Selasa, 10 Februari 2015

Diplomasi Pertahanan Indonesia Dalam Penegakkan Sistem Pertahanan Negara Studi : Penenggelaman Kapal Nelayan Asing Ilegal Menurut UU Perikanan Tahun 2009

Indonesia dianugerahi luas wilayah yang didominasi oleh lautan. Kekayaan alam laut tersebut menyimpan potensi sangat besar yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh rakyat Indonesia. Ironinya, hak penuh atas kekayaan dan sumber daya laut Indonesia juga dinikmati oleh oknum nelayan asing yang tidak memiliki izin. Nelayan asing tersebut beroperasi menangkap ikan di perairan Indonesia tanpa izin.
            Presiden RI Joko Widodo menegaskan bahwa untuk menangulangi pelanggaran kedaulatan berupa nelayan asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia perlu penegakkan hukum nasional yang berlaku. Menurut UU Perikanan 2009 Pasal 69, kapal nelayan asing yang melanggar wilayah perairan Indonesia dapat dikenakan tindakan khsuus berupa ditenggelamkan atau dibakar oleh pihak berwajib.
            Isu pelanggaran wilayah merupakan isu sistem pertahanan negara. Pihak berwajib diantaranya TNI Angkatan Laut, KKP, Polairud bahkan nelayan Indonesia memiliki kewajiban untuk menjaga kedaulatan Indonesia yang tercermin dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia yang menyatakan bahwa Indonesia menganut sistem pertahanan rakyat semesta.
            Masalah muncul ketika sistem pertahanan negara belum mumpuni secara kualitas dan kuantitas untuk menjaga batas wilayah laut Indonesia secara keseluruhan. Oleh karena itu, alat pertahanan negara seperti TNI Angkatan Laut perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas demi menjaga kedaulatan Indonesia.
            Dalam tulisan ini, penulis akan mengkaji lebih dalam dari sudut pandang Diplomasi Pertahanan. Penulis melihat bahwa Diplomasi Pertahanan Preventif[1] merupakan cara paling relevan terkait pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai penenggelaman kapal nelayan asing illegal. Karena muncul respon negative dari pihak Malaysia mengenai pernyataan Presiden Joko Widodo.
            Dalam sebuah artikel di Malaysia berjudul “Maaf Cakap, Inilah Jokowi” menuliskan bahwa Presiden RI bersikap arogan. Padahal menurutnya, WNI di Malaysia juga sering melakukan tindakan yang melanggar hukum seperti pencurian, perampokan, illegal trafficking[2].
            Dalam kajian Diplomasi Pertahanan, hal yang perlu dilakukan oleh pihak Indonesia adalah mensosialisasikan UU Perikanan ini kepada negara-negara tetangga yang terindikasi memiliki nelayan yang suka melanggar batas wilayah laut Indonesia. Sehingga sudah ada peringatan dari awal yang dilakukan oleh negara tersebut terhadap nelayannya, agar tidak melanggar batas wilayah laut Indonesia. Apabila melanggar, maka menurut hukum Indonesia, Kapal akan ditenggelamkan.
            Menurut penulis, usaha Diplomasi Pertahanan Preventif berupa sosialisasi terhadap negara tetangga ini akan memberikan efek pencegah atau “deterrence”. Para nelayan asing illegal akan berfikir dua kali apabila sengaja melanggar batas wilayah laut Indonesia. Maka, ketika penegakkan hukum ini terjadi, tidak ada salah paham yang serius antara Indonesia dengan negara asal nelayan asing tersebut. 

 Daftar Pustaka
Supriyanto, Makmur. 2014. Tentang Ilmu Pertahanan. Jakarta: Dapur Buku
Ku, Hussein Ku Seman. 2014. Maaf Cakap, Inilah Jokowi. Kuala lumpur. Utusan.com.my
UU Perikanan Tahun 2009 Pasal 69



[1] Makmur Supriyanto. Tentang Ilmu Pertahanan. 2014: Jakarta. Hal 195.
[2] Ku Seman Ku Hussein. Maaf Cakap, Inilah Jokowi. Utusan.com.my. 23 November 2014: Kuala lumpur. Diakses pada 2/12/2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar