Hubungan
Indonesia dan Australia kembali mengalami memanas ketika seorang mantan
kontaktor badan intelejen Amerika, Edward Snowden membuka sebuah rahasia
tentang penyadapan Australia terhadap beberapa pejabat Indonesia. Edward
Snowden yang menjadi buronan pemerintan Amerika membeberkan file National
Security Agency (NSA) bahwa Australia menyadap komunikasi Presiden Yudhoyono
serta beberapa menteri di jajaran kabinet.
Tindakan
penyadapan merupakan tindakan yang menyalahi hukum internasional mengenai etika
berdiplomasi. Hal itu juga melanggar norma pergaulan internasional, padahal
informasi bisa didapatkan melalui duta besar yang bertugas di negara tersebut.
Dalam kasus ini, Australia apabila menginginkan informasi mengenai apa yang
terjadi di Indonesia, Australia tinggal meminta duta besarnya melakukan tugas reporting yaitu dengan melaporkan apa
yang sedang terjadi di Indonesia.
Indonesia
dan Australia pada dasarnya memiliki hubungan yang harmonis. Kedua negara
saling berkerjasama dalam berbagai bidang seperti politik yang tergabung dalam
ASEAN Regional Forum, pertahanan dengan terbentuknya Ikanatan Alumni Pertahanan
Indonesia-Australia (IKAHAN) dan lain-lain.
Dengan
adanya kasus penyadapan ini, dapat merugikan kedua belah pihak. Indonesia
merasa terancam dengan tindakan spionase Australia. Sedangkan, bagi Australia,
tindakan spionase dilakukan atas dasar kepentingan nasional yang harus mereka
capai.
Dalam tulisan
ini, akan disusun secara sistematis mengenai siapa aktornya, bagaimana
interaksi antar aktor, bagaiamana peran setiap aktor, batasan atau scope wilayah, struktur interaksi. Pemetaan ini akan mempermudah
dalam memahami masalah penyadapan Australia terhadap Indonesia.
Aktor
yang terlibat dan perannya
Dalam masalah
ini, terdapat beberapa aktor yang terlibat seperti Indonesia, Australia, Edward
Snowden, dan Amerika Serikat.
Australia
merupakan aktor yang berperan sebagai penyadap dalam kasus ini. Australia
merlakukan tindakan tersebut untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Indonesia
merupakan aktor yang menjadi korban penyadapan. Indonesia berupaya mendapatkan
penjelasan yang sebenarnya ke Australia melalui jalur diplomasi. Edward Snowden
merupakan aktor wisthle blower yang
berperan sebagai individu yang membeberkan berbagai data intelejen Amerika yang
melakukan penyadapan dan operasi-operasi di seluruh dunia. Amerika Serikat sebagai
negara sekutu Australia, merupakan negara yang menyebarkan jaringan intelejen
ke seluruh dunia yang kerapkali melanggar kedaulatan sebuah negara.
Batasan
Wilayah
Kasus ini dapat
dikategorikan sebagai kasus regional. Indonesia dan Australia memiliki letak
geografis di kawasan Asia Tenggara. Bahkan Australia dan Indonesia berbatasan
langsung, sehingga kedua negara memiliki kepentingan strategis yang saling
terkait.
Pertanyaan
Penelitian
Berdasarkan
penjelasan mengenai masalah ini, bagaimana langkah diplomasi yang diambil oleh
Indonesia dalam merespon tindakan penyadapan oleh Australia?
|
Kondisi
Interaksi
|
||||||||||||||
|
||||||||||||||
|
||||||||||||||
Penjelasan pola
interaksi diatas, menunjukan bahwa terdapat beberapa aktor yang terlibat
langsung. Permasalah muncul ketika, Australia menggunakan cara-cara tidak legal
untuk mendapatkan informasi dari Indonesia. Rahasia intelejen Australia terbongkar
karena Snowden, seorang mantan kontraktor NSA membeberkan hal itu di situsnya
wikileaks.com.
Kerangka
Teori
Kerangka Teori
terdiri atas dua yaitu, Teori Diplomasi serta Rezim Internasional. Kedua
landasan teori itu cukup untuk menjelaskan langkah-langkah diplomasi Indonesia
dalam menghadapi masalah ini
Diplomasi
Diplomasi
berasal dari kata diploum dalam
bahasa yunani yang berarti melipat. Praktik diplomasi pada zaman Yunani dan
Romawi biasanya berupa pertukaran utusan yang membawa surat jalan atau saat ini
dapat dikategorikan sebagai passport (Muchsin, 2010:4). Seiring berjalannya
waktu, praktik diplomasi semakin berkembang pesat mengikuti perkembangan zaman
modern saat ini.
Menurut Harold
Nicholson (1960:55, dalam Muchsin), definisi Diplomasi itu sendiri ialah:
“Diplomacy is the management of international
relations by negotiation, the method by wich these relations are adjusted and
managed by ambassadors and envoys; the business or art of the diplomatist”
Prof. Brownlie
dalam bukunya yang berjudul “Principles
of Public International Law” menyatakan bahwa diplomasi adalah metode yang
diambil untuk membangun hubungan komunikasi antara satu negara dengan negara
lain, atau melakukan kegiatan politik/hukum melalui wakil yang ditunjuk
(Muchsin, 2010:5).
Rezim
Internasional
Kerjasama
merupakan salah satu interaksi yang harus dilakukan oleh negara untuk mencapai
kepentingan nasional secara maksimal. Dalam sistem internasional, dikenal
adanya Rezim Internasional, menurut Stephen D. Krasner, Rezim Internasional
ialah suatu tatanan yang berisi kumpulan prinsip, norma, aturan, proses
pembuatan keputusan, baik yang bersifat eksplisit mapupun implicit, yang
berkaitan dengan ekspektasi atau pengharapan aktor-aktor dan memuat kepentingan
aktor dalam hubungan internasional (Perwita dan Yanyan, 2006:28).
Dalam
konteks tulisan ini, akan dijelaskan mengenai rezim internasional yang dibangun
oleh Indonesia dan Australia untuk menangulangi masalah penyadapan yang
dilakukan oleh Australia terhadap Indonesia. Rezim atau Code of Conduct berisi peraturan yang membahas mengenai norma yang
harus dipatuhi oleh dua negara tersebut.
Analisa
Kabar
mengenai adanya penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono serta beberapa Menteri RI menggoyahkan hubungan dua
negara tersebut. Rakyat Indonesia yang mudah tersulut emosi mulai melakukan
aksi protes di depan Keduataan Besar Australia di Jakarta (Republika, 2013).
Menteri
Luar Negeri RI, Marty Natalegawa menyatakan bahwa Indonesia tidak menerima
tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Asutralia karena bertentangan dengan
asas diplomasi dan hukum internasional apapun alasannya (Kemlu, 2013). Selain
itu juga, tindakan tersebut telah melanggar kedaulatan Indonesia dan mencederai
hubungan persahabatan antara kedua negara.
Merespon kejadian itu, akhirnya
Indonesia melalu Kementerian Luar Negeri memerintahkan pemanggilan Duta Besar
Australia untuk Indonesia di Jakarta serta Duta Besar Indonesia di Canberra.
Hal itu dibutuhkan untuk menghindari asumsi-asumsi yang tidak jelas dan
konsolidasi sikap yang perlu diambil setelah Indonesia mengetahui sebenarnya
apa yang terjadi.
Pada November 2013, Duta Besar
Australia Greg Moriarty memenuhi panggilan Kemenlu di Jakarta untuk melakukan
klarifikasi. Hal ini diperlukan untuk memberikan kesempatan bagi Australia
untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Praktik Diplomasi seperti ini
menunjukan bahwa asas persahabatan dan saling menghormati masih berlaku
walaupun dua negara mengalami perselisihan.
Lalu mengapa Australia repot
melakukan penyadapan terhadap Indonesia?sedangkan secara hubungan politik dan
hukum, Indonesia merupakan partner utama Australia dalam menghadapi terorisme.
Tragedi teroris Bom Bali yang menewaskan ratusan warga Australia menjadi alasan
utama mengapa Indonesia berarti secara strategis bagi Australia. Dalam sebuah
laporan yang dilansir oleh Sydney Morning
Herald, sebuah Koran di Australia menjelaskan bahwa kegiatan penyadapan ini
berkaitan erat dengan niat Australia menduduki kursi Dewan Keamanan PBB. Pada
pertemuan G20 di London pada tahun 2009. Australia dengan bantuan intelejen
Amerika Serikat dan Inggris melakukan sejumlah penyadapan terhadap pemimpin
dunia saat itu khususnya negara pasifik seperti Presiden India, Manmohan Singh,
Presiden Tiongkok, Hu Jintao dan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono
(Kompas, 2013).
Indonesia melalui Pidato Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya memutuskan untuk melakukan langkah-langkah
penyelesaian kasus ini dengan membuat enam langkah awal (Bisnis, 2013), yaitu:
·
pertama,
menugasi menlu atau utusan khusus untuk membicarakan secara mendalam isu-isu
yang sensitif berkaitan dengan hubungan Indonesia-Australia pascapenyadapan.
·
Kedua,
setelah terjadi kesepahaman dan muncul kesepakatan dari kedua belah pihak,
diharapkan akan ditindaklanjuti dengan pembahasan protokol dan kode etik secara
lengkap dan mendalam.
·
Ketiga,
Presiden SBY akan memeriksa sendiri draf protokol dan kode etik itu untuk
memastikan kode etik tersebut sudah memadai dan menjawab keinginan Indonesia
pascakasus penyadapan.
·
Keempat,
setelah protokol dan kode etik itu selesai dipersiapkan, pengesahannya dapat
dilakukan dihadapan para pemimpin pemerintahan, yang dihadiri oleh Presiden SBY
maupun Perdana Menteri Autralia Tony Abbot.
·
Kelima,
tugas kedua negara selanjutnya adalah membuktikan bahwa protokol dan kode etik
itu sungguh dipenuhi dan dijalankan.
·
Keenam,
setelah kedua negara, khususnya Indonesia, telah memiliki kembali kepercayaan
dan kemudian protokol serta kode etik itu benar-benar dijalankan maka kerja
sama bilateral yang nyata-nyata membawa manfaat bersama dapat dilanjutkan,
termasuk kerja sama militer dan kepolisian kedua negara.
Untuk menindaklanjuti perbaikan hubungan
antara dua negara tersebut, Indonesia dan Australia sepakat membangun sebuah
tata kelola hubungan yaitu ” Code of Conduct on
Framework for Security Cooperation”. Perjanjian ini ditandatangani oleh Menlu
Indonesia, Marty Natalegawa dan Menlu Australia, Julie Bishop di sela-sela
pertemuan Forum Global UNAOC ke-6 di Bali pada 28 Agustus 2014 (Kemlu, 2014).
CoC tersebut merupakan
sesuatu yang unik terjadi dalam praktik diplomasi antara dua negara. Dalam CoC
tersebut diatur mengenai pelarangan menggunakan sumber data intelejen untuk
menggali informasi yang dapat merugikan kedua negara. Dengan adanya CoC
tersebut, menunjukan bahwa sifat rasional negara yang egois dapat ditekan oleh
sebuah rezim internasional yang saling mengikat demi menghormati satu sama
lainnya. Indonesia dan Australia kedepannya diharapkan bisa saling menghormati
kedaulatan negara masing-masing, serta menumbuhkan asas kerjasama lebih lanjut
dalam berbagai bidang.
Kesimpulan
Kematangan Indonesia
dalam menghadapi konflik dengan negara lain semakin teruji dan terasah.
Indonesia mampu mengelola konflik secara produktif dengan memecahkan masalah
melalui negosiasi dan diplomasi secara damai. Aksi penyadapan yang dilakukan
oleh Australia pada dasarnya telah merobek kedaulatan Indonesia sebagai negara,
terlebih yang menjadi sasaran penyadapan adalah seorang Presiden. Namun,
melalui pemikirian yang matang serta keputusan Kemenlu yang hati-hati, masalah
penyadapan dapat diselesaikan dengan kerjasama.
Terbentuknya CoC
menunjukan bahwa jalan kerjasama sangat relevan pada saat ini untuk menghindari
konflik terbuka. Khususnya untuk Indonesia, mampu menahan diri untuk tidak
membalas atau memutuskan tindakan berlebihan untuk merespon pelanggaran
Australia. Pemanggilan Duta Besar ke negara asal merupakan kebiasaan praktik
diplomasi yang wajar dalam menghadapi suatu masalah, bukan berarti mengusir
atau menarik secara permanen.
Daftar
Pustaka
Muchsin,
Aiyub. 2010. Diplomasi: Teori dan Praktek
Serta Kasus-Kasus.
Perwita,
Anak Agung dan Yanyan Muhammad. 2006. Pengantar
Ilmu Hubungan Internasional. Bandung:PT Rosda Karya
Maharani,
Esti. 2013. Pemerintah Jamin Keselamatan
Diplomat dan WN Australia di Indonesia. Republika, 21-11-13, diakses pada
26-01-15
Kemlu.
2013. Menlu RI: Kami Tidak Terima Alasan
Penyadapan Australia. Diakses pada 26-01-15
Kompas.
2013. Kemlu Harus Minta Penjelasan
Australia-Inggris Terkait Penyadapan SBY. Diakses pada 26-01-15
Bisnis.
2013. Penyadapan Australia:Enam Langkah
Penyelesaian Dimulai. Diakses pada 26-01-15