Dalam tulisan ini, akan
membahas mengenai implikasi dan dampak sistem internasional terhadap sistem
pertahanan negara Indonesia. terlebih dahulu akan dibahas mengenai pengertian
sistem internasional dalam hubungan internasional. Sistem internasional
cenderung dekat dengan teori mainstream Neo Realisme, karena menurut pandangan
kaum Neo Realisme, perilaku negara ditentukan oleh sistem internasional yang
berlaku saat itu. Maksudnya, negara terpaksa melakukan tindakan atau kebijakan
untuk merespon keadaan sistem internasional.
Dalam pandangan
Neo-realisme, sifat dasar dari sistem internasional adalah anarki (Perwita
& Yani 2006:25). Anarki berasal dari bahasa yunani anarkhos yang berarti tidak ada aturan. Lebih jauh
anarki didefinisikan sebagai tidak adanya suatu entitas yang dapat mengontrol
sistem dunia secara keseluruhan (Griffiths and O’Callaghan 2002:2-3). Menurut
Kenneth Waltz sistem internasional dijalankan oleh negara-negara berdaulat yang
saling memperjuangkan kepentingan nasional, terutama aspek keamanan. Karena
masing-masing negara berusaha untuk mencapai tujuannya tersebut, maka perilaku
negara cenderung konfliktual. Oleh karena itu, Walt mengatakan bahwa international anarchy
is the permissive cause of war (Weber 2010:13-14).
Dalam konteks sistem
internasional yang berlaku saat ini, terjadi pergeseran pasca perang dingin
antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Perang dingin tersebut berakhir
ditandai oleh runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1991 dan pecahnya Uni Soviet
menjadi beberapa negara kecil. Kemenangan Amerika Serikat dalam perang dingin
menciptakan struktur atau sistem internasional yang baru. Amerika Serikat hadir
sebagai the most powerfull country in the world.
Keberadaan Amerika Serikat
sebagai negara terkuat, menciptakan sistem internasional yang bersifat unipolar.
Amerika Serikat menyebarkan paham kapitalisme dan demokrasi ke seluruh dunia.
Hal itu terjadi atas konsekuensi ketiadaan kekuatan lain selain Amerika
Serikat. Di PBB pun, Amerika Serikat bagaikan raja. Atas nama hak veto, Amerika
Serikat dapat menganulir setiap keputusan PBB yang tidak sesuai dengan
kepentingan nasional Amerika Serikat.
Sistem internasional berubah
kembali ketika dunia diguncang oleh peristiwa 9/11. Symbol kapitalisme Amerika
Serikat yaitu gedung WTC dan symbol kenegaraan yaitu Gedung Putih diserang oleh
kelompok teroris menggunakan pesawat yang telah dibajak. Peristiwa 9/11 telah
mencoreng muka Amerika Serikat sebagai negara terkuat secara militer di dunia. Presiden
Bush merubah kebijakan Amerika Serikat menjadi war on terrorism. Konsekuensi
dari kebijakan Amerika Serikat adalah unilateralisme Amerika dalam menuduh dan
menghukum negara lain dalam masalah terorisme. Pada tahun 2002, Afgahnistan
menjadi korban pertama Amerika dengan dalih menghancurkan Al-Qaeda yang dituduh
sebagai dalang dalam peristiwa 9/11. Kemudian pada tahun 2002, Irak menjadi
bulan-bulanan Amerika dengan dalih Irak dituduh memiliki senjata pemusnah massal.
Dari segi ekonomi, muncul
beberapa negara yang berpotensi menggeser posisi Amerika dalam sistem
internasional serta merubah peta sistem internasional. Menguatnya Uni Eropa
dari segi aliansi militernya yaitu NATO dengan memperluas keanggotaanya. Ada
BRIC (Brazil, Rusia, India dan China) yaitu kumpulan negara-negara yang
memiliki populasi besar di seluruh dunia serta kekuatan ekonomi yang mampu
menyaingi Amerika Serikat.
Dari beberapa bukti
tersebut, bahwa telah terjadi pergeseran sistem internasional di dunia ini
menjadi bersifat multipolar, yang artinya terdapat keseimbangan penyebaran
kekuatan antar negara (Balance of Power). Lalu, bagaimana keadaan sistem
internasional yang bersifat multipolar terhadap sistem pertahanan negara
Indonesia?. Akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai sistem pertahanan
Indonesia.
Dalam buku putih pertahanan
Indonesia tahun 2008 dijelaskan bahwa sistem pertahanan Indonesia adalah:
segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.
Pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah
NKRI dengan segala isinya sebagai satu kesatuan pertahanan.
Fungsi sistem pertahanan Indonesia
terbagi atas tiga yaitu, fungsi penangkalan, fungsi, fungsi penindakan, dan
fungsi pemulihan. Fungsi penangkalan yaitu, merupakan
keterpaduan usaha pertahanan untuk mencegah atau meniadakan niat dari pihak
tertentu yang ingin menyerang Indonesia. Fungsi penangkalan dilaksanakan dengan
strategi penangkalan yang bertumpu pada instrumen penangkalan berupa instrumen
politik, ekonomi, psikologi, teknologi, dan militer. Instrument tersebut saling
bersinergi membentuk sistem pertahanan negara Indonesia di berbagai bidang.
Fungsi penindakan merupakan keterpaduan usaha pertahanan untuk mempertahankan,
melawan, dan mengatasi setiap tindakan militer suatu negara yang mengancam
kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, serta menjamin keselamatan bangsa
dari segala ancaman. Fungsi penindakan dilaksanakan melalui tindakan preemptif,
perlawanan, sampai dengan mengusir musuh keluar dari wilayah Indonesia. Dan
yang terakhir yaitu fungsi pemulihan, yaitu keterpaduan usaha pertahanan negara
yang dilaksanakan baik secara militer maupun nirmiliter, untuk mengembalikan
kondisi keamanan negara yang telah terganggu sebagai akibat kekacauan keamanan
karena perang, pemberontakan, atau serangan separatis, konflik vertikal atau
horizontal, huru-hara, serangan teroris, atau bencana alam. TNI bersama dengan
instansi pemerintahan lainnya serta masyarakat melaksanakan fungsi pemulihan
sebagai wujud pertahanan semesta yang utuh.
Dari
penjelasan di atas mengenai beberapa pengertian mengenai sistem internasional
dan sistem pertahanan negara. Kemudian bagaimana implikasi sistem internasional
terhadap sistem pertahanan negara Indonesia dengan studi kasus nyata. Kasus
yang menarik untuk diangkat adalah mengenai penyelundupan imigran gelap asal
Timur Tengah ke Indonesia.
Kemunculan
imigran asal timur tengah seperti dari Afghanistan, Irak, Syiria dan Myanmar
disebabkan adanya konflik dan kesenjangan sosial. Konflik di negara tersebut
muncul karena sistem internasional yang dibentuk oleh Amerika Serikat pasca
peristiwa 9/11. Afghanistan dan Irak merupakan dua negara yang dapat
dikategorikan sebagai failed state karena terjadi konflik horizontal antar
rakyatnya. Konflik horizontal itu muncul disebabkan keadaan yang dibentuk oleh
Amerika ketika menginvasi negara
tersebut. Afghanistan terpecah menjadi beberapa kelompok yang saling menyerang
dan sama halnya juga di Irak, terdapat kelompok Taliban dan beberapa kelompok
bersenjata.
Penduduk
Afghanistan dan Irak lebih memilih untuk menjadi pengungsi dan berusaha keluar
dari negaranya menuju negara lain yang lebih aman dan menjanjikan kehidupan
yang lebih baik. Australia merupakan salah satu negara yang bersedia menampung
pengungsi dengan persyaratan yang sangat ketat. Secara geografis, Indonesia
adalah negara terdekat dengan Australia, oleh karena itu, Indonesia dijadikan
sebagai jalur pelayaran para pengungsi dari Afghanistan dan Irak.
Masalah
muncul ketika pengungsi tersebut memasuki wilayah Indonesia tanpa izin atau
melanggar UU Keimigrasian Indonesia. Hal ini dapat dikategorikan sebagai
ancaman nirmiliter. Yaitu ancaman selain perang yang memiliki efek merugikan
Indonesia. Pengungsi memasuki wilayah Indonesia secara illegal dengan bantuan
sindikat penyelundup manusia. Biasanya mereka melalui jalur utara sumatera,
kemudia berlayar menuju selatan Jawa.
Dalam hubungan
internasional, pengungsi atau refugee dikategorikan sebagai konsep. Apabila
dilihat dalam konteks ini, pengungsi dianggap sebagai aktor non negara yang
mengancam kedaulatan aktor negara. Dalam Konvensi Pengungsi 1951, disebutkan
definisi pengungsi yaitu:
seseorang yang dikarenakan oleh
ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan ras,
agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan keanggotaan partai
politik tertentu, berada diluar Negara kebangsaannya dan tidak menginginkan
perlindungan dari Negara tersebut” (UNHCR, 1951:16).
Lalu mengapa pengungsi yang masuk secara
illegal dianggap sebagai ancaman oleh sistem pertahanan Indonesia?. Berdasarkan
buku putih pertahanan Indonesia, pengungsi illegal dapat dikategorikan sebagai
ancaman nirmiliter, yaitu sebuah ancaman yang tidak dapat ditangani oleh
kekuatan senjata, akan tetapi bila terakumulasi dapat menggangu kepentingan
nasional bahkan kedaulatan NKRI.
Dalam menghadapi ancaman
nirmiliter dalam konteks ini pengungsi, Indonesia bekerjasama dengan United
Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) dan International Organization for
Migration (IOM). Kedua organisasi internasional tersebut mendapatkan mandate
sesuai Konvensi Pengungsi 1951 untuk menangani masalah pengungsi di seluruh
dunia.
Indonesia, UNHCR dan IOM
biasanya bekerjasama dalam menangulangi masalah pengungsi illegal asal
Afghanistan dan Irak dengan menangkap mereka, kemudian didata dan diproses
apakah mereka dapat dikategorikan sebagai pengungsi atau imigran illegal biasa.
Karena terdapat status, menurut Konvensi Pengungsi 1951, pengungsi mendapatkan
perlindungan secara hukum internasional, segala hak nya harus dihormati.
Sedangkan imigran illegal, menurut UU keimgrasian Indonesia tahun 2011, imigran
illegal termasuk kejahatan imigrasi dan hukumannya adalah deportasi ke negara
asal.
Kesimpulan
Sistem internasional pasca
peristiwa 9/11 telah merubah sturktur internasional menjadi multipolar secara
ekonomi, akan tetapi secara militer, Amerika tetap dianggap sebagai negara
super power. Dengan kampanye war on
terrorism, Amerika dengan seenaknya tanpa persetujuan PBB menyerang
negara-negara yang dianggap memberikan perlindungan terhadap teroris.
Afghanistan dan Irak menjadi korban unilateralisme Amerika Serikat.
Hal
itu berdampak terhadap peningkatan jumlah pengungsi dari Afghanistan dan Irak.
Indonesia salah satu negara yang terkena dampak tersebut. Tiap tahun ribuan
pengungsi asal dua negara tersebut masuk secara illegal dan dapat dikategorikan
sebagai ancaman nirmilter. Dalam sistem pertahanan negara Indonesia, hal itu
dapat dicegah melalui fungsi penangkalan, yaitu dengan melakukan patroli laut
di perbatasan. Akan tetapi, masalah klasik selalu menjadi alasan, yaitu
rendahnya anggaran belanja alutsista TNI khususnya Angkatan Laut. Hal itu
membatasi ruang gerak patroli sehingga dimanfaatkan oleh penyelundup untuk
menyelundupkan pengungsi melalui wilayah perairan Indonesia untuk berlayar ke
Australia.
Daftar Pustaka
Griffiths and Terry
O’Callaghan, Martin. 2002.International
Relations: The Key Concept. New York:Routlegde.
UNHCR. 2005. Penentuan Status Pengungsi: Mengenali siapa
itu pengungsi.
UNHCR. 2005. Pengenalan Tentang Perlidungan
Internasional: Melindungan Orang-Orang Yang Menjadi Perhatian UNHCR.
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan M. 2006. Pengantar
Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar