Selasa, 10 Februari 2015

Dampak perubahan sistem internasional pasca peristiwa 9/11 terhadap pertahanan nirmiliter Indonesia Studi kasus: Masuknya Pengungsi Afghanistan dan Irak ke Wilayah Indonesia secara Illegal

Dalam tulisan ini, akan membahas mengenai implikasi dan dampak sistem internasional terhadap sistem pertahanan negara Indonesia. terlebih dahulu akan dibahas mengenai pengertian sistem internasional dalam hubungan internasional. Sistem internasional cenderung dekat dengan teori mainstream Neo Realisme, karena menurut pandangan kaum Neo Realisme, perilaku negara ditentukan oleh sistem internasional yang berlaku saat itu. Maksudnya, negara terpaksa melakukan tindakan atau kebijakan untuk merespon keadaan sistem internasional.
Dalam pandangan Neo-realisme, sifat dasar dari sistem internasional adalah anarki (Perwita & Yani 2006:25). Anarki berasal dari bahasa yunani anarkhos yang berarti tidak ada aturan. Lebih jauh anarki didefinisikan sebagai tidak adanya suatu entitas yang dapat mengontrol sistem dunia secara keseluruhan (Griffiths and O’Callaghan 2002:2-3). Menurut Kenneth Waltz sistem internasional dijalankan oleh negara-negara berdaulat yang saling memperjuangkan kepentingan nasional, terutama aspek keamanan. Karena masing-masing negara berusaha untuk mencapai tujuannya tersebut, maka perilaku negara cenderung konfliktual. Oleh karena itu, Walt mengatakan bahwa international anarchy is the permissive cause of war (Weber 2010:13-14).
Dalam konteks sistem internasional yang berlaku saat ini, terjadi pergeseran pasca perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Perang dingin tersebut berakhir ditandai oleh runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1991 dan pecahnya Uni Soviet menjadi beberapa negara kecil. Kemenangan Amerika Serikat dalam perang dingin menciptakan struktur atau sistem internasional yang baru. Amerika Serikat hadir sebagai the most powerfull country in the world.
Keberadaan Amerika Serikat sebagai negara terkuat, menciptakan sistem internasional yang bersifat unipolar. Amerika Serikat menyebarkan paham kapitalisme dan demokrasi ke seluruh dunia. Hal itu terjadi atas konsekuensi ketiadaan kekuatan lain selain Amerika Serikat. Di PBB pun, Amerika Serikat bagaikan raja. Atas nama hak veto, Amerika Serikat dapat menganulir setiap keputusan PBB yang tidak sesuai dengan kepentingan nasional Amerika Serikat.
Sistem internasional berubah kembali ketika dunia diguncang oleh peristiwa 9/11. Symbol kapitalisme Amerika Serikat yaitu gedung WTC dan symbol kenegaraan yaitu Gedung Putih diserang oleh kelompok teroris menggunakan pesawat yang telah dibajak. Peristiwa 9/11 telah mencoreng muka Amerika Serikat sebagai negara terkuat secara militer di dunia. Presiden Bush merubah kebijakan Amerika Serikat menjadi war on terrorism. Konsekuensi dari kebijakan Amerika Serikat adalah unilateralisme Amerika dalam menuduh dan menghukum negara lain dalam masalah terorisme. Pada tahun 2002, Afgahnistan menjadi korban pertama Amerika dengan dalih menghancurkan Al-Qaeda yang dituduh sebagai dalang dalam peristiwa 9/11. Kemudian pada tahun 2002, Irak menjadi bulan-bulanan Amerika dengan dalih Irak dituduh memiliki senjata pemusnah massal.
Dari segi ekonomi, muncul beberapa negara yang berpotensi menggeser posisi Amerika dalam sistem internasional serta merubah peta sistem internasional. Menguatnya Uni Eropa dari segi aliansi militernya yaitu NATO dengan memperluas keanggotaanya. Ada BRIC (Brazil, Rusia, India dan China) yaitu kumpulan negara-negara yang memiliki populasi besar di seluruh dunia serta kekuatan ekonomi yang mampu menyaingi Amerika Serikat.
Dari beberapa bukti tersebut, bahwa telah terjadi pergeseran sistem internasional di dunia ini menjadi bersifat multipolar, yang artinya terdapat keseimbangan penyebaran kekuatan antar negara (Balance of Power). Lalu, bagaimana keadaan sistem internasional yang bersifat multipolar terhadap sistem pertahanan negara Indonesia?. Akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai sistem pertahanan Indonesia.
Dalam buku putih pertahanan Indonesia tahun 2008 dijelaskan bahwa sistem pertahanan Indonesia adalah:
segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI dengan segala isinya sebagai satu kesatuan pertahanan.
Fungsi sistem pertahanan Indonesia terbagi atas tiga yaitu, fungsi penangkalan, fungsi, fungsi penindakan, dan fungsi pemulihan. Fungsi penangkalan yaitu, merupakan keterpaduan usaha pertahanan untuk mencegah atau meniadakan niat dari pihak tertentu yang ingin menyerang Indonesia. Fungsi penangkalan dilaksanakan dengan strategi penangkalan yang bertumpu pada instrumen penangkalan berupa instrumen politik, ekonomi, psikologi, teknologi, dan militer. Instrument tersebut saling bersinergi membentuk sistem pertahanan negara Indonesia di berbagai bidang. Fungsi penindakan merupakan keterpaduan usaha pertahanan untuk mempertahankan, melawan, dan mengatasi setiap tindakan militer suatu negara yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, serta menjamin keselamatan bangsa dari segala ancaman. Fungsi penindakan dilaksanakan melalui tindakan preemptif, perlawanan, sampai dengan mengusir musuh keluar dari wilayah Indonesia. Dan yang terakhir yaitu fungsi pemulihan, yaitu keterpaduan usaha pertahanan negara yang dilaksanakan baik secara militer maupun nirmiliter, untuk mengembalikan kondisi keamanan negara yang telah terganggu sebagai akibat kekacauan keamanan karena perang, pemberontakan, atau se­rangan separatis, konflik vertikal atau horizontal, huru-hara, serangan teroris, atau bencana alam. TNI bersama dengan instansi pemerintahan lainnya serta masyarakat melaksanakan fungsi pemulihan sebagai wujud pertahanan semesta yang utuh.
            Dari penjelasan di atas mengenai beberapa pengertian mengenai sistem internasional dan sistem pertahanan negara. Kemudian bagaimana implikasi sistem internasional terhadap sistem pertahanan negara Indonesia dengan studi kasus nyata. Kasus yang menarik untuk diangkat adalah mengenai penyelundupan imigran gelap asal Timur Tengah ke Indonesia.
            Kemunculan imigran asal timur tengah seperti dari Afghanistan, Irak, Syiria dan Myanmar disebabkan adanya konflik dan kesenjangan sosial. Konflik di negara tersebut muncul karena sistem internasional yang dibentuk oleh Amerika Serikat pasca peristiwa 9/11. Afghanistan dan Irak merupakan dua negara yang dapat dikategorikan sebagai failed state karena terjadi konflik horizontal antar rakyatnya. Konflik horizontal itu muncul disebabkan keadaan yang dibentuk oleh Amerika ketika  menginvasi negara tersebut. Afghanistan terpecah menjadi beberapa kelompok yang saling menyerang dan sama halnya juga di Irak, terdapat kelompok Taliban dan beberapa kelompok bersenjata.
            Penduduk Afghanistan dan Irak lebih memilih untuk menjadi pengungsi dan berusaha keluar dari negaranya menuju negara lain yang lebih aman dan menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Australia merupakan salah satu negara yang bersedia menampung pengungsi dengan persyaratan yang sangat ketat. Secara geografis, Indonesia adalah negara terdekat dengan Australia, oleh karena itu, Indonesia dijadikan sebagai jalur pelayaran para pengungsi dari Afghanistan dan Irak.
            Masalah muncul ketika pengungsi tersebut memasuki wilayah Indonesia tanpa izin atau melanggar UU Keimigrasian Indonesia. Hal ini dapat dikategorikan sebagai ancaman nirmiliter. Yaitu ancaman selain perang yang memiliki efek merugikan Indonesia. Pengungsi memasuki wilayah Indonesia secara illegal dengan bantuan sindikat penyelundup manusia. Biasanya mereka melalui jalur utara sumatera, kemudia berlayar menuju selatan Jawa.
Dalam hubungan internasional, pengungsi atau refugee dikategorikan sebagai konsep. Apabila dilihat dalam konteks ini, pengungsi dianggap sebagai aktor non negara yang mengancam kedaulatan aktor negara. Dalam Konvensi Pengungsi 1951, disebutkan definisi pengungsi yaitu:
seseorang yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan keanggotaan partai politik tertentu, berada diluar Negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari Negara tersebut” (UNHCR, 1951:16).
Lalu mengapa pengungsi yang masuk secara illegal dianggap sebagai ancaman oleh sistem pertahanan Indonesia?. Berdasarkan buku putih pertahanan Indonesia, pengungsi illegal dapat dikategorikan sebagai ancaman nirmiliter, yaitu sebuah ancaman yang tidak dapat ditangani oleh kekuatan senjata, akan tetapi bila terakumulasi dapat menggangu kepentingan nasional bahkan kedaulatan NKRI.
Dalam menghadapi ancaman nirmiliter dalam konteks ini pengungsi, Indonesia bekerjasama dengan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) dan International Organization for Migration (IOM). Kedua organisasi internasional tersebut mendapatkan mandate sesuai Konvensi Pengungsi 1951 untuk menangani masalah pengungsi di seluruh dunia.
Indonesia, UNHCR dan IOM biasanya bekerjasama dalam menangulangi masalah pengungsi illegal asal Afghanistan dan Irak dengan menangkap mereka, kemudian didata dan diproses apakah mereka dapat dikategorikan sebagai pengungsi atau imigran illegal biasa. Karena terdapat status, menurut Konvensi Pengungsi 1951, pengungsi mendapatkan perlindungan secara hukum internasional, segala hak nya harus dihormati. Sedangkan imigran illegal, menurut UU keimgrasian Indonesia tahun 2011, imigran illegal termasuk kejahatan imigrasi dan hukumannya adalah deportasi ke negara asal.
            Kesimpulan
Sistem internasional pasca peristiwa 9/11 telah merubah sturktur internasional menjadi multipolar secara ekonomi, akan tetapi secara militer, Amerika tetap dianggap sebagai negara super power. Dengan kampanye war on terrorism, Amerika dengan seenaknya tanpa persetujuan PBB menyerang negara-negara yang dianggap memberikan perlindungan terhadap teroris. Afghanistan dan Irak menjadi korban unilateralisme Amerika Serikat.
            Hal itu berdampak terhadap peningkatan jumlah pengungsi dari Afghanistan dan Irak. Indonesia salah satu negara yang terkena dampak tersebut. Tiap tahun ribuan pengungsi asal dua negara tersebut masuk secara illegal dan dapat dikategorikan sebagai ancaman nirmilter. Dalam sistem pertahanan negara Indonesia, hal itu dapat dicegah melalui fungsi penangkalan, yaitu dengan melakukan patroli laut di perbatasan. Akan tetapi, masalah klasik selalu menjadi alasan, yaitu rendahnya anggaran belanja alutsista TNI khususnya Angkatan Laut. Hal itu membatasi ruang gerak patroli sehingga dimanfaatkan oleh penyelundup untuk menyelundupkan pengungsi melalui wilayah perairan Indonesia untuk berlayar ke Australia.
Daftar Pustaka
Griffiths and Terry O’Callaghan, Martin. 2002.International Relations: The Key Concept. New York:Routlegde.
UNHCR. 2005. Penentuan Status Pengungsi: Mengenali siapa itu pengungsi.
UNHCR. 2005. Pengenalan Tentang Perlidungan Internasional: Melindungan Orang-Orang Yang Menjadi Perhatian UNHCR.

Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan M. 2006. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar