Senin, 21 November 2011

Ringkasan buku "Pembersihan Etnis Palestina" oleh Illan Pappe

Ilan pappe, “Pembersihan Etnis Palestina”, PT elex media komputindo, 2006 Dalam buku tersebut terdapat 12 bab yang menjelaskan mengenai pembersihan etnis di Palestina. Penulis akan mereview buku tersebut per bab. BAB 1 “Sebuah “Dugaan” Pembersihan Etnis Pembersihan etnis adalah sebuah kejahatan melawan kemanusiaan, dan dapat dibawa ke Pengadilan Internasional. Ensiklopedia Hutchinson mendefinisikan pembersihan etnis sebagai pengusiran secara paksa untuk menghomogenisasi secara etnis, campuran populasi suatu daerah atau wilayah tertentu. Definisi tersebut diterima oleh depdagri AS, UNHR salah satu organisasi di bawah PBB mendifinisikan pembersihan etnis yaitu sebuah tindakan pemisahan pria dan wanita, penahanan kaum laki-laki, penghancuran tempat tinggal dan tindakan setelahnya, yaitu penempatan kembali atau repopulasi sisa-sisa tempat tinggal dengan kelompok etnis yang lain. Pembersihan etnis di Palestina adalah kejadian yang nyata bukan sebuah “ dugaan” yang dianggap dunia internasional. Kejahatan tersebut dilakukan oleh beberapa elite Israel yang dianggap sebagai pahlawan oleh rakyatnya seperti David Ben Gurion. Pada 10 maret 1948 di sebuah gedung yang disebut Red House,Dia dan kelompok yang disebut “Orientalis” membuat sebuah rencana pengusiran besar-besaran warga Palestina dari wilayah Palestina yang disebut dengan Rencana Dalet. Termasuk di dalam kelompok tersebut adalah Yigael Yadin, Moshe Dayan, Yigal Allon, Yitzhak Sadeh, Moshe Kalman, Moshe Karmel, Yitzhak Rabin, Shimon Avidan, Rehavan Zeevi, Yitzhak Pundak. Mereka inilah kaum intelektual dan sebagian besar kaum militer yang merencanakan dan memimpin pasukannya untuk melakukan pembersihan dengan menghancurkan desa-desa warga Palestina. Dan kemudian ada juga agen intelijen di lapangan yang bertugas menetukan desa mana yang akan dihancurkan selanjutnya. Pertanyaan yang sangat mendasar dari pembersihan etnis di Palestina ialah, mengapa kejahatan yang dilakukan pada zaman modern yang dapat mendatangkan wartawan luar negeri dan pengamat PBB, bisa sepenuhnya diabaikan?. Angka tiga seperempat dari sejuta warga palestina saat itu pada tahun 1948 yang terusir dari tanahnya bisa saja tampak “sederhana” ketika dibandingkan dengan pengusiran orang-orang di eropa sabagai akibat PD II, atau pengusiran yang terjadi di Afrika selama awal abad 20. Namun , kadang-kadang kita perlu merelatifkan jumlah itu dan berpikir dalam persentase untuk mulai dengan memahami besarnya tragedi yang melanda populasi seluruh negri. Sebagaian dari penduduk asli Palestina diusir keluar, sebagian dari desa, kota mereka dihancurkan dan hanya sedikit dari mereka yang bisa kembali. BAB 2 “Upaya Untuk Sebuah Negara Yahudi yang Ekslusif” Zionisme adalah ideologi yang dibuat oleh Theodore Herlz yang mengaitkan nya dengan kebangkitan nasional dengan kolonialisasi. Eretz Israel adalah nama palestina bagi agama yahudi, telah diturunkan berabad-abad sebagai tempat bagi peziarah suci, bukan Negara sekuler masa depan. Tradisi dan agama yahudi dengan jelas memerintahkan kaum yahudi untuk menanti kedatangan Messias yang dijanjikan pada akhir zaman sebelum mereka bisa kembali ke Eretz Israel sebagai bangsa yang berkuasa dalam teokrasi yahudi, yang oleh karena itu, sebagai pelayan tuhan yang setia. Inilah sebabnya sebagian aliran yahudi ortodoks bukan zionis malahan anti zionis. Dapat disimpulkan bahwa Zionisme adalah gerakan sekuler. Saat pertama kali kaum yahudi eropa datang ke Palestina pada awal 1900an, mereka tak dianggap sebagai kaum pelarian yang tak memiliki pengaruh. Namun pada tahun 1905an beberapa pemimpin kaum zionis ini bermaksud membeli tanah, aset di Palestina, dan para pemimpin Palestina pada saat itu belum menganggap itu sebagai bahaya yang akan datang. Anggota parlemen Ottoman, Said al Husayni mengatakan bahwa warga yahudi bermaksud ingin mendirikan Negara di wilayah Palestina, Syiria, dan Irak. Walaupun ia mengatakan itu, tetap saja ia menjual tanahnya ke warga yahudi. Alasan mengapa warga yahudi berusaha menetap di Palestina daripada di lokasi lain yang mungkin adalah karena saling erat terkaitnya gerakan Milleniarisme kristiani pada abad 19 dan kolonialisme eropa, yang kita ketahui bahwa Palestina adalah daerah mandat Inggris. Pada tahun 1917 diadakan deklarasi Balfour yang intinya Inggris berjanji akan mendirikan rumah bagi warga yahudi. Deklarasi tersebut mendapat tentangan dari warga Palestina yang mengakibatkan konflik dan pemberontakan. Sebelum membentuk sebuah Negara Israel, Zionis membentuk sebuah gerakan militer bawah tanah yang disebut Hagana. Para pemimpin Zionis sadar bahwa mendirikan sebuah Negara yahudi membutuhkan sebuah alat militer. Ditangan Orde Charles Wingate, Hagana menjadi sebuah angkatan bersenjata yang prefesional dan sadis dalam membantai warga palestina. Selain gerakan militer, zionis juga membentuk sebuah agensi untuk membeli tanah palestina sebelum kemudian ditempati oleh imigran yahudi yaitu JNF {jewish national foundation}. Prioritas gerakan ini adalah memfasilitasi pengusiran penyewa Palestina dari tanah yang dibeli oleh warga yahudi. Pada akhir mandate tahun 1948, kamunitas yahudi memiliki sekitar 5,8 % tanah Palestina. Selanjutnya aktor utama pembersihan etnis tahun 1948 adalah David Ben Gurion yang memimpin gerakan Zionisme dari pertengahan 1920an sampai kira-kira tahun 1960an. Menurutnya, Negara yahudi hanya bisa didirikan dengan paksaan, tapi harus menanti kesempatan saat-saat historis dating mendekat dalam upaya utnuk bisa sepakat secara militer dengan kenyataan demografis di lapangan kehadiran populasi mayoritas non yahudi. Pada akhir bulan agustus 1946, Ben Gurion mengumpulkan pemimpin gerakan zionis di hotel Royal Monsue di Paris untuk membantunya menemukan alternative terhadap rencana Biltmore yang bermaksud mengambil alih seluruh palestina. Sebuah gagasan lama tapi baru. Saat kongres zionis ke 22 tahun 1946 mempercayakan Ben Gurion dengan portofolio pertahanan, dia diberikan control atas semua masalah keamanan komunitas yahudi di Palestina. Ben Gurion memulai tugasnya dengan membuat rencana A, B, C dan D yang intinya adalah pengusiran sistematis warga Palestina dari rumah-rumahnya untuk ditempati oleh imigran yahudi dari eropa. BAB 3 “Pemisahan dan Penghancuran: Resolusi PBB 181 dan Benturannya” Pada tahun 1947, penduduk Palestina terdiri dari tiga perempat warga asli Palestina dan sepertiganya adalah imigran yahudi dari Eropa. PBB yang pada saat itu baru berdiri dan tak memiliki pengalaman dalam hal konflik mengeluarkan sebuah Resolusi 181 yang intinya pemisahan antara warga Palestina dan yahudi. UNSCOP dipercaya oleh PBB untuk mengurusi hal ini. UNSCOP merekomendasikan ke Dewan Umum PBB untuk membagi Palestina menjadi dua Negara yang diikat bersama dalam federasi oleh kesatuan ekonomi dan menjadikan kota yerusalem berada dibawah naungan internasional. Tentu saja resolusi ini ditolak oleh palestina yang merasa mayoritas tetapi diberikan wilayah yang tak sebanding dengan warga yahudi yang sangat minoritas tetapi diberikan tanah yang begitu luas. Liga Arab memutuskan untuk memboikot negosiasi dengan UNSCOP sebelum Resolusi PBB dan tidak ikut ambil bagian dalam perundingan cara pelaksanaan Resolusi 181. Ketidakikutsertaan ini dijasikan kesempatan bagi agensi yahudi untuk mempengaruhi atau mendominasi UNSCOP. Yahudi meminta 80% tanah pa;estina, tapi UNSCOP “hanya “ memberikan 65% tanah bagi yahudi yang sangat minoritas. Alih-alih dibuat resolusi 181 untuk menekan konflik antara Palestina dengan yahudi, resolusi ini malahan membuat pertentangan baru anatara keduanya. Ketidakadilan semakin kentara ketika PBB memberikan tanah yang subur ke wilayah yahudi. Kaum yahudi yang memiliki tanah kurang dari 6% palestina dan penduduknya tidak lebih dari sepertiga populasi, mendapat lebih dari separuh wilayah Palestina. David Ben Gurion yang menjadi pemimpin struktru politik yahudi juga tidak menyetujui resolusi 181. Berbeda dengan Palestina yang mayoritas tetapi diberikan jatah yang tak sepadan, ben gurion merasa Negara yahudi yang sah berarti Negara yang diperluas meliputi seluruh palestina dan hanya memperkenankan sejumlah kecil bagi warga palestina. Namun kaum yahudi zionis senang dengan pengakuan internasional atas Negara yahudi. BAB 4 “Penyelesaian Rencana Utama” Pembersihan etnis dimulai pada awal desember 1947 dengan menyerang desa-desa Palestina dengan dalih pembelasan dendam terhadap vandalisasi Palestina yang menyerang bus-bus yahudi. Penyerangan ini cukup berhasil untuk mengakibatkan pengusiran 75.000 orang Palestina. Pada 10 maret 1948, Rencana Dalet dimulai, target pertama adalah pusat urban Palestina. Hampir 250.000 warga Palestina terusir dari rumah mereka dan yang paling tragis adalah pembantaian Yassin. Pada 15 mei 1948 yahudi mendeklarasikan terbentuknya Negara yahudi di Palestina yang secara resmi diakui oleh dua Negara kuat Amerika dan Uni soviet. Amerika menyimpulkan bahwa Resolusi 181 tidak menghasilkan apa-apa malahan membuat konflik baru, selanjutnya Amerika menawarkan dua skema yaitu: rencana kepercayaan selama lima tahun pada februari 1948 dan tiga bulan gencatan senjata pada 12 mei. Namun para pemimpin zionis meolak rencana tersebut. Pada dasarnya visi utama zionis adalah membentuk Negara yahudi dengan menyediakan tempat tinggal bagi para imigran yahudi dari eropa. Dengan mengorbankan banyak warga Palestina atau disebut dengan Dearabisasi. Tujuan zionis memperoleh sebanyak mungkin palestina dengan sesedikit mungkin penduduk Palestina didalamnya diaplikasikan dalam rencana Dalet. Pada akhir 1946, agensi yahudi memulai negosiasi intensif dengan raja Abdullah dari yordania. Dia adalah keturunan keluarga Hasyim dari Mekkah. Pada perang dunia 1, ia membantu inggris dan sebagai hadiah kesetiaan, keluarga Hasyim diberikan kerajaan Irak dan Yordan yang disebur system mandate. Pada awalnya inggris juga menjanjikan wilayah Syiria, akn tetapi saat Perancis mengusir Faysal, adik Abdullah dari Syiria, Inggris malahan mengkompensasikan dengan Irak, daripada kepada Abdullah. Sebagai anak tertua dari keluarga Hasyim, ia kecewa terhadap kesepakatan ini, semua itu juga karena pada tahun 1924, Hijaz, pusat keluarga Hasyim di saud direbut oleh keluarga Saud. Oleh karena itu Abdullah ingin memperluas wilayah Yordan sampai ke Palestina. Maka ia berelasi dengan zionis dalam penguasaan Palestina. Abdullah berjanji untuk tidak melibatkan semua operasi militer arab melawan Negara yahudi yang membuat berkurang nya kekuatan tentara pembebasan arab. Persetujuan diam-siam dengan yordan ini memperlancar pembersihan etnis di Palestina. Langkah selanjutnya dalam metode pembersihan etnis adalah membangun kekuatan militer yang kuat. Kekuatan militer yahudi sangatlah kuat dan prefesional dibandingkan dengan tentara arab yang tak memiliki senjata yang memadai. Maka tak heran dibanyak peperangan antara keduanya, tentara pembebasan arab mengalami banyak kekalahan. Selain kekuatan militer yahudi yang disebut Hagana, terdapat dua lagi kekuatan militer yahudi yaitu: Irgun dan Geng Stern. Irgun memisahkan diri dari Hagana pada 1931 dan pada 1940an dipimpin oleh Menachim Begin. Dan Geng Stern adalah cabang dari Irgun. Di dalam kekuatan militer tersebut, ada sebuah komando yang disebut Palmach yang terbentuk pada tahun 1941 yang bertugas untuk membantu tentara Inggris melawan tentara Nazi tetapi berubah tugasnya menjadi pasukan pembantai desa-desa Palestina. Sebenarnya warga Arab pada umumnya tidak tinggal diam melihat pembantaian warga Palestina oleh Zionis, dewan Liga Arab, yang terdiri dari menteri-menteri luar negeri arab, merekomendasikan pengiriman senjata untuk Palestina dan pembentukann pasukan relawan Arab, yang disebut pasukan Pembebasan Arab. Liga tersebut menunjuk jenderal Syria sebagai pemimpinnya. BAB 5 ”Cetak Biru Pembersihan Etnis : Rencana Dalet” Rencana Dalet pertama kali dilaksanakan pada desember 1947 ketika Inggris mengakhiri mandatnya di Palestina, hal ini memberikan kesempatan pada David Ben Gurion sebagai pemimpin agensi yahudi untuk mempersiapkan pembersihan etnis yang ia realisasikan dengan Rencana Dalet. Hagana, angkatan bersenjata yahudi yang terdiri juga dari kaum Druze yaitu masyarakat islam dari salah satu aliran Syiah yang disersi dan masuk ke kelompok yahudi, telah mempersiapkan 50.000 pasukan yang terlatih. Wilayah pertama yang menjadi tugas hagana untuk pembersihan etnis adalah perbukitan di pedalaman lereng barat pegunungan Yerusalem. Operasi pembersihan etnis ini disebut Operasi Nachshon. Hagana mnyerang desa-desa yang berisikan penduduk asli palestina yang tak bersenjata. Hagana menyuruh para penduduk desa untuk segera meninggalkan desa sebelum terlambat. Akan tetapi dengan kejinya, hagana tetap saja membunuh warga yang sudah menyatakan menyerah, mereka dibunuh hanya untuk kesenangan para yahudi. Pada saat hagana ingin memasuki desa Qastal, mereka dihadang oleh sekelompok paramiliter yang dipimpin oleh Abdul Qadr al-Husayni. Paramiliter tersebut menyerang orang yahudi dengan tembakan senjata dan rudal-rudal kecil sehingga dapat membunuh beberapa orang yahudi. Namun naasnya, pada april 1948, beliau tewas dalam pertempuran mempertahankan
Qastal yang menyebabkan melemahnya semangat paramiliter Palestina. Perkampungan selanjutnya adalah Deir Yassin. Hagana mengirim pasukan Geng Stern dan Irgun untuk menguasai dan mengusir warga Palestina dari rumah yang mereka tempati sejak abad 18. Sama seperti sebelumnya, militer yahudi menyerang warga palestina yang tak bersenjata dan membunuh mereka secara sadis tanpa prikemanusiaan. Dan perkampungan selanjutnya yang menjadi target Hagana adalah Qalnya, Saris, Beit Surik, dan Biddu. Namun ada dua buah perkampungan yang menjadi pengecualian atau dengan kata lain tak diganggu gugat oleh Hagana yaitu Abu Gawsh dan Nabi Samuil, karena pemimpin kampung tersebut memiliki hubungan baik dengan pemimpin Geng Stern. Selain bergerak didaerah perkampungan, Hagana pula bergerak didaerah perkotaan yang dihuni oleh ribuan warga Palestina. Kota pertama yang menjadi target adalah Haifa. Haifa yang menjadi kota strategis karena memiliki pelabuhan. Kota tersebut hampir sama nasibnya dengan perkampungan yang dihancurkan oleh yahudi. Haifa dihancurkan oleh militer yahudi layak disebut brutal karena hagana menganggap warga palestina seperti tepung dan roti yang wajib dibersihkan di hari paskah. Kota selanjutnya yang menjadi target adalah Yerusalem, Acre, Baysan, Jaffa. Dengan kampanye pembersihan yang berbunyi”bunuh setiap Arab yang kalian temui, bakar yang bisa kalian bakar, dan hancurkan pintu rumah dengan peledak” perintah ini dikatakan oleh Mordhecai Maklef, salah satu pemimpin militer. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apakah inggris mengetahui Rencana Dalet, padahal waktu itu Inggris belum benar-benar meninggalkan Palestina seutuhnya, walaupun inggris sewaktu Rencana Dalet berjalan berusaha menghalangi pasukan Hagana untuk melakukan tugasnya, akan tetapi tak dilakukan secara maksimal untuk membela warga Palestina. Dan yang paling ironis adalah hilang PBB ketika Rencana Dalet dilakukan. Walaupun dengan alasan bahwa PBB dilarang memasuki Palestina secara teroganisir oleh Inggris. Sebenarnya PBB ketika itu sudah berusaha menggunakan segala intervensi nya, namun sekali lagi agensi yahudi dan Inggris memilki kekuatan mandat di Palestina yang berhak melarang PBB masuk ke palestina. BAB 6 “Perang Palsu dan Perang Sungguhan Terhadap Palestina: Mei 1948 Pada akhir Mandat inggris, hampir setengah wilayah pemukiman Palestina dapat dikuasai oleh agensi yahudi pimpinan Ben Gurion. Dalam perjalanan Rencana Dalet, Hagana melakukan pembersihan etnis dengan cara yang sangat sadis, mereka benar-benar membersihkan semua warga Palestina dengan cara membunuhnya dan memperkosa wanitanya. Walaupun sudah terbentuk sebuah paramiliter arab yang bermaksud membebaskan palestina dari jajahan yahudi, namun hal itu menjadi sia-sia karena paramiliter tersebut tak sebanding dengan kekuatan militer Hagana yang lebih kuat dan modern. Dan ditambah lagi dengan adanya affair antara agensi yahudi dan raja Abdullah, maka kepala komandan inggris legion arab, Glubb Pasha menjuluki perang 1948 di Palestina sebagai ‘perang palsu’. Dan perang asli antara agensi yahudi dan Palestina yang sebenarnya terjadi di perkampungan di sekitar Jaffa dan Tel Aviv. Tapi lebih tepatnya bisa disebut memalukan, Hagana yang memiliki persenjataan modern dan lengkap melawan warga Palestina yang tak bersenjata dan sudah menyatakan menyerah pada Israel. BAB 7” Eskalasi Opersi Pemersihan Juni-September 1948” Hasil rapat konsultasi pada 1 juni 1948 telah disetujui pelaksanaan eskalasi operasi pembersihan juni-september ,dalam operasi itu, Israel telah menghancurkan banyak perkampungan diantaranya perkampungan yang berada di distrik Gaza seperti Najd, Burayr, Simsim, kawfakha, Muharraqa, dan Huj. Pengusiran rakyat Palestina ini tidak pernah berhenti walaupun di sidang terhormat PBB upaya negosiasi masih terus berjalan. Selain disebabkan oleh banyaknya rakyat desa yang kembali ke perkampungan, kekejaman dan sikap tanpa perasaan yang diperlihatkan oleh israel juga disebabkan oleh aktivitas sesaat yang dilakukan oleh pasukan arab yang mencoba memborbardir Tel Aviv, meskipun upya penyerangan yang dilakukan tak berhasil menghancurkan tel aviv, hanya kerusakan kecil yang mengenai rumah Ben Gurion. pada 8 juni dimulailah genjatan senjata, meskipun pada prakteknya baru bisa berjalan pada 11 juni. Pada masa gencatan senjata ini, pasukan Israel memulai penghancuran terhadap perkampungan-perkampungan seperti perkampungan Mazar di selatan, Fayja, Biyar’ adas, dan beberapa perkampungan besar yang telah diusir seperti Daliat al-Rawha yang berhasil dimusnahkan dalam sehari. Israel berhasil menguasai Mujaydil dan Nazareth serta perkampungan di sekitarnya pada sebuah operasi pohon palem yang dilakukan pada bulan juni 1948, pendudukan ini mendapat perlawanan dari pasukan arab yang berasal dari Irak dan relawan-relawan ALA, namun hal ini tidak menghentikan upaya israel mengahancurkan perkampungan yang dapat dilakukannya nyaris tanpa hambatan yang berarti. Pada 8 juli 1948 genjatan senjata pertama sudah akan berakhir, dan ketika itu berakhir akan terjadi pemberssihan etnis skala besar yang dilakukan israel, sama seperti ketika pasukan israel melakukan pembuangan terhadap 70.000 orang dari dua kota-Lydd dan Ramla setelah gencatan senjata kedua. Ketika genjatan senjata benar-benar berakhir, pertempuran sporadis terjadi antara pasukan israel dengan unit-unit arab yang berasal dari Yordan, Irak, Syiria dan Lebanon. Sepuluh hari setelah pertempuran tersebut, ratusan ribu warga palestina diusir dari perkampungannya. Mereka diteror dan disiksa secara sadis, sebagian ditembak mati, sebagian lagi dibiarkan hidup dan anak-anak wanitanya diperkosa dengan kejam. Pada 9 juli 1948 dimulailah operasi palem kedua, pada hari setelah genjatan senjata pertama berakhir, Ben Gurion memerintahkan tentaranya untuk tidak mengosongkan kota Nazareth meskipun dia tahu bahwa komandan tertinggi operasi Moshe Karmil telah memerintahkan pengusiran total terhadap kota tersebut. Ben Gurion berarnggapan bahwa kota Nazareth adalah kota penting terutama bagi warga kristen dan bisa menjadi perhatian dunia sehingga dia pikir, kota Nazareth lebih beruntung dari kota-kota lainnya di Palestina. Pada gencatan senjata kedua, pihak Israel melanggar, dan pada sepuluh hari pertama Israel telah berhasil menguasai perkampungan-perkampungan kunci utara Haifa dan beberapa kantong lain yang sebelumnya mereka biarkan untuk tetap ditinggali seperti Damun, Imwas, Tamra, Qabul, dan Mi’ar. Pertempuran juga terus berlanjut selama gencatan senjata kedua, hal ini disebabkan karena Israel mengalami kesulitan untuk mengalahkan pasukan mesir yang berhasil mendapatkan kantong Falluja. BAB 8” Menyelesaikan Tugas: Oktober 1948-Januari 1949” Pada bulan oktober 1948, pasukan Israel berencana melakukan operasi lanjutan pada oktober 1948-januari 1949. Operasi ini dikenal dengan sebuatan Operasi Hiram, nama Hiram sendiri diambil dari nama Alkitabiah Raja Tirus yang menjadi salah satu target skema pembelaan perluasan dan upaya untuk menguasai Galilea atas dan lebanon selatan. Pengambilalihan ini dilakukan israel melalui serangan udara yang intensif sehingga dalam kurun waktu dua minggu pasukan Israel telah berhasil menguasai Galilea dan lebanon selatan. Ketika operasi Hiram dilaksanakan, tentara-tentara israel melakukan pembantaian massal di perkampungan Sa’sa yang membunuh 15 penduduk termasuk lima anak, melakukan pemerkosaan pembunuhan-pembunuhan sadis lainnya. Mereka yang selamat sempat menceritakan bagaimana empat perempuan dan seorang remaja putri di perkosa di hadapan penduduk dan bagaimana perempuan hamil dibayonet. Galilea dapat ditalukan pada 31 oktober 1948 dan pada bulan november-desember mereka pasukan israel melakukan operasi pembersihan sisa-sisa terhadap daerah-daerah perkampungan yang masih dihuni, operasi pembersihan sisa-sisa ini terus berlanjut hingga bulan april 1949 yang ditandai dengan ditaklukkannya perkampungan terakhir yaitu Khirbat Wara al-Sawda. Pada akhir 1948, operasi pemebersihan etnis berpusat pada pelaksanaan kebijakan antirepatriasi. kebijakan ini dilaksanakan melalui dua level kebijakan, level yang pertama fokus pada upaya pemusnahan sisa-sisa pemukiman dan mengantikannya menjadi pemukimam baru yahudi dan hutan alam, level yang kedua lebih fokus pada upaya untuk mencegah berkembangnya tekanan terhadap israel dari dunia internasional untuk segera memulangkan para pengungsi tanpa syarat. Hal ini tentu merupakan kebijakan yang rasional dan sistematis, upaya yang dilakukan pada level pertama bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa pemukiman sehingga tekanan internasional untuk memulangkan pengungsi tidak bisa dijalankan karena pemukiman mereka sudah tidak ada lagi di sana. Melihat keberhasilan yang dicapai, Israel merangsek ke wilayah tepi barat dan Lebanon selatan. Upaya perluasan wilayah ini telah memunculkan mimpi israel untuk membentuk kekaisaran mini di wilayah Palestina. Pembersihan final dilakukan Israel pada november 1948 dengan mengusir pasukan Mesir yang tersisa di nagev selatan. Selain itu, wilayah isdud dan majdal juga berhasil direbut pada bulan yang sama. Tahap final ini memberika kesempatan kepada israel untuk melakukan pengusiran lebih jauh lagi. Di Dawaymeh, tentara Israel mengusir dan membantai warga palestina yang ada disana. Pengusiran ini dilakukan oleh batalion 89 dari brigade delapan dengan menggunakan mobil lapis baja, bayonet, dan senjata perang lainnya. Namun upaya pengusiran yang dilakukan kurang efektif sehingga tentara israel melakukan pembantaian masal untuk memusnahkan warga dawaymeh. Dari kesaksian seorang penduduk, disebutkan bahwa suasana yang sangat mencekam dengan ribuan desingan peluru yang keluar dari senapan-senapan tentara israel. Tentara israel terus menerus melakukan pembantaian bahkan beberapa warga yang bersembunyi di masjid-masjid juga tak luput dari pembantaian ini. BAB 9 “Pendudukan dan Wajah Menyeramkan” Pada hakikatnya Israel telah berhasil melakukan pengusiran warga Palestina dari rumah-rumah mereka, meskipun begitu penderitaan warga palestina tak kunjung berakhir, mereka masih harus merasakan penyiksaan di pengungsian, penyiksaan fisik di kota, pengerusakan ladang-ladang mereka, pengotoran tempat suci dan pengekangan terhadap hak-hak dasar mereka. Nahas sekali nasib para tahanan yang ditangkap oleh Israel dengan tuduhan yang dibuat-buat. Tahanan-tahanan palestina itu digunakan sebagai tenaga kerja paksa dibawah arahan para militer dan didukung oleh para politisi. Mereka harus mengangkut batu-batu berat demi pembangunan israel dan tidak ada yang bisa mengeluh karena kalau tidak patuh akan dihukum dengan pukulan berat. Rakyat Palestina semakin menderita dan tersiksa, kehidupan di kamp pengungsian atau di kamp kerja paksa sama menderitanya. Selama invasi tentara israel, pendudukan terburuk tampaknya terjadi di jaffa. Perlakuan buruk tentara masih terus berlanjut, yang lebih parah mereka tak segan-segan melakukan penjarahan dan memukuli penduduk dnengan begitu sadis. Penjarahan ini dilakukan israel secara legal, dengan menyasar seluruh pusat perdagangan gula, tepung, gandum, bir, beras, dan lain sebagainya. Pemerkosaan wanita Palestina sudah menjadi kejahatan yang sering dilakukan tentara Israel. Berdasarkan laporan PBB, Palang Merah, maupun dari para korban sendiri diketahui bahwa tentara yahudi telah melakukan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap seorang warga palestina. Laporan lain dari Palang Merah menceritakan peristiwa mengerikan yang dimulai pada 9 desember 1948 ketika para tentara masuk secara paksa ke rumah penduduk dan memukuli seorang wanita serta menculik anak gadisnya yang berusia delapan belas tahun, setelah tujuh belas hari, anak tersebut dipulangkan dalam kondisi yang sangat mengenaskan. BAB 10 “Penghapusan Ingatan Nakba” Setelah tentara Israel berhasil menguasai kampung-kampung warga Palestina,Israel mengubahnya menjadi pemukiman Yahudi, setelah direbut dan dihancurkan sekarang tanah palestina dibangun kembali dengan penamaan tempat dan lokasi yang berbeda, hal dilakukan untuk mengibranikan geografi palestina. Supaya kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Israel, dilakukan kebijakan untuk menanam pohon di wilayah palestina untuk membentuknya seperti suasana di eropa. Misi ini dijalankan dibawah otoritas JNF yang bertanggung jawab langsung kepada pemerintah. Paru-paru hijau israel ini ternyata juga menyisipkan upaya israel untuk menutupi kekejamannya terhadap warga palestina dan untuk menghilangkan sejarah palestina dengan mengusung versi sejarah yang berbeda. Kemudian, JNF membangun tempat-tempat umum seperti hotel, resort, bagi warga yahudi. Tempat-tempat rekreasi ini dikelola oleh JNF dan telah membentuk beberapa tempat rekreasi terbesar di israel diantaranya,Hutan Birya, Hutan Ramat Manashe, Hutan Yerusalem, dan Sataf. BAB 11 “Penyangkalan Nakba dan Proses Perdamaian” Setelah warga Palestina terusir dari rumah mereka sendiri, terpaksa meeka mendirikan tenda-tenda pengusngsian dengan hidup alakadarnya. Sementara itu, sebagian warga Palestina masih menempati beberapa wilayah yang berada dibawah pendudukan arab seperti di di Tepi barat dan jalur Gaza. Ketika terjadi pembantaian dan pembersihan etnis rakyat Palestina oleh Israel, terbentuklah suatu sikap solidaritas rakyat Palestina, sikap inipun diwujudkan dengan dibentuknya PLO sebagai pengejewantahan sikap rakyat palestina yang terinspirasi untuk menentukan nasibnya sendiri. Meskipun PLO telah diakui oleh beberapa negara, keberadaannya masih menimbulkan dilema dan konflik, diantaranya yaitu adanya penyangkalan terhadap perdamaian internasional dan penolakan israel untuk mengakui keberadaan Nakba dan pembersihan etnis yang dilakukannya pada tahun 1948. PBB mengupayakan sebuah perdamian bagi Israel dan Palestina, upaya perdamaian ini diwujudkan dengan membentuk konfrensi Lausanne pada tahun 1949. Namun berbagai upaya perdamaian ini menemukan kegagalan akibat intervensi perdana menteri Israel, Ben Gurion dan Raja Abdullah dari Yordania. Pada tahun 2000 terjadi pertemuan antara PM Ehud Barak dan presiden Arafat. Pada pertemuan ini, harapan untuk mengakhiri konflik datang dari presiden Palestina dengan meletakkan tiga esensi utama yang akan menjadi bahan perundingan yaitu, hak pemulangan, yerusalem, dan masa depan pemukiman israel. Namun pada perundingan kamp David, posisi Palestina merumuskan perdamaian tidak begitu penting, malahan hanya Israel yang diperkenankan untuk menyusun pokok-pokok agenda perdamaian, hal ini tidak akan menguntungkan palestina dan hanya akan menutup kembali harapan perdamaian masyarakat palestina. BAB 12 “Benteng Israel” Rakya Palestina menerima bentuk siksaan berbagai macam, dari cara fisik sampai rasisme oleh Israel. Sikap ini diwujudkan israel dengan menetapkan sejumlah kebijakan untu mengatur demografi kependudukan di israel dan untuk mengantisifasi bahaya demografi yang mungkin saja ditimbulkan dengan keberadaan warga palestina di israel. Bahkan lebih parah lagi, israel akan segera membangun tembok pemisah dengan rute mengular sepanjang 670 km tembok beton setinggi 8 meter dan kawat berduri untuk memastikan jumlah warga palestina di dalam israel tetap terbatas. Keseimbangan demografi menjadi isu sentral di israel, banyak politisi, akademisi maupun para jurnalis mulai membicarakan masalah demografi ini sebagai bagian dari masalah yang harus segera diselesaikan, sebagai contoh, partai sayap kanan seperti Yisrael Beytenu, partai etnis Rusia Avigdor Liberman, dan partai religius yang secara terbuka memperdebatkan “pemindahan sukarela” sebagai tanggapan terhadap keseimbangan demografis. Pemerintah israel telah gagal menemukan solusi terhadap peningkatan imigrasi israel, malah sebaliknya semua upaya Israel semakin menambah jumlah populasi arab setelah mereka menambahkan Yerusalem raya, dataran tinggi Golan dan blok-blok pemukiman besar di tepi barat sebagai bagian dari negara israel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar