Selasa, 10 Februari 2015

LANGKAH DIPLOMASI INDONESIA TERHADAP AUSTRALIA DALAM KASUS PENYADAPAN

Hubungan Indonesia dan Australia kembali mengalami memanas ketika seorang mantan kontaktor badan intelejen Amerika, Edward Snowden membuka sebuah rahasia tentang penyadapan Australia terhadap beberapa pejabat Indonesia. Edward Snowden yang menjadi buronan pemerintan Amerika membeberkan file National Security Agency (NSA) bahwa Australia menyadap komunikasi Presiden Yudhoyono serta beberapa menteri di jajaran kabinet.
Tindakan penyadapan merupakan tindakan yang menyalahi hukum internasional mengenai etika berdiplomasi. Hal itu juga melanggar norma pergaulan internasional, padahal informasi bisa didapatkan melalui duta besar yang bertugas di negara tersebut. Dalam kasus ini, Australia apabila menginginkan informasi mengenai apa yang terjadi di Indonesia, Australia tinggal meminta duta besarnya melakukan tugas reporting yaitu dengan melaporkan apa yang sedang terjadi di Indonesia.
Indonesia dan Australia pada dasarnya memiliki hubungan yang harmonis. Kedua negara saling berkerjasama dalam berbagai bidang seperti politik yang tergabung dalam ASEAN Regional Forum, pertahanan dengan terbentuknya Ikanatan Alumni Pertahanan Indonesia-Australia (IKAHAN) dan lain-lain.
Dengan adanya kasus penyadapan ini, dapat merugikan kedua belah pihak. Indonesia merasa terancam dengan tindakan spionase Australia. Sedangkan, bagi Australia, tindakan spionase dilakukan atas dasar kepentingan nasional yang harus mereka capai.
Dalam tulisan ini, akan disusun secara sistematis mengenai siapa aktornya, bagaimana interaksi antar aktor, bagaiamana peran setiap aktor,  batasan atau scope wilayah, struktur interaksi. Pemetaan ini akan mempermudah dalam memahami masalah penyadapan Australia terhadap Indonesia.
Aktor yang terlibat dan perannya
Dalam masalah ini, terdapat beberapa aktor yang terlibat seperti Indonesia, Australia, Edward Snowden, dan Amerika Serikat.
Australia merupakan aktor yang berperan sebagai penyadap dalam kasus ini. Australia merlakukan tindakan tersebut untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Indonesia merupakan aktor yang menjadi korban penyadapan. Indonesia berupaya mendapatkan penjelasan yang sebenarnya ke Australia melalui jalur diplomasi. Edward Snowden merupakan aktor wisthle blower yang berperan sebagai individu yang membeberkan berbagai data intelejen Amerika yang melakukan penyadapan dan operasi-operasi di seluruh dunia.  Amerika Serikat sebagai negara sekutu Australia, merupakan negara yang menyebarkan jaringan intelejen ke seluruh dunia yang kerapkali melanggar kedaulatan sebuah negara.
Batasan Wilayah
Kasus ini dapat dikategorikan sebagai kasus regional. Indonesia dan Australia memiliki letak geografis di kawasan Asia Tenggara. Bahkan Australia dan Indonesia berbatasan langsung, sehingga kedua negara memiliki kepentingan strategis yang saling terkait.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan penjelasan mengenai masalah ini, bagaimana langkah diplomasi yang diambil oleh Indonesia dalam merespon tindakan penyadapan oleh Australia?
AMERIKA SERIKAT
 
Kondisi Interaksi
SNOWDEN
 
INDONESIA
 
AUSTRALIA
 
 







Penjelasan pola interaksi diatas, menunjukan bahwa terdapat beberapa aktor yang terlibat langsung. Permasalah muncul ketika, Australia menggunakan cara-cara tidak legal untuk mendapatkan informasi dari Indonesia. Rahasia intelejen Australia terbongkar karena Snowden, seorang mantan kontraktor NSA membeberkan hal itu di situsnya wikileaks.com.
Kerangka Teori
Kerangka Teori terdiri atas dua yaitu, Teori Diplomasi serta Rezim Internasional. Kedua landasan teori itu cukup untuk menjelaskan langkah-langkah diplomasi Indonesia dalam menghadapi masalah ini
Diplomasi
Diplomasi berasal dari kata diploum dalam bahasa yunani yang berarti melipat. Praktik diplomasi pada zaman Yunani dan Romawi biasanya berupa pertukaran utusan yang membawa surat jalan atau saat ini dapat dikategorikan sebagai passport (Muchsin, 2010:4). Seiring berjalannya waktu, praktik diplomasi semakin berkembang pesat mengikuti perkembangan zaman modern saat ini.
Menurut Harold Nicholson (1960:55, dalam Muchsin), definisi Diplomasi itu sendiri ialah:
Diplomacy is the management of international relations by negotiation, the method by wich these relations are adjusted and managed by ambassadors and envoys; the business or art of the diplomatist”
Prof. Brownlie dalam bukunya yang berjudul “Principles of Public International Law” menyatakan bahwa diplomasi adalah metode yang diambil untuk membangun hubungan komunikasi antara satu negara dengan negara lain, atau melakukan kegiatan politik/hukum melalui wakil yang ditunjuk (Muchsin, 2010:5).
Rezim Internasional
Kerjasama merupakan salah satu interaksi yang harus dilakukan oleh negara untuk mencapai kepentingan nasional secara maksimal. Dalam sistem internasional, dikenal adanya Rezim Internasional, menurut Stephen D. Krasner, Rezim Internasional ialah suatu tatanan yang berisi kumpulan prinsip, norma, aturan, proses pembuatan keputusan, baik yang bersifat eksplisit mapupun implicit, yang berkaitan dengan ekspektasi atau pengharapan aktor-aktor dan memuat kepentingan aktor dalam hubungan internasional (Perwita dan Yanyan, 2006:28).
Dalam konteks tulisan ini, akan dijelaskan mengenai rezim internasional yang dibangun oleh Indonesia dan Australia untuk menangulangi masalah penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap Indonesia. Rezim atau Code of Conduct berisi peraturan yang membahas mengenai norma yang harus dipatuhi oleh dua negara tersebut.
Analisa
Kabar mengenai adanya penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta beberapa Menteri RI menggoyahkan hubungan dua negara tersebut. Rakyat Indonesia yang mudah tersulut emosi mulai melakukan aksi protes di depan Keduataan Besar Australia di Jakarta (Republika, 2013).
Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa menyatakan bahwa Indonesia tidak menerima tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Asutralia karena bertentangan dengan asas diplomasi dan hukum internasional apapun alasannya (Kemlu, 2013). Selain itu juga, tindakan tersebut telah melanggar kedaulatan Indonesia dan mencederai hubungan persahabatan antara kedua negara.
            Merespon kejadian itu, akhirnya Indonesia melalu Kementerian Luar Negeri memerintahkan pemanggilan Duta Besar Australia untuk Indonesia di Jakarta serta Duta Besar Indonesia di Canberra. Hal itu dibutuhkan untuk menghindari asumsi-asumsi yang tidak jelas dan konsolidasi sikap yang perlu diambil setelah Indonesia mengetahui sebenarnya apa yang terjadi.
            Pada November 2013, Duta Besar Australia Greg Moriarty memenuhi panggilan Kemenlu di Jakarta untuk melakukan klarifikasi. Hal ini diperlukan untuk memberikan kesempatan bagi Australia untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Praktik Diplomasi seperti ini menunjukan bahwa asas persahabatan dan saling menghormati masih berlaku walaupun dua negara mengalami perselisihan.
            Lalu mengapa Australia repot melakukan penyadapan terhadap Indonesia?sedangkan secara hubungan politik dan hukum, Indonesia merupakan partner utama Australia dalam menghadapi terorisme. Tragedi teroris Bom Bali yang menewaskan ratusan warga Australia menjadi alasan utama mengapa Indonesia berarti secara strategis bagi Australia. Dalam sebuah laporan yang dilansir oleh Sydney Morning Herald, sebuah Koran di Australia menjelaskan bahwa kegiatan penyadapan ini berkaitan erat dengan niat Australia menduduki kursi Dewan Keamanan PBB. Pada pertemuan G20 di London pada tahun 2009. Australia dengan bantuan intelejen Amerika Serikat dan Inggris melakukan sejumlah penyadapan terhadap pemimpin dunia saat itu khususnya negara pasifik seperti Presiden India, Manmohan Singh, Presiden Tiongkok, Hu Jintao dan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (Kompas, 2013).
            Indonesia melalui Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya memutuskan untuk melakukan langkah-langkah penyelesaian kasus ini dengan membuat enam langkah awal (Bisnis, 2013), yaitu:
·         pertama, menugasi menlu atau utusan khusus untuk membicarakan secara mendalam isu-isu yang sensitif berkaitan dengan hubungan Indonesia-Australia pascapenyadapan.
·         Kedua, setelah terjadi kesepahaman dan muncul kesepakatan dari kedua belah pihak, diharapkan akan ditindaklanjuti dengan pembahasan protokol dan kode etik secara lengkap dan mendalam.
·         Ketiga, Presiden SBY akan memeriksa sendiri draf protokol dan kode etik itu untuk memastikan kode etik tersebut sudah memadai dan menjawab keinginan Indonesia pascakasus penyadapan.
·         Keempat, setelah protokol dan kode etik itu selesai dipersiapkan, pengesahannya dapat dilakukan dihadapan para pemimpin pemerintahan, yang dihadiri oleh Presiden SBY maupun Perdana Menteri Autralia Tony Abbot.
·         Kelima, tugas kedua negara selanjutnya adalah membuktikan bahwa protokol dan kode etik itu sungguh dipenuhi dan dijalankan.
·         Keenam, setelah kedua negara, khususnya Indonesia, telah memiliki kembali kepercayaan dan kemudian protokol serta kode etik itu benar-benar dijalankan maka kerja sama bilateral yang nyata-nyata membawa manfaat bersama dapat dilanjutkan, termasuk kerja sama militer dan kepolisian kedua negara.
      Untuk menindaklanjuti perbaikan hubungan antara dua negara tersebut, Indonesia dan Australia sepakat membangun sebuah tata kelola hubungan yaitu ” Code of Conduct on Framework for Security Cooperation”. Perjanjian ini ditandatangani oleh Menlu Indonesia, Marty Natalegawa dan Menlu Australia, Julie Bishop di sela-sela pertemuan Forum Global UNAOC ke-6 di Bali pada 28 Agustus 2014 (Kemlu, 2014).
CoC tersebut merupakan sesuatu yang unik terjadi dalam praktik diplomasi antara dua negara. Dalam CoC tersebut diatur mengenai pelarangan menggunakan sumber data intelejen untuk menggali informasi yang dapat merugikan kedua negara. Dengan adanya CoC tersebut, menunjukan bahwa sifat rasional negara yang egois dapat ditekan oleh sebuah rezim internasional yang saling mengikat demi menghormati satu sama lainnya. Indonesia dan Australia kedepannya diharapkan bisa saling menghormati kedaulatan negara masing-masing, serta menumbuhkan asas kerjasama lebih lanjut dalam berbagai bidang.
Kesimpulan
Kematangan Indonesia dalam menghadapi konflik dengan negara lain semakin teruji dan terasah. Indonesia mampu mengelola konflik secara produktif dengan memecahkan masalah melalui negosiasi dan diplomasi secara damai. Aksi penyadapan yang dilakukan oleh Australia pada dasarnya telah merobek kedaulatan Indonesia sebagai negara, terlebih yang menjadi sasaran penyadapan adalah seorang Presiden. Namun, melalui pemikirian yang matang serta keputusan Kemenlu yang hati-hati, masalah penyadapan dapat diselesaikan dengan kerjasama.
Terbentuknya CoC menunjukan bahwa jalan kerjasama sangat relevan pada saat ini untuk menghindari konflik terbuka. Khususnya untuk Indonesia, mampu menahan diri untuk tidak membalas atau memutuskan tindakan berlebihan untuk merespon pelanggaran Australia. Pemanggilan Duta Besar ke negara asal merupakan kebiasaan praktik diplomasi yang wajar dalam menghadapi suatu masalah, bukan berarti mengusir atau menarik secara permanen.

Daftar Pustaka
Muchsin, Aiyub. 2010. Diplomasi: Teori dan Praktek Serta Kasus-Kasus.
Perwita, Anak Agung dan Yanyan Muhammad. 2006. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung:PT Rosda Karya
Maharani, Esti. 2013. Pemerintah Jamin Keselamatan Diplomat dan WN Australia di Indonesia. Republika, 21-11-13, diakses pada 26-01-15
Kemlu. 2013. Menlu RI: Kami Tidak Terima Alasan Penyadapan Australia. Diakses pada 26-01-15
Kompas. 2013. Kemlu Harus Minta Penjelasan Australia-Inggris Terkait Penyadapan SBY. Diakses pada 26-01-15

Bisnis. 2013. Penyadapan Australia:Enam Langkah Penyelesaian Dimulai. Diakses pada 26-01-15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar