerika sejak tahun 2001 melancarkan perang
terhadap terorisme dan menginvasi Afghanistan atas nama menumpas terorisme.
Saat ini, isu yang hangat adalah kehadiran Islamic
State of Iraq and Syria (ISIS) yaitu sebuah kelompok yang ingin mendirikan
sebuah negara atas nama islam di wilayah Iraq dan Syiria. Namun, yang sangat
disayangkan seringkali kelompok teroris mencari pembenaran dalam setiap aksinya
dengan membawa nama islam. Padahal, antara kekerasan yang dilakukan oleh
kelompok teroris dan ajaran agama islam terdapat perbedaan mendasar. Kelompok
teroris membabi buta menyerang negara dengan melakukan pengeboman bunuh diri
seperti yang dilakukan di Bali pada tahun 2003. Sedangkan agama Islam sendiri
mengajarkan kasih sayang terhadap sesame manusia.
Level of Analysis atau Level analisis
Terdapat beragam
versi mengenai berapa jumlah tingkat analisa dalam Hubungan Internasional. Ada
yang mengatakan bahwa level analisa berjumlah tiga, lima, dan bahkan enam.
Kennetz Walt mengatakan ada tiga peringkat analisis yaitu level individu yang
fokus pada personalitas, persepsi, pilihan dan aktivitas individual pembuat
keputusan. Kedua, level negara yang fokus pada karakteristik negara, tipe
sistem ekonomi, dan kepentingan nasional. Dan yang terakhir adalah level sistem
internasional yang fokus pada karakter anarki dari sistem internasional maupun
regional serta kekuatan dan kelemahan mereka.. Pendapat Waltz ini didukung oleh
ilmuwan lainnya seperti Joh Spanier yang membagi tingkat analisa menjadi
tingkat sistemik, tingkat negara-bangsa, dan tingkat pembuat keputusan atau
individu (Mas’oed, 1990:40).
Selanjutnya, dalam proses menentukan tingkat
analisa, menurut Mas’oed (1990:35-39) kita harus menetapkan unit analisa dan
unit eksplanasi. Unit analisa adalah unit yang akan kita deskripsikan,
jelaskan, dan ramalkan (vaiabel dependen). Memilih fenomena tingkat manakah
yang akan kita jelaskan? Sedangkan unit eksplanasi adalah hal yang berdampak
terhadap unit analisa yang akan kita amati (variabel dependen).
Contoh konkret dari level analisis adalah
ketika akan menganalisa perilaku sebuah negara yang mengeluarkan sebuah
kebijakan. Contoh kasus pemutusan kerjasama antara Turki dan Israel dalam
bidang militer dan pertahanan. Apabila dianalisa melalui level analisa negara,
maka yang akan terlihat adalah faktor-faktor mengapa Turki memutuskan untuk
tidak bekerjasama lagi dengan Israel. Hal itu dilakukan oleh Turki karena ada
faktor penyerangan
Israel terhadap Gaza yang dikuasai oleh Hamas. Turki yang mayoritas penduduknya
beragama Islam dengan tegas menolak dan mengutuk penyerangan tersebut, bahkan
secara resmi, Perdama Menteri Erdogan menolak keras tindakan Israel tersebut.
Faktor kedua yaitu, Penyerangan Kapal Mavi Marmara berbendera Turki oleh
Angkatan Laut Israel. Inilah yang menjadi faktor utama mengapa Turki berani memutuskan
hubungan kejasama dengan Israel.
Apabila dianalisa melalui level analisis
individu, maka yang terlihat adalah faktor pemimpin Turki yaitu Recep Tayip
Erdogan, seorang Perdana Menteri berasal dari Justice and Development Party (AKP). AKP merupakan partai yang
muncul sejak tahun 2002 dan dikenal lebih berorientasi kepada Turki sebagai
negara muslim. Erdogan dikenal sebagai pemimpin yang vocal atas perilaku Israel
terhadap Palestina (Kogan, 2006) .
DAFTAR
PUSTAKA
Archer,
Clive. 1983. Organization International.
London:Allen&Unwin Ltd.
Bennet, Le Roy. 1997. International
organization: principles and issues. New
jersey: Prentice hall inc.
Carey, R. 2008. Power. In T. C. Imber, Issues in
International Relations . New York: Routlegde.
Griffiths,
M. 1999. Fifty Key Thinker in International Relation. New York:
Routlegde.
Hara,
A. B. 2010. Pengantar Analisis Politik Luar Negeri Dari Realisme sampai
Konstruktivisme. Bandung : Nuansa.
Kogan,
E. 2006. Cooperation in the Turkish-Israel Defense Industry. Conflict
Studies Research Centre , 3.
Mas’oed, Mochtar. 1989. Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan Teoritis.
Yogyakarta: Pusat antar-universitas studi sosial Universitas Gajah Madja.
O'Callaghan,
M. G. 2002. International Relations: The Key Concept. London:
Routlegde.
Wilkinson,
P. 2007. International Relation A ery Short Introduction. New York:
Oxford University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar